SEJARAH
KEKHALIFAHAN ABU BAKAR ASHSHIDDIQ
MAKALAH
Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah
Peradaban Islam
Yang
dibina oleh Prof. Dr. H. Imam Fuadi, M.Ag
Disusun
Oleh:
Kelompok
1
1.
Diky Eko Saputro (17205153001)
2.
Risma Nur Izzati (17205153002)
3.
Ama Mutnin (17205153005)
4.
Anisa Rochim (17205153006)
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
TULUNGAGUNG
Maret 2016
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
TULUNGAGUNG
Maret 2016
KATA
PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt.yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya
kepada kita semua. Sholawat serta
salam semoga tetap terlimpahkan
kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad saw.dan semoga kita akan selalu
mendapat syafaatnya baik didunia maupun di akhirat kelak.
Alhamdulillah, dengan pertolongan dan hidayah-Nya penulis dapat
menyusun makalah ini untuk memenuhi
tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang berjudul SEJARAH
KEKHALIFAHAN ABU BAKAR ASHSHIDDIQ.
Kami menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak penulisan makalah ini
tidak mungkin terlaksana dengan baik.Oleh karena itu penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1.
Dr. Mafthukin,
M.Ag. selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah memberikan
kesempatan kepada kami untuk menimba ilmu di IAIN Tulungagung ini,
2.
Prof. Dr. H. Imam Fuadi, M.Ag. selaku Dosen
pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang telah
membimbing dan mengarahkan kami dengan sabar agar mempunyai pemahaman yang benar
mengenai mata kuliah ini,
3.
Semua pihak
yang telah membantu menyelesaikan penyusunan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
membuahkan ilmu yang maslahahfiidinniwadunyawalakhirah.
Tulungagung, 01 Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
COVER............................................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................. 2
C.
Tujuan Pembahasan.............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Biografi Abu Bakar Ashshiddiq........................................................... 3
B.
Masa Pemerintahan Abu Bakar Ashshiddiq......................................... 5
C. Jasa-jasa Abu Bakar Ashshiddiq.......................................................... 10
D. Akhir Hayat Abu Bakar
Ashshiddiq.................................................... 12
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................... 15
B.
Saran..................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di zaman sekarang ini, umat islam sangat
minim sekali dengan yang namanya pengetahuan akan sejarah peradaban agamanya
sendiri. Baik itu pada masa nabi Muhammad saw. maupun pada masa kekhalifahan.
Padahal, banyak hal-hal yang patut kita teladani dari perjuangan-perjuangan
yang telah mereka lakukan dalam menyebarkan dan mempertahankan islam. Oleh
karena itu, disini kami akan memaparkan tentang sejarah salah satu khalifah
yaitu Abu Bakar Ashshiddiq.
Tahukah kalian? Bahwa
sepeninggal nabi Muhammad saw., sejumlah tokoh Muhajirin dan Ansharin berkumpul
di Balai Kota Bani Saidah Madinah untuk memusyawarahkan siapa yang akan dipilih
menjadi pemimpin. Dalam musyawarah tersebut cukup berjalan alot, karena dari
masing-masing pihak, baik dari Muhajirin maupun Anshar sama-sama merasa berhak
menjadi pemimpin umat Islam.
Namun dengan semangat
ukhuwah Islamiyyah yang tinggi, akhirnya Abu Bakar Ashshiddiq secara demokratis
terpilih menjadi pemimpin umat Islam menggantikan nabi Muhammad saw. Rasa
semangat ukhuwah Islamiyah yang turut dijiwai sikap demokratis tersebut dapat
dibuktikan adanya masing-masing pihak menerima dan mau membaiat Abu Bakar Ashshiddiq
sebagai pemimpin umat islam. Disini kami akan memaparkan tentang Biografi, Masa
pemerintahan, Jasa-jasa, serta akhir hayat Abu Bakar Ashshiddiq. Dan semoga
pemaparan dari kelompok kami ini bisa bermanfaat.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
biografi Abu Bakar Ashshiddiq?
2.
Bagaimana
masa pemerintahan Abu Bakar Ashshiddiq?
3.
Bagaimana
jasa-jasa Abu Bakar Ashshiddiq?
4.
Bagaimana
akhir hayat Abu Bakar Ashshiddiq?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
Untuk
menjelaskan biografi Abu Bakar Ashshiddiq.
2.
Untuk
menjelaskan masa pemerintahan Abu Bakar Ashshiddiq.
3.
Untuk
menjelaskan jasa-jasa Abu Bakar Ashshiddiq.
4.
Untuk
menjelaskan akhir hayat Abu Bakar Ashshiddiq.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Abu Bakar Ashshiddiq
Abu Bakar dilahirkan pada tahun kedua atau tahun
ketiga dari tahun gajah. Beliau dua atau tiga tahun lebih tua dari nabi
Muhammad saw. Beliau merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yakni Atiq
(Abu Bakar), kedua Mu'taq dan ketiga Utaiq, yang terlahir dari pasangan Abu
Quhafah dan Ummu al-Khair Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin
Taim. Kedua orang tua Abu Bakar merupakan keturunan Bani Talim, yang merupakan
salah satu keluarga yang mempunyai status sosial yang cukup tinggi di kalangan
suku Quraisy.[1]
Nama Abu Bakar Ashshiddiq, sebenarnya adalah Abdullah
bin Usman bin Amir bin Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab
bin Lu'ai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasy at-Taimi. Abu Bakar bertemu nasabnya
dengan Nabi saw. pada kakeknya yakni Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai. Beliau kemudian
berganti nama menjadi Abu Bakar Ashshiddiq. Nama ini sebenarnya adalah gelar
yang diberikan oleh Rasulullah karena ia adalah orang yang paling cepat masuk
islam (Abu Bakar) dan As-Sidiq yang berarti “amat membenarkan”, gelar ini
diberikan karena ia amat segera membenarkan Rasulullah saw. dalam berbagai
macam peristiwa, terutama peristiwa isra’ mi’raj.[2]
Berbicara mengenai karakter fisik, Abu Bakar adalah
seorang yang bertubuh kurus, dan berkulit putih. Aisyah pernah menerangkan
tentang karakter bapaknya, "Beliau berkulit putih, kurus, tipis kedua pelipisnya,
kecil pinggang (sehingga kainnya seialu turun dari pinggangnya), wajahnya
seialu berkeringat, hitam matanya, berkening lebar, tidak bisa bersaja’ dan
seialu mewarnai jenggotnya dengan memakai hinai maupun katam."
Adapun akhlaknya, beliau terkenal dengan kebaikan,
keberanian, kokoh pendirian, selalu memiliki ide-ide yang cemerlang dalam keadaan
genting, banyak toleransi, penyabar memiliki azimah (keinginan keras), faqih, paling
mengerti dengan garis keturunan Arab dan berita-berita mereka, sangat bertawakkal
kepada Allah dan yakin dengan segala janji-Nya bersifat wara' dan jauh dari
segala syubhat, zuhud terhadap dunia, selalu mengharapkan apa-apa yang lebih
baik di sisi Allah, serta lembut dan ramah.[3]
Sedangkan berbicara mengenai keislaman, keislaman Abu
Bakar lah yang paling banyak membawa manfaat besar terhadap Islam dan kaum
muslimin dibandingkan dengan keislaman selainnya. Hal ini dikarenakan kedudukannya
yang tinggi dan semangat serta kesungguhannya dalam berdakwah. Dengan
keislamannya maka masuk mengikutinya tokoh-tokoh besar yang masyhur sepérti
Abdurrahman bin Auf, Sa'ad bin Abi Waqqas, Usman bin Affan, Zubair bin Awwam,
dan Talhah bin Ubaidil-lah ra Di awal keislamannya beliau menginfakkan di jalan
Allah apa yang dimilikinya sebanyak 40.000 dirham, beliau banyak memerdekakan
budak-budak yang disiksa karena keislamannya di jalan Allah, seperti Bilal ra. Beliau
jugalah selalu mengiringi Rasulullah saw. selama di Makkah, bahkan dialah yang
mengiringi beliau ketika bersembunyi dalam gua dan dalam perjalanan hij-rah
hingga sampai di kota Madinah. Di samping itu beliau mengikuti seluruh
peperangan yang diikuti Rasulullah saw. baik perang Badar, Uhud, Khandaq,
Penaklukan kota Makkah, Hunain maupun peperangan di Tabuk.
Mengenai kisah percintaannya, ternyata Abu Bakar
pernah menikah sebanyak 4 kali, yang pertama ia pernah menikah dengan Qutailah
binti Abd al-Uzza bin Abd bin As'ad pada masa Jahiliyyah dan dari pernikahan tersebut
lahirlah Abdullah dan Asma'. Beliau juga menikahi Ummu Ruman binti Amir bin
Uwaimir bin Zuhal bin Dahman dari Kinanah, dari pernikahan tersebut lahirlah
Abdurrahman dan Aisyah ra. Beliau juga menikahi Asma' binti Umais bin Ma'add
bin Taim al- Khats'amiyyah, dan sebelumnya Asma' diperisteri oleh Ja'far bin
Abi Thalib. Dari hasil pernikahan ini lahirlah Muhammad bin Abu Bakar, dan
kelahiran tersebut terjadi pada waktu haji Wada' di Dzul Hulaifah. Beliau juga
menikahi Habibah binti Kharijah bin Zaid bin Abi Zuhair dari Bani al-Haris bin
al-Khazraj. Abu bakar pernah singgah di rumah Kharijah ketika beliau datang ke Madinah
dan kemudian mempersunting putrinya, Dari pernikahan tersebut lahirlah Ummu
Kaltsum.[4]
B. Masa Pemerintahan Abu Bakar Ashshiddiq
Sebenarnya rasulullah sudah mengisyaratkan bahwa
penerus tongkat kepemimpinannya adalah Abu Bakar, karena lima hari menjelang
wafat, Rasulullah saw. berpidato menerangkan keutamaan Abu Bakar Ashshiddiq ra.
dibandingkan seluruh sahabat yang lainnya, ditambah lagi instruksi nabi
dihadapan seluruh sahabat agar Abu Bakar ditunjuk menjadi imam kaum muslimin
dalam shalat. Mungkin khutbah nabi ini merupakan pengganti dari keinginan
beliau untuk menuliskan wasiat siapa yang menjadi penggantinya, dalam khutbah
ini Rasulullah saw. mandi sebelumnya, kemudian keluar untuk shalat bersama kaum
muslimin dan kemudian menyampaikan khutbahnya. Hal yang pertama kali disebutnya
setelah memuji Allah, adalah perihal orang-orang yang terbunuh di perang Uhud,
maka beliau berdoa dan memohon ampunan untuk mereka. Kemudian beiau berkata, "Wahai
kaum Muhajirin sesunggunya jumlah kalian semakin banyak, sementara Anshar tetap
sebagaimana adanya, dan sesungguhnya mereka adalah ibarat rumah tempat
kembaliku, oleh karena itu hormatilah orang-orang yang mulia diantara mereka,
dan maafkanlah orang-orang yang berbuat kesalahan dari mereka. Kemudian beliau
melanjutkan, "Wahai sekalian manusia sesungguhnya ada seorang hamba yang
disuruh untuk memilih antara kekal di dunia atau memilih apa-apa yang ada di
sisi Allah, maka dia memilih apa-apa yang ada di sisi Allah". Maka ketika
itu hanya Abu Bakar yang faham dari sekian banyak sahabat, dan beliau langsung
menangis. Beliau berkata, "Tetapi kamilah yang menjadi tebusanmu wahai
Rasulullah saw. dengan diri kami, anak-anak maupun harta kami", maka
Rasulullah saw. menjawab, "Sebentar wahai Abu Bakar! Lihatlah ke arah
pintu-pintu rumah yang mengarah ke masjid, maka tutuplah kecuali pintu Abu
Bakar, aku tidak pernah mengetahui ada seseorang yang begitu mulia berteman denganku
selain Abu Bakar. "Imam Ahmad berkata, "Amir menyampaikan kepada
kami, ia berkata, Fulaih menyampaikan kepada kami dari Salim Abu Nadhr dari
Bisr bin Sa'id dari Abu Sa'id, dia berkata, " Rasulullah saw. pernah berpidato
sembari berkata, "Sesungguhnya Allah menyuruh seorang hamba memilih antara
dunia dan apa-apa yang dijanjikanNya di sisiNya, namun hamba tersebut memilih
apa yang ada di sisi Allah. "Abu Sa'id berkata, "Seketika itu Abu
Bakar menangis, dan kami heran kenapa beliau menangis, padahal Rasulullah saw.
hanyalah menceritakan seorang hamba yang diberi pilihan. Namun akhirnya kami
paham bahwa sebenarnya Rasulullah saw. tahu siapa hamba yang dimaksud tersebut,
karena itu maka Abu Bakarlah yang paling alim di antara kami. "Rasulullah
saw. bersabda, "Andai saja aku dibolehkan mengangkat seseorang menjadi
kekasihku selain Rabbku pastilah aku memilih Abu Bakar, namun cukuplah persaudaraan
Islam dan kecintaan karenanya, maka jangan ada lagi rumah-rumah yang pintunya
mengarah ke masjid dan hendaklah ditutup kecuali pintu Abu Bakar saja.[5]
Tapi sahabat-sahabat nabi serta kaum muhajirin dan
ansarin tidak sadar atas instruksi tersirat nabi tersebut. Terbukti begitu nabi
wafat mereka sempat mengalami kebingungan karena kekosongan kekuasaan. Bahkan sempat terjadi perselisihan
faham antara kaum Muhajirin dan Ansharin tentang siapa yang akan menggantikan
Nabi sebagai khalifah kaum Muslimin. Pihak Muhajirin menghendaki dari golongan
Muhajirin dan pihak Anshar menghendaki pihaknya yang memimpin. Situasi yang
memanas inipun dapat diatasi oleh Abu Bakar, dengan cara Abu Bakar menyodorkan
dua orang calon khalifah yaitu Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah.
Namun keduanya justru menjabat tangan Abu Bakar dan mengucapkan baiat memilih
Abu Bakar.[6]
Setelah Rasulullah
saw. wafat pada 632 M, Abu Bakar terpilih sebagai khalifah pertama pengganti
Rasulullah saw dalam memimpin negara dan umat Islam. Waktu itu daerah kekuasaannya
hampir mencakup seluruh Semenanjung Arabia yang terdiri atas berbagai suku
Arab.
Sebagai khalifah Abu
Bakar mengalami dua kali baiat. Pertama di Saqifa Bani Saidah yang dikenal
dengan Bai 'at Khassah dan kedua di Masjid Nabi (Masjid Nabawi) di Madinah yang
dikenal dengan Bai’at A 'mmah.
Seusai acara
pembaitan di Masjid Nabawi, Abu Bakar sebagai khalifah yang baru terpilih
berdiri dan mengucapkan pidato. la memulai pidatonya dengan menyatakan sumpah
kepada Allah swt. dan menyatakan ketidak berambisiannya untuk menduduki jabatan
khalifah tersebut. Abu Bakar selanjutnya mengucapkan "Saya telah
terpilih menjadi pemimpin kamu sekalian meskipun saya bukan orang yang terbaik
di antara kalian. Karena itu, bantulah saya seandainya saya berada di jalan
yang benar dan bimbinglah saya seandainya saya berbuat salah. Kebenaran adalah
kepercayaan dan kebohongan adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di antara
kalian menjadi kuat dalam pandangan saya hingga saya menjamin hak-haknya
seandainya Allah menghendaki dan orang yang kuat di antara kalian adalah lemah
dalam pandangan saya hingga saya dapat merebut hak daripadanya. Taatilah saya
selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bila saya mendurhakai Allah
dan Rasul-Nya, janganlah ikuti saya".
Di masa awal
pemerintahan Abu Bakar, diwarnai dengan berbagai kekacauan dan pemberontakan,
seperti munculnya orang-orang murtad, aktifnya orang-orang yang mengaku diri
sebagai nabi (nabi palsu), pemberontakan dari beberapa kabilah Arab dan
banyaknya orang-orang yang ingkar membayar zakat.
Munculnya orang-orang
murtad disebabkan oleh keyakinan mereka terhadap ajaran Islam belum begitu mantap,
dan wafatnya Rasulullah saw. menggoyahkan keimanan mereka. Mereka beranggapan bahwa
kaum Quraisy tidak akan bangun lagi setelah Nabi Muhammad saw. wafat. Dan
mereka merasa tidak terikat lagi dengan agama Islam lalu kembali kepada ajaran
agama sebelumnya. Tentang orang-orang yang mengaku diri nabi sebenarnya telah
ada sejak masa rasulullah saw., tetapi kewibawaan Rasulullah saw. menggetarkan
hati mereka untuk melancarkan aktivitasnya. Diantara nabi palsu seperti
Musailamah Al Kadzab dari Bani Hanifah, Tulaihah bin Khuwailid dari Bani As'ad
Saj'ah Tamimiyah dari Bani Yarbu, dan Aswad Al Ansi dari Yaman.
Mereka mengira, bahwa
Abu Bakar adalah pemimpin yang lemah, sehingga mereka berani membuat kekacauan.
Pemberontakan kabilah disebabkan oleh anggapan mereka bahwa perjanjian perdamaian
yang dibuat bersama Nabi saw. bersifat pribadi dan berakhir dengan wafatnya
Nabi saw., sehingga mereka tidak perlu lagi taat dan tunduk kepada penguasa
Islam yang baru. Orang-orang yang enggan membayar zakat hanyalah karena
kelemahan iman mereka. Terhadap semua golongan yang membangkang dan memberontak
itu Abu bakar mengambil tindakan tegas. Ketegasan ini didukung oleh mayoritas
umat.[7]
Untuk menumpas
seluruh pemberontakan, ia membentuk sebelas pasukan masing-masing dipimpin oleh
panglima perang yang tangguh, seperti Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Ikrimah
bin Abu Jahal, dan Syurahbil bin Hasanah. Dalam waktu singkat seluruh kekacauan
dan pemberontakan yang terjadi dalam negeri dapat ditumpas dengan sukses.[8]
Meskipun fase
permulaan dari kekhalifahan Abu Bakar penuh dengan kekacauan, ia tetap berkeras
melanjutkan rencana Rasulullah saw. untuk mengirim pasukan ke daerah Suriah di
bawah pimpinan Usamah bin Zaid. Pada mulanya keinginan Abu Bakar ditentang oleh
para sahabat dengan alasan suasana dalam negeri sangat memprihatinkan akibat
berbagai kerusuhan yang timbul. Akan tetapi setelah ia meyakinkan mereka bahwa
itu adalah rencana Rasulullah saw., akhirnya pengiriman pasukan itupun
disetujui.
Langkah politik yang
ditempuh Abu Bakar itu ternyata sangat manis dan membawa dampak yang positif.
Pengiriman pasukan pada saat negara dalam keadaan kacau menimbulkan
interpretasi di pihak lawan bahwa kekuasaan Islam cukup tangguh sehingga para
pemberontak menjadi gentar.
Di samping itu, langkah
yang ditempuh Abu Bakar tersebut juga merupakan taktik untuk mengalihkan
perhatian umat Islam dalam perselisihan yang bersifat intern. Pasukan Usamah
berhasil menunaikan tugasnya dengan gemilang dan kembali dengan membawa harta
rampasan perang yang berlimpah.
Masa kekhalifahan Abu
Bakar cukup singkat, masa sesingkat itu dihabiskan untuk menyelesaikan
persoalan dalam negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku
bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintahan Madinah. Karena
sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan
pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut
Perang Riddah (perang melawan kemurtadan) dan pahlawan yang banyak berjasa
dalam perang tersebut adalah Khalid bin Walid.[9]
Dapat dikatakan bahwa
masa pemerintahan Abu Bakar adalah masa yang unik. Karena masa tersebut adalah
masa yang transisi yang wajar. Karena pemerintahan yang dijalankan oleh Abu
Bakar sistem yang digunakan sama saja dengan sistem yang digunakan oleh
Rasulullah. Kendati demikian, ada beberapa prinsip dari kepemimpinannya yang
perlu kita teladani diataranya, Abu Bakar sadar bahwa sebuah kekuasaan memiliki
kecenderungan besar untuk korup. Maka untuk menghindari hal tersebut seorang
pemimpin sangat membutuhkan yang namanya kritik atau pengawasan sosial sebagai
bentuk ‘check and balance’, Oleh
karena itu beliau membuka ruang yang lebar bagi segala bentuk kritik kepada
kepemimpinannya. Tidak hanya itu saja sebagai seorang pemimpin beliau juga
tidak bersikap arogan dan otoriter. Karena beliau sadar bahwa selain sebagai
seorang pemimpin beliau juga tetaplah seorang manusia biasa yang tidak mungkin
luput dari kesalahan. Bagi Abu Bakar tidak layak seorang pemimpin meniru slogan
“the king can do no wrong”, sehingga dapat bersikap semena-mena dan memaksakan
kehendak kepada umatnya.[10]
C.
Jasa-jasa Abu Bakar Ashshiddiq
Walaupun pemerintahan
Abu Bakar hanya berlangsung selama singkat yakni antara 11 sampai 13 Hijriyah
(632-634M), namun beliau banyak berjasa terhadap kemajuan bagi umat islam di
masa itu. Diantaranya dalam berbagai bidang, yakni:
1.
Perbaikan Sosial Masyarakat
Perbaikan sosial yang dilakukan Abu Bakar
ialah usaha untuk menciptakan stabilitas wilayah Islam dengan berhasilnya
mengamankan tanah Arab dari para penyeleweng (orang-orang murtad, nabi-nabi
palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat).
2.
Perluasan dan Pembangunan Wilayah Islam
Abu Bakar melakukan
perluasan wilayah ke luar Jazirah Arab. Daerah yang dituju adalah Irak dan
Suriah yang berbatasan langsung dengan wilayah kekuasaan Islam. Kedua daerah
itu menurut Abu Bakar harus ditaklukkan dengan tujuan untuk memantapkan
keamanan wilayah Islam dari serbuan dua adikuasa, yaitu Persia dan Bizantium.
Untuk ekspansi ke Irak dipimpin oleh Khalid bin Walid, sedangkan ke Suriah
dipimpin tiga panglima yaitu : Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sufyan dan Surahbil
bin Hasanah.
3.
Pengumpulan Ayat-ayat Al-Qur’an
Inisiatif ini muncul
atas usul dari sahabat Umar bin Khattab yang merasa khawatir kehilangan Al-Qur'an
setelah para sahabat yang hafal Al-Qur'an banyak yang gugur dalam peperangan,
terutama waktu memerangi para nabi palsu. Alasan lain karena ayat-ayat Al-Qur'an
banyak berserakan ada yang ditulis pada daun, kulit kayu, tulang dan
sebagainya. Hal ini dikhawatirkan mudah rusak dan hilang.
Pada awalnya Abu
Bakar sedikit keberatan untuk melaksanakan tugas tersebut, ini dikarenakan hal
tersebut belum pemah dilaksanakan pada masa Nabi Muhammad saw. Namun karena
alasan Umar yang rasional yaitu banyaknya sahabat penghafal Al-Qur'an yang
gugur di medan pertempuran dan dikhawatirkan akan habis seluruhnya, akhirnya
Abu Bakar menyetujuinya, dan selanjutnya menugaskan kepada Zaid bin Sabit, penulis
wahyu pada masa Rasulullah saw, untuk mengerjakan tugas pengumpulan itu.[11]
4.
Sebagai Kepala Negara dan Pemimpin Umat
Sebagai kepala negara
dan pemimpin umat, Abu Bakar senantiasa meneladani perilaku rasulullah saw.
Bahwa prinsip musyawarah dalam pengambilan keputusan seperti yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad saw. selalu dipraktekkannya. Ia sangat memperhatikan keadaan
rakyatnya dan tidak segan-segan membantu mereka yang kesulitan. Terhadap sesama
sahabat juga sangat besar perhatiannya. Sahabat yang telah menduduki jabatan
pada masa Nabi Muhammad saw. tetap dibiarkan pada jabatannya, sedangkan sahabat
lain yang belum mendapatkan jabatan dalam pemerintahan juga diangkat
berdasarkan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki. Dengan hal ini
pemerintahan pada masa beliau berlangsung dengan sangat baik. Karena orang yang
ditunjuk sudah berdasarkan kualifikasi tertentu, dan tidak sembarangan.
5.
Meningkatkan Kesejahteraan Umat
Untuk meningkatkan
kesejahteraan umatnya, Abu Bakar
membentuk lembaga "Baitul Mal",
semacam kas negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu
Ubaidah, sahabat Nabi saw. yang digelari "amin
al-ummah" (kepercayaan umat). Selain itu didirikan pula lembaga
peradilan yang ketuanya dipercayakan kepada Umar bin Khattab.
Abu Bakar juga membagi
sama rata hasil rampasan perang (ghanimah).
Dalam hal ini ia berbeda pendapat dengan Umar bin Khattab yang menginginkan
pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan yang dikemukakan
Abu Bakar adalah semua perjuangan yang dilakukan atas nama Islam adalah akan
mendapat balasan pahala dan Allah swt. di akhirat. Karena itulah biarlah mereka
mendapat bagian yang sama. Hal ini menandakan bahwa Abu Bakar adalah seorang
khalifah yang sangat bijaksana.[12]
D.
Akhir Hayat Abu Bakar Ashshiddiq
Al Hafizh Ibnu Katsir berkata, “Abu Bakar Ashshiddiq
ra. wafat pada hari senin di malam hari”, ada yang mengatakan juga bahwa Abu
Bakar wafat setelah maghrib (malam selasa) dan dimakamkan pada malam itu juga
yakni tepatnya 8 hari sebelum berakhirnya bulan Jumadil Akhir tahun 13 H,
setelah beliau mengalami sakit selama 15 hari. Pada waktu itu umar menggantikan
posisinya sebagai imam kaum muslimin dalam shalat. Ketika sakit beliau
menuliskan wasiatnya agar tonggak kekuasaannya kelak diberikan kepada Umar bin al-Khaththab,
dan yang menjadi juru tulis waktu itu adalah Ustman bin Affan. Setelah suratnya
selesai segera dibacakan kepada segenap kaum muslimin.
Abu Bakar wafat pada usia 63 tahun, persis dengan usia
nabi. Akhirnya Allah mengumpulkan jasad mereka dalam satu tanah, sebagaimana
Allah mengumpulkan mereka dalam kehidupan.
Sebelum
wafat beliau juga telah mewasiatkan agar seperlima dari hartanya disedekahkan
sembari berkata, “aku akan menyedekahkan hartaku sejumlah yang Allah ambil dari
harta fa’i kaum muslimin”.
Bahkan menjelang
ajalnya beliau juga masih sempat menyelesaikan sebuah persoalan besar sebelum
wafat, yakni dengan menetapkan calon khalifah yang akan menggantikannya. Dengan
demikian ia telah mempersempit peluang bagi timbulnya pertikaian di antara umat
Islam mengenai jabatan khalifah kelak. Dalam menetapkan calon penggantinya Abu
Bakar tidak memilih anak atau kerabatnya yang terdekat, melainkan memilih orang
lain yang secara obyektif dinilai mampu mengemban amanah dan tugas sebagai khalifah,
yaitu sahabat Umar bin Khattab. Pilihan tersebut tidak diputuskannya sendiri,
tetapi dimusyawarahkannya terlebih dahulu dengan sahabat-sahabat besar. Setelah
disepakati , barulah ia mengumumkan calon khalifah itu.
Ketika beliau dalam kondisi sekarat, ada yang berkata
“maukah anda kami carikan seorang dokter?” maka spontan beliau menjawab “dia
telah melihatku (Allah) dan dia berkata, “sesungguh-Nya aku akan berbuat
apa-apa yang Kukehendaki”.
Ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa beliau
wafat karena mandi pada waktu musim dingin yang bersengatan, yang membuat
beliau demam sehingga wafat karena demamnya tersebut. Dan dalam keadaan sakit
tersebut beliau sempat melantunkan sebuah syair, yang berbunyi:
Engkau selalu memberikan kabar duka cita atas kematian kekasihmu
Hingga kini engkaulah yang akan merasakan kematian itu
Banyak orang memiliki cita-cita
Namun kematian jualah yang menghadang segalanya
Dan ketika
sakaratul maut, pertanda bahwa ajal yang menjemputnya akan datang, putri beliau
yakni aisyah melantunkan sebuah bait syair:
Sesungguhnya tidak guna kekayaan
bagi seseorang
Ketika dada terasa sempit dan susah
bernafas
Mendengar
hal tersebut beliau kemudian berkata, “Jangan katakan demikian wahai ummul
mukminin, namun katakan, “Dan datanglah
sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang selalu kamu lari padanya”.[13]
Versi lain juga ada yang menyebutkan bahwa di suatu
waktu seorang dokter bernama Al-Harits pernah memakan daging yang dihadiahkan
kepada Abu Bakar, maka setelah mereka berdua memakan daging itu, Al-Harits pun
berkata, “Angkatlah tangan anda wahai khalifah Rasulullah saw., demi Allah
sesungguhnya daging ini telah beracun”, maka Abu Bakar segera mengangkat
tangannya. Sejak saat itu keduanya selalu merasa sakit, hingga pada akhirnya
keduanya wafat satu tahun kemudian.[14]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Abu Bakar lahir pada tahun kedua
atau ketiga dari tahun gajah, dia memiliki kepribadian yang baik, bahkan
sebelum memeluk islam. Tak heran jika kepribadian beliau itu bisa berhasil
mengambil hati perempuan-perempuan yang pernah berumah tangga dengannya.
2.
Prinsip-prinsip
dalam Islam, dilukiskan Abu Bakar di dalam kepemimpinannya. Hal ini
dibuktikannya dengan keberhasilannya mempersatukan dan mendorong kaum Muslimin
yang pada awalnya sempat meragukannya untuk memerangi orang-orang yang ingin
menghancurkan Islam seperti halnya orang-orang murtad, orang-orang yang enggan
membayar zakat, dan orang-orang yang mengaku dirinya sebagai nabi.
3.
Meski
masa kepemimpinannya tergolong singkat, Abu Bakar berhasil menorehkan
jasa-jasanya bagi umat muslim pada waktu itu. Salah satunya dengan membentuk
lembaga "Baitul Mal",
semacam kas negara atau lembaga keuangan untuk meningkatkan kesejahteraan
umatnya.
4.
Di akhir
hayatnya beliaupun masih sempat memikirkan umatnya dengan mewasiatkan seperlima
hartanya bagi fakir miskin serta mewasiatkan siapa pengganti tonggak
kepemimpinannya kelak dengan harapan agar tidak terjadi pertikaian antar umat
sepeninggal beliau nanti.
B. Saran
Sebagai umat islam hendaknya kita meneladani
sifat-sifat baik dari Abu Bakar Ashshiddiq agar nantinya islam bisa memperoleh
lagi masa kejayaannya. Dan mengenai makalah ini, tiada gading yang tak retak
dengan kata lain makalah ini tak luput dari kekurangan. Oleh sebab itu kami
mengharapkan kritik dari berbagai pihak demi lebih baiknya makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Abiyan, Amir. 1990. Sejarah
Kebudayaan Islam. Jakarta:
Departemen Agama RI.
Fuadi, Imam. 2011. Sejarah
Peradaban Islam. Yogyakarta: Teras.
Haekal, Muhammad Husaen. 2003. Abu Bakr As-Siddiq. Jakarta: Litera Antar Nusa.
Ibrahim,
Hasan. 2002. Sejarah Kebudayaan Islam
Jilid I. Jakarta: Kalam Mulia.
Islam, Dewan Redaksi
Ensiklopedi. 2004. Ensiklopedi Islam I. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Katsir, Ibnu. 2004. Al-Bidayah Wan Nihayah. Jakarta: Darul Haq.
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Thohir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
[1] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta:
Teras, 2011), hlm. 19.
[2] Ibid, hlm.20.
[3] Ibnu Katsir, Al-Bidayah Wan Nihayah, (Jakarta: Darul
Haq, 2004), hlm. 24.
[4] Ibid, hlm. 29.
[5]
Ajid Thohir,
Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia
Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 26.
[6]
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi
Islam I, (Jakarta: PT Ichtiar van Hoeve, 1997), hlm. 39.
[7] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung:
Pustaka Setia, 2008), hlm. 73.
[9] Ibid, hlm. 25.
[10] Hasan Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam Jilid I, (Jakarta:
Kalam Mulia, 2002), hlm.2.
[12] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta:
Teras, 2011), hlm. 27.
[14] Ibid, hlm. 28.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar