Jumat, 14 September 2018

SEJARAH PERADABAN ISLAM: Makalah Sejarah Kekhalifahan Abu Bakar Ashshiddiq (Semester 2)


SEJARAH KEKHALIFAHAN ABU BAKAR ASHSHIDDIQ
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Peradaban Islam
Yang dibina oleh Prof. Dr. H. Imam Fuadi, M.Ag
11050637_1655434244688794_3266224396869722217_n.jpg









Disusun Oleh:
Kelompok 1
1.      Diky Eko Saputro (17205153001)
2.      Risma Nur Izzati   (17205153002)
3.      Ama Mutnin          (17205153005)
4.      Anisa Rochim       (17205153006)


JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
TULUNGAGUNG
Maret 2016



KATA PENGANTAR
Assalamualaikum1.png
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt.yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua. Sholawat serta  salam  semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad saw.dan semoga kita akan selalu mendapat syafaatnya baik didunia maupun di akhirat kelak.
Alhamdulillah, dengan pertolongan dan hidayah-Nya  penulis dapat  menyusun makalah ini untuk memenuhi  tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang berjudul SEJARAH KEKHALIFAHAN ABU BAKAR ASHSHIDDIQ.
Kami menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak penulisan makalah ini tidak mungkin terlaksana dengan baik.Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1.        Dr. Mafthukin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menimba ilmu di IAIN Tulungagung ini,
2.        Prof. Dr. H. Imam Fuadi, M.Ag.  selaku Dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang telah membimbing dan mengarahkan kami dengan sabar agar mempunyai pemahaman yang benar mengenai mata kuliah ini,
3.        Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan membuahkan ilmu yang maslahahfiidinniwadunyawalakhirah.


Tulungagung, 01 Maret 2016



      Penulis


DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang..................................................................................... 1
B.       Rumusan Masalah................................................................................. 2
C.       Tujuan Pembahasan.............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A.      Biografi Abu Bakar Ashshiddiq........................................................... 3
B.       Masa Pemerintahan Abu Bakar Ashshiddiq......................................... 5
C.       Jasa-jasa Abu Bakar Ashshiddiq.......................................................... 10
D.      Akhir Hayat Abu Bakar Ashshiddiq.................................................... 12

BAB III PENUTUP
A.       Kesimpulan........................................................................................... 15
B.       Saran..................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16




BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Di zaman sekarang ini, umat islam sangat minim sekali dengan yang namanya pengetahuan akan sejarah peradaban agamanya sendiri. Baik itu pada masa nabi Muhammad saw. maupun pada masa kekhalifahan. Padahal, banyak hal-hal yang patut kita teladani dari perjuangan-perjuangan yang telah mereka lakukan dalam menyebarkan dan mempertahankan islam. Oleh karena itu, disini kami akan memaparkan tentang sejarah salah satu khalifah yaitu Abu Bakar Ashshiddiq.
Tahukah kalian? Bahwa sepeninggal nabi Muhammad saw., sejumlah tokoh Muhajirin dan Ansharin berkumpul di Balai Kota Bani Saidah Madinah untuk memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Dalam musyawarah tersebut cukup berjalan alot, karena dari masing-masing pihak, baik dari Muhajirin maupun Anshar sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam.
Namun dengan semangat ukhuwah Islamiyyah yang tinggi, akhirnya Abu Bakar Ashshiddiq secara demokratis terpilih menjadi pemimpin umat Islam menggantikan nabi Muhammad saw. Rasa semangat ukhuwah Islamiyah yang turut dijiwai sikap demokratis tersebut dapat dibuktikan adanya masing-masing pihak menerima dan mau membaiat Abu Bakar Ashshiddiq sebagai pemimpin umat islam. Disini kami akan memaparkan tentang Biografi, Masa pemerintahan, Jasa-jasa, serta akhir hayat Abu Bakar Ashshiddiq. Dan semoga pemaparan dari kelompok kami ini bisa bermanfaat.





B.       Rumusan Masalah
1.        Bagaimana biografi Abu Bakar Ashshiddiq?
2.        Bagaimana masa pemerintahan Abu Bakar Ashshiddiq?
3.        Bagaimana jasa-jasa Abu Bakar Ashshiddiq?
4.        Bagaimana akhir hayat Abu Bakar Ashshiddiq?

C.      Tujuan Pembahasan
1.        Untuk menjelaskan biografi Abu Bakar Ashshiddiq.
2.        Untuk menjelaskan masa pemerintahan Abu Bakar Ashshiddiq.
3.        Untuk menjelaskan jasa-jasa Abu Bakar Ashshiddiq.
4.        Untuk menjelaskan akhir hayat Abu Bakar Ashshiddiq.




















BAB II
PEMBAHASAN


A.      Biografi Abu Bakar Ashshiddiq
Abu Bakar dilahirkan pada tahun kedua atau tahun ketiga dari tahun gajah. Beliau dua atau tiga tahun lebih tua dari nabi Muhammad saw. Beliau merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yakni Atiq (Abu Bakar), kedua Mu'taq dan ketiga Utaiq, yang terlahir dari pasangan Abu Quhafah dan Ummu al-Khair Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim. Kedua orang tua Abu Bakar merupakan keturunan Bani Talim, yang merupakan salah satu keluarga yang mempunyai status sosial yang cukup tinggi di kalangan suku Quraisy.[1]
Nama Abu Bakar Ashshiddiq, sebenarnya adalah Abdullah bin Usman bin Amir bin Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasy at-Taimi. Abu Bakar bertemu nasabnya dengan Nabi saw. pada kakeknya yakni Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai. Beliau kemudian berganti nama menjadi Abu Bakar Ashshiddiq. Nama ini sebenarnya adalah gelar yang diberikan oleh Rasulullah karena ia adalah orang yang paling cepat masuk islam (Abu Bakar) dan As-Sidiq yang berarti “amat membenarkan”, gelar ini diberikan karena ia amat segera membenarkan Rasulullah saw. dalam berbagai macam peristiwa, terutama peristiwa isra’ mi’raj.[2]
Berbicara mengenai karakter fisik, Abu Bakar adalah seorang yang bertubuh kurus, dan berkulit putih. Aisyah pernah menerangkan tentang karakter bapaknya, "Beliau berkulit putih, kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil pinggang (sehingga kainnya seialu turun dari pinggangnya), wajahnya seialu berkeringat, hitam matanya, berkening lebar, tidak bisa bersaja’ dan seialu mewarnai jenggotnya dengan memakai hinai maupun katam."
Adapun akhlaknya, beliau terkenal dengan kebaikan, keberanian, kokoh pendirian, selalu memiliki ide-ide yang cemerlang dalam keadaan genting, banyak toleransi, penyabar memiliki azimah (keinginan keras), faqih, paling mengerti dengan garis keturunan Arab dan berita-berita mereka, sangat bertawakkal kepada Allah dan yakin dengan segala janji-Nya bersifat wara' dan jauh dari segala syubhat, zuhud terhadap dunia, selalu mengharapkan apa-apa yang lebih baik di sisi Allah, serta lembut dan ramah.[3]
Sedangkan berbicara mengenai keislaman, keislaman Abu Bakar lah yang paling banyak membawa manfaat besar terhadap Islam dan kaum muslimin dibandingkan dengan keislaman selainnya. Hal ini dikarenakan kedudukannya yang tinggi dan semangat serta kesungguhannya dalam berdakwah. Dengan keislamannya maka masuk mengikutinya tokoh-tokoh besar yang masyhur sepérti Abdurrahman bin Auf, Sa'ad bin Abi Waqqas, Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, dan Talhah bin Ubaidil-lah ra Di awal keislamannya beliau menginfakkan di jalan Allah apa yang dimilikinya sebanyak 40.000 dirham, beliau banyak memerdekakan budak-budak yang disiksa karena keislamannya di jalan Allah, seperti Bilal ra. Beliau jugalah selalu mengiringi Rasulullah saw. selama di Makkah, bahkan dialah yang mengiringi beliau ketika bersembunyi dalam gua dan dalam perjalanan hij-rah hingga sampai di kota Madinah. Di samping itu beliau mengikuti seluruh peperangan yang diikuti Rasulullah saw. baik perang Badar, Uhud, Khandaq, Penaklukan kota Makkah, Hunain maupun peperangan di Tabuk.
Mengenai kisah percintaannya, ternyata Abu Bakar pernah menikah sebanyak 4 kali, yang pertama ia pernah menikah dengan Qutailah binti Abd al-Uzza bin Abd bin As'ad pada masa Jahiliyyah dan dari pernikahan tersebut lahirlah Abdullah dan Asma'. Beliau juga menikahi Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Zuhal bin Dahman dari Kinanah, dari pernikahan tersebut lahirlah Abdurrahman dan Aisyah ra. Beliau juga menikahi Asma' binti Umais bin Ma'add bin Taim al- Khats'amiyyah, dan sebelumnya Asma' diperisteri oleh Ja'far bin Abi Thalib. Dari hasil pernikahan ini lahirlah Muhammad bin Abu Bakar, dan kelahiran tersebut terjadi pada waktu haji Wada' di Dzul Hulaifah. Beliau juga menikahi Habibah binti Kharijah bin Zaid bin Abi Zuhair dari Bani al-Haris bin al-Khazraj. Abu bakar pernah singgah di rumah Kharijah ketika beliau datang ke Madinah dan kemudian mempersunting putrinya, Dari pernikahan tersebut lahirlah Ummu Kaltsum.[4]

B.       Masa Pemerintahan Abu Bakar Ashshiddiq
Sebenarnya rasulullah sudah mengisyaratkan bahwa penerus tongkat kepemimpinannya adalah Abu Bakar, karena lima hari menjelang wafat, Rasulullah saw. berpidato menerangkan keutamaan Abu Bakar Ashshiddiq ra. dibandingkan seluruh sahabat yang lainnya, ditambah lagi instruksi nabi dihadapan seluruh sahabat agar Abu Bakar ditunjuk menjadi imam kaum muslimin dalam shalat. Mungkin khutbah nabi ini merupakan pengganti dari keinginan beliau untuk menuliskan wasiat siapa yang menjadi penggantinya, dalam khutbah ini Rasulullah saw. mandi sebelumnya, kemudian keluar untuk shalat bersama kaum muslimin dan kemudian menyampaikan khutbahnya. Hal yang pertama kali disebutnya setelah memuji Allah, adalah perihal orang-orang yang terbunuh di perang Uhud, maka beliau berdoa dan memohon ampunan untuk mereka. Kemudian beiau berkata, "Wahai kaum Muhajirin sesunggunya jumlah kalian semakin banyak, sementara Anshar tetap sebagaimana adanya, dan sesungguhnya mereka adalah ibarat rumah tempat kembaliku, oleh karena itu hormatilah orang-orang yang mulia diantara mereka, dan maafkanlah orang-orang yang berbuat kesalahan dari mereka. Kemudian beliau melanjutkan, "Wahai sekalian manusia sesungguhnya ada seorang hamba yang disuruh untuk memilih antara kekal di dunia atau memilih apa-apa yang ada di sisi Allah, maka dia memilih apa-apa yang ada di sisi Allah". Maka ketika itu hanya Abu Bakar yang faham dari sekian banyak sahabat, dan beliau langsung menangis. Beliau berkata, "Tetapi kamilah yang menjadi tebusanmu wahai Rasulullah saw. dengan diri kami, anak-anak maupun harta kami", maka Rasulullah saw. menjawab, "Sebentar wahai Abu Bakar! Lihatlah ke arah pintu-pintu rumah yang mengarah ke masjid, maka tutuplah kecuali pintu Abu Bakar, aku tidak pernah mengetahui ada seseorang yang begitu mulia berteman denganku selain Abu Bakar. "Imam Ahmad berkata, "Amir menyampaikan kepada kami, ia berkata, Fulaih menyampaikan kepada kami dari Salim Abu Nadhr dari Bisr bin Sa'id dari Abu Sa'id, dia berkata, " Rasulullah saw. pernah berpidato sembari berkata, "Sesungguhnya Allah menyuruh seorang hamba memilih antara dunia dan apa-apa yang dijanjikanNya di sisiNya, namun hamba tersebut memilih apa yang ada di sisi Allah. "Abu Sa'id berkata, "Seketika itu Abu Bakar menangis, dan kami heran kenapa beliau menangis, padahal Rasulullah saw. hanyalah menceritakan seorang hamba yang diberi pilihan. Namun akhirnya kami paham bahwa sebenarnya Rasulullah saw. tahu siapa hamba yang dimaksud tersebut, karena itu maka Abu Bakarlah yang paling alim di antara kami. "Rasulullah saw. bersabda, "Andai saja aku dibolehkan mengangkat seseorang menjadi kekasihku selain Rabbku pastilah aku memilih Abu Bakar, namun cukuplah persaudaraan Islam dan kecintaan karenanya, maka jangan ada lagi rumah-rumah yang pintunya mengarah ke masjid dan hendaklah ditutup kecuali pintu Abu Bakar saja.[5]
Tapi sahabat-sahabat nabi serta kaum muhajirin dan ansarin tidak sadar atas instruksi tersirat nabi tersebut. Terbukti begitu nabi wafat mereka sempat mengalami kebingungan karena kekosongan kekuasaan. Bahkan sempat terjadi perselisihan faham antara kaum Muhajirin dan Ansharin tentang siapa yang akan menggantikan Nabi sebagai khalifah kaum Muslimin. Pihak Muhajirin menghendaki dari golongan Muhajirin dan pihak Anshar menghendaki pihaknya yang memimpin. Situasi yang memanas inipun dapat diatasi oleh Abu Bakar, dengan cara Abu Bakar menyodorkan dua orang calon khalifah yaitu Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah. Namun keduanya justru menjabat tangan Abu Bakar dan mengucapkan baiat memilih Abu Bakar.[6]
Setelah Rasulullah saw. wafat pada 632 M, Abu Bakar terpilih sebagai khalifah pertama pengganti Rasulullah saw dalam memimpin negara dan umat Islam. Waktu itu daerah kekuasaannya hampir mencakup seluruh Semenanjung Arabia yang terdiri atas berbagai suku Arab.
Sebagai khalifah Abu Bakar mengalami dua kali baiat. Pertama di Saqifa Bani Saidah yang dikenal dengan Bai 'at Khassah dan kedua di Masjid Nabi (Masjid Nabawi) di Madinah yang dikenal dengan Bai’at A 'mmah.
Seusai acara pembaitan di Masjid Nabawi, Abu Bakar sebagai khalifah yang baru terpilih berdiri dan mengucapkan pidato. la memulai pidatonya dengan menyatakan sumpah kepada Allah swt. dan menyatakan ketidak berambisiannya untuk menduduki jabatan khalifah tersebut. Abu Bakar selanjutnya mengucapkan "Saya telah terpilih menjadi pemimpin kamu sekalian meskipun saya bukan orang yang terbaik di antara kalian. Karena itu, bantulah saya seandainya saya berada di jalan yang benar dan bimbinglah saya seandainya saya berbuat salah. Kebenaran adalah kepercayaan dan kebohongan adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian menjadi kuat dalam pandangan saya hingga saya menjamin hak-haknya seandainya Allah menghendaki dan orang yang kuat di antara kalian adalah lemah dalam pandangan saya hingga saya dapat merebut hak daripadanya. Taatilah saya selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bila saya mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, janganlah ikuti saya".
Di masa awal pemerintahan Abu Bakar, diwarnai dengan berbagai kekacauan dan pemberontakan, seperti munculnya orang-orang murtad, aktifnya orang-orang yang mengaku diri sebagai nabi (nabi palsu), pemberontakan dari beberapa kabilah Arab dan banyaknya orang-orang yang ingkar membayar zakat.
Munculnya orang-orang murtad disebabkan oleh keyakinan mereka terhadap ajaran Islam belum begitu mantap, dan wafatnya Rasulullah saw. menggoyahkan keimanan mereka. Mereka beranggapan bahwa kaum Quraisy tidak akan bangun lagi setelah Nabi Muhammad saw. wafat. Dan mereka merasa tidak terikat lagi dengan agama Islam lalu kembali kepada ajaran agama sebelumnya. Tentang orang-orang yang mengaku diri nabi sebenarnya telah ada sejak masa rasulullah saw., tetapi kewibawaan Rasulullah saw. menggetarkan hati mereka untuk melancarkan aktivitasnya. Diantara nabi palsu seperti Musailamah Al Kadzab dari Bani Hanifah, Tulaihah bin Khuwailid dari Bani As'ad Saj'ah Tamimiyah dari Bani Yarbu, dan Aswad Al Ansi dari Yaman.
Mereka mengira, bahwa Abu Bakar adalah pemimpin yang lemah, sehingga mereka berani membuat kekacauan. Pemberontakan kabilah disebabkan oleh anggapan mereka bahwa perjanjian perdamaian yang dibuat bersama Nabi saw. bersifat pribadi dan berakhir dengan wafatnya Nabi saw., sehingga mereka tidak perlu lagi taat dan tunduk kepada penguasa Islam yang baru. Orang-orang yang enggan membayar zakat hanyalah karena kelemahan iman mereka. Terhadap semua golongan yang membangkang dan memberontak itu Abu bakar mengambil tindakan tegas. Ketegasan ini didukung oleh mayoritas umat.[7]
Untuk menumpas seluruh pemberontakan, ia membentuk sebelas pasukan masing-masing dipimpin oleh panglima perang yang tangguh, seperti Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Syurahbil bin Hasanah. Dalam waktu singkat seluruh kekacauan dan pemberontakan yang terjadi dalam negeri dapat ditumpas dengan sukses.[8]
Meskipun fase permulaan dari kekhalifahan Abu Bakar penuh dengan kekacauan, ia tetap berkeras melanjutkan rencana Rasulullah saw. untuk mengirim pasukan ke daerah Suriah di bawah pimpinan Usamah bin Zaid. Pada mulanya keinginan Abu Bakar ditentang oleh para sahabat dengan alasan suasana dalam negeri sangat memprihatinkan akibat berbagai kerusuhan yang timbul. Akan tetapi setelah ia meyakinkan mereka bahwa itu adalah rencana Rasulullah saw., akhirnya pengiriman pasukan itupun disetujui.
Langkah politik yang ditempuh Abu Bakar itu ternyata sangat manis dan membawa dampak yang positif. Pengiriman pasukan pada saat negara dalam keadaan kacau menimbulkan interpretasi di pihak lawan bahwa kekuasaan Islam cukup tangguh sehingga para pemberontak menjadi gentar.
Di samping itu, langkah yang ditempuh Abu Bakar tersebut juga merupakan taktik untuk mengalihkan perhatian umat Islam dalam perselisihan yang bersifat intern. Pasukan Usamah berhasil menunaikan tugasnya dengan gemilang dan kembali dengan membawa harta rampasan perang yang berlimpah.
Masa kekhalifahan Abu Bakar cukup singkat, masa sesingkat itu dihabiskan untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintahan Madinah. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan) dan pahlawan yang banyak berjasa dalam perang tersebut adalah Khalid bin Walid.[9]
Dapat dikatakan bahwa masa pemerintahan Abu Bakar adalah masa yang unik. Karena masa tersebut adalah masa yang transisi yang wajar. Karena pemerintahan yang dijalankan oleh Abu Bakar sistem yang digunakan sama saja dengan sistem yang digunakan oleh Rasulullah. Kendati demikian, ada beberapa prinsip dari kepemimpinannya yang perlu kita teladani diataranya, Abu Bakar sadar bahwa sebuah kekuasaan memiliki kecenderungan besar untuk korup. Maka untuk menghindari hal tersebut seorang pemimpin sangat membutuhkan yang namanya kritik atau pengawasan sosial sebagai bentuk ‘check and balance’, Oleh karena itu beliau membuka ruang yang lebar bagi segala bentuk kritik kepada kepemimpinannya. Tidak hanya itu saja sebagai seorang pemimpin beliau juga tidak bersikap arogan dan otoriter. Karena beliau sadar bahwa selain sebagai seorang pemimpin beliau juga tetaplah seorang manusia biasa yang tidak mungkin luput dari kesalahan. Bagi Abu Bakar tidak layak seorang pemimpin meniru slogan “the king can do no wrong”, sehingga dapat bersikap semena-mena dan memaksakan kehendak kepada umatnya.[10]

C.      Jasa-jasa Abu Bakar Ashshiddiq
Walaupun pemerintahan Abu Bakar hanya berlangsung selama singkat yakni antara 11 sampai 13 Hijriyah (632-634M), namun beliau banyak berjasa terhadap kemajuan bagi umat islam di masa itu. Diantaranya dalam berbagai bidang, yakni:
1.        Perbaikan Sosial Masyarakat
     Perbaikan sosial yang dilakukan Abu Bakar ialah usaha untuk menciptakan stabilitas wilayah Islam dengan berhasilnya mengamankan tanah Arab dari para penyeleweng (orang-orang murtad, nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat).

2.         Perluasan dan Pembangunan Wilayah Islam
Abu Bakar melakukan perluasan wilayah ke luar Jazirah Arab. Daerah yang dituju adalah Irak dan Suriah yang berbatasan langsung dengan wilayah kekuasaan Islam. Kedua daerah itu menurut Abu Bakar harus ditaklukkan dengan tujuan untuk memantapkan keamanan wilayah Islam dari serbuan dua adikuasa, yaitu Persia dan Bizantium. Untuk ekspansi ke Irak dipimpin oleh Khalid bin Walid, sedangkan ke Suriah dipimpin tiga panglima yaitu : Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sufyan dan Surahbil bin Hasanah.
3.        Pengumpulan Ayat-ayat Al-Qur’an
Inisiatif ini muncul atas usul dari sahabat Umar bin Khattab yang merasa khawatir kehilangan Al-Qur'an setelah para sahabat yang hafal Al-Qur'an banyak yang gugur dalam peperangan, terutama waktu memerangi para nabi palsu. Alasan lain karena ayat-ayat Al-Qur'an banyak berserakan ada yang ditulis pada daun, kulit kayu, tulang dan sebagainya. Hal ini dikhawatirkan mudah rusak dan hilang.
Pada awalnya Abu Bakar sedikit keberatan untuk melaksanakan tugas tersebut, ini dikarenakan hal tersebut belum pemah dilaksanakan pada masa Nabi Muhammad saw. Namun karena alasan Umar yang rasional yaitu banyaknya sahabat penghafal Al-Qur'an yang gugur di medan pertempuran dan dikhawatirkan akan habis seluruhnya, akhirnya Abu Bakar menyetujuinya, dan selanjutnya menugaskan kepada Zaid bin Sabit, penulis wahyu pada masa Rasulullah saw, untuk mengerjakan tugas pengumpulan itu.[11]

4.        Sebagai Kepala Negara dan Pemimpin Umat
Sebagai kepala negara dan pemimpin umat, Abu Bakar senantiasa meneladani perilaku rasulullah saw. Bahwa prinsip musyawarah dalam pengambilan keputusan seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. selalu dipraktekkannya. Ia sangat memperhatikan keadaan rakyatnya dan tidak segan-segan membantu mereka yang kesulitan. Terhadap sesama sahabat juga sangat besar perhatiannya. Sahabat yang telah menduduki jabatan pada masa Nabi Muhammad saw. tetap dibiarkan pada jabatannya, sedangkan sahabat lain yang belum mendapatkan jabatan dalam pemerintahan juga diangkat berdasarkan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki. Dengan hal ini pemerintahan pada masa beliau berlangsung dengan sangat baik. Karena orang yang ditunjuk sudah berdasarkan kualifikasi tertentu, dan tidak sembarangan.
5.        Meningkatkan Kesejahteraan Umat
Untuk meningkatkan kesejahteraan umatnya, Abu Bakar membentuk lembaga "Baitul Mal", semacam kas negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi saw. yang digelari "amin al-ummah" (kepercayaan umat). Selain itu didirikan pula lembaga peradilan yang ketuanya dipercayakan kepada Umar bin Khattab.
Abu Bakar juga membagi sama rata hasil rampasan perang (ghanimah). Dalam hal ini ia berbeda pendapat dengan Umar bin Khattab yang menginginkan pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan yang dikemukakan Abu Bakar adalah semua perjuangan yang dilakukan atas nama Islam adalah akan mendapat balasan pahala dan Allah swt. di akhirat. Karena itulah biarlah mereka mendapat bagian yang sama. Hal ini menandakan bahwa Abu Bakar adalah seorang khalifah yang sangat bijaksana.[12]

D.      Akhir Hayat Abu Bakar Ashshiddiq
Al Hafizh Ibnu Katsir berkata, “Abu Bakar Ashshiddiq ra. wafat pada hari senin di malam hari”, ada yang mengatakan juga bahwa Abu Bakar wafat setelah maghrib (malam selasa) dan dimakamkan pada malam itu juga yakni tepatnya 8 hari sebelum berakhirnya bulan Jumadil Akhir tahun 13 H, setelah beliau mengalami sakit selama 15 hari. Pada waktu itu umar menggantikan posisinya sebagai imam kaum muslimin dalam shalat. Ketika sakit beliau menuliskan wasiatnya agar tonggak kekuasaannya kelak diberikan kepada Umar bin al-Khaththab, dan yang menjadi juru tulis waktu itu adalah Ustman bin Affan. Setelah suratnya selesai segera dibacakan kepada segenap kaum muslimin.
Abu Bakar wafat pada usia 63 tahun, persis dengan usia nabi. Akhirnya Allah mengumpulkan jasad mereka dalam satu tanah, sebagaimana Allah mengumpulkan mereka dalam kehidupan.
Sebelum wafat beliau juga telah mewasiatkan agar seperlima dari hartanya disedekahkan sembari berkata, “aku akan menyedekahkan hartaku sejumlah yang Allah ambil dari harta fa’i kaum muslimin”.
Bahkan menjelang ajalnya beliau juga masih sempat menyelesaikan sebuah persoalan besar sebelum wafat, yakni dengan menetapkan calon khalifah yang akan menggantikannya. Dengan demikian ia telah mempersempit peluang bagi timbulnya pertikaian di antara umat Islam mengenai jabatan khalifah kelak. Dalam menetapkan calon penggantinya Abu Bakar tidak memilih anak atau kerabatnya yang terdekat, melainkan memilih orang lain yang secara obyektif dinilai mampu mengemban amanah dan tugas sebagai khalifah, yaitu sahabat Umar bin Khattab. Pilihan tersebut tidak diputuskannya sendiri, tetapi dimusyawarahkannya terlebih dahulu dengan sahabat-sahabat besar. Setelah disepakati , barulah ia mengumumkan calon khalifah itu.
Ketika beliau dalam kondisi sekarat, ada yang berkata “maukah anda kami carikan seorang dokter?” maka spontan beliau menjawab “dia telah melihatku (Allah) dan dia berkata, “sesungguh-Nya aku akan berbuat apa-apa yang Kukehendaki”.
Ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa beliau wafat karena mandi pada waktu musim dingin yang bersengatan, yang membuat beliau demam sehingga wafat karena demamnya tersebut. Dan dalam keadaan sakit tersebut beliau sempat melantunkan sebuah syair, yang berbunyi:
Engkau selalu memberikan kabar duka cita atas kematian kekasihmu
Hingga kini engkaulah yang akan merasakan kematian itu
Banyak orang memiliki cita-cita
Namun kematian jualah yang menghadang segalanya
Dan ketika sakaratul maut, pertanda bahwa ajal yang menjemputnya akan datang, putri beliau yakni aisyah melantunkan sebuah bait syair:
Sesungguhnya tidak guna kekayaan bagi seseorang
Ketika dada terasa sempit dan susah bernafas
Mendengar hal tersebut beliau kemudian berkata, “Jangan katakan demikian wahai ummul mukminin, namun katakan, “Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang selalu kamu lari padanya”.[13]
Versi lain juga ada yang menyebutkan bahwa di suatu waktu seorang dokter bernama Al-Harits pernah memakan daging yang dihadiahkan kepada Abu Bakar, maka setelah mereka berdua memakan daging itu, Al-Harits pun berkata, “Angkatlah tangan anda wahai khalifah Rasulullah saw., demi Allah sesungguhnya daging ini telah beracun”, maka Abu Bakar segera mengangkat tangannya. Sejak saat itu keduanya selalu merasa sakit, hingga pada akhirnya keduanya wafat satu tahun kemudian.[14]



















BAB III
PENUTUP


A.      Kesimpulan
1.        Abu Bakar lahir pada tahun kedua atau ketiga dari tahun gajah, dia memiliki kepribadian yang baik, bahkan sebelum memeluk islam. Tak heran jika kepribadian beliau itu bisa berhasil mengambil hati perempuan-perempuan yang pernah berumah tangga dengannya.
2.        Prinsip-prinsip dalam Islam, dilukiskan Abu Bakar di dalam kepemimpinannya. Hal ini dibuktikannya dengan keberhasilannya mempersatukan dan mendorong kaum Muslimin yang pada awalnya sempat meragukannya untuk memerangi orang-orang yang ingin menghancurkan Islam seperti halnya orang-orang murtad, orang-orang yang enggan membayar zakat, dan orang-orang yang mengaku dirinya sebagai nabi.
3.        Meski masa kepemimpinannya tergolong singkat, Abu Bakar berhasil menorehkan jasa-jasanya bagi umat muslim pada waktu itu. Salah satunya dengan membentuk lembaga "Baitul Mal", semacam kas negara atau lembaga keuangan untuk meningkatkan kesejahteraan umatnya.
4.        Di akhir hayatnya beliaupun masih sempat memikirkan umatnya dengan mewasiatkan seperlima hartanya bagi fakir miskin serta mewasiatkan siapa pengganti tonggak kepemimpinannya kelak dengan harapan agar tidak terjadi pertikaian antar umat sepeninggal beliau nanti.

B.       Saran
Sebagai umat islam hendaknya kita meneladani sifat-sifat baik dari Abu Bakar Ashshiddiq agar nantinya islam bisa memperoleh lagi masa kejayaannya. Dan mengenai makalah ini, tiada gading yang tak retak dengan kata lain makalah ini tak luput dari kekurangan. Oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dari berbagai pihak demi lebih baiknya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA


Abiyan, Amir. 1990. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Departemen Agama RI.
Fuadi, Imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Teras.
Haekal, Muhammad Husaen. 2003. Abu Bakr As-Siddiq. Jakarta: Litera Antar Nusa.
Ibrahim, Hasan. 2002. Sejarah Kebudayaan Islam Jilid I. Jakarta: Kalam Mulia.
Islam, Dewan Redaksi Ensiklopedi. 2004. Ensiklopedi Islam I. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Katsir, Ibnu. 2004. Al-Bidayah Wan Nihayah. Jakarta: Darul Haq.
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Thohir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


[1] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 19.
[2] Ibid, hlm.20.
[3] Ibnu Katsir, Al-Bidayah Wan Nihayah, (Jakarta: Darul Haq, 2004), hlm. 24.
[4] Ibid, hlm. 29.
[5] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 26.
[6] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam I, (Jakarta: PT Ichtiar van Hoeve, 1997), hlm.  39.
[7] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 73.
[8] Muhammad Husaen Haekal, Abu Bakr As-Siddiq, (Jakarta: Litera Antar Nusa, 2003), hlm. 24.
[9] Ibid, hlm. 25.
[10] Hasan Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam Jilid I, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm.2.
[11] Amir Abiyan, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1990), hlm. 10.
[12] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 27.
[13] Ibnu Katsir,  Al-Bidayah Wan Nihayah, (Jakarta: Darul Haq, 2004), hlm. 27.
[14] Ibid, hlm. 28.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar