KESENIAN
JARANAN
MAKALAH HASIL
PENELITIAN
Disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah
Seni Budaya dan Keterampilan MI/SD
Yang dibina oleh
Dra. Selasih Rini
Oleh:
Kelompok 1
1.
Risma
Nur Izzati (17205153002)
2.
Tria
Anggari Saputri (17205153009)
3.
Lina
Jinatul Falah (17205153015)
4.
Fita
Arinda (17205153029)
5.
Sinta
Ika Windarwati (17205153032)
6.
Miftah
Adhani (17205153037)
7.
Widayatul
Fitriani (17205153045)
8.
Rahayu
Septi Nur Azizah (17205153045)
PENDIDIKAN
GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
September 2016
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
September 2016
KATA
PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt.yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya
kepada kita semua. Sholawat serta
salam semoga tetap terlimpahkan
kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad saw.dan semoga kita akan selalu
mendapat syafaatnya baik didunia maupun di akhirat kelak.
Dengan pertolongan dan hidayah-Nya
penulis dapat menyusun makalah hasil penelitian ini untuk memenuhi
tugas mata kuliah Seni Budaya dan Keterampilan Mi/SD yang berjudul KESENIAN
JARANAN.
Kami menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak penulisan makalah ini
tidak mungkin terlaksana dengan baik.Oleh karena itu penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1.
Dr. Mafthukin,
M.Ag. selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah memberikan kesempatan
kepada kami untuk menimba ilmu di IAIN Tulungagung ini,
2.
Dra. Selasih Rini, selaku Dosen
pengampu mata kuliah Seni Budaya dan Keterampilan MI/SD yang telah membimbing
dan mengarahkan kami dengan sabar agar mempunyai pemahaman yang benar mengenai mata
kuliah ini,
3.
Semua pihak
yang telah membantu menyelesaikan penyusunan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
membuahkan ilmu yang maslahahfiidinniwadunyawalakhirah.
Tulungagung, 22 September 2016
Penulis
DAFTAR ISI
COVER........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................. 2
C.
Tujuan Pembahasan.............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kesenian Jaranan................................................................ 3
B.
Sejarah Kesenian Jaranan...................................................................... 4
C.
Kostum dalam Kesenian Jaranan.......................................................... 6
D.
Alat Musik dalam Kesenian Jaranan..................................................... 12
E.
Struktur Pertunjukan Kesenian Jaranan................................................ 17
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................... 22
B.
Saran..................................................................................................... 22
LAMPIRAN................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 27
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era
modern seperti sekarang ini, semua lapisan masyarakat khususnya generasi muda
di Indonesia ini sudah mulai lupa akan kesenian lokal yang ada di sekitarnya,
salah satunya kesenian jaranan yang berasal dari daerah jawa. Sekarang ini
mereka hanya memandang kesenian jaranan sebagai sebuah tontonan yang muncul
pada peringatan tujuh belasan. Selama ini juga, kesenian jaranan selalu
diidentikkan dengan unsur-unsur mistisnya saja, karena dalam perjalanannya
selama ini, pertunjukkan jalanan selalu diwarnai dengan kejadian “ndadi”
(kerasukan) yang sebagian besar menimpa para pemainnya. Padahal dibalik asumsi
itu semua, kesenian jaranan mengandung unsur agamis terutama pada asal-usul
diciptakannya kesenian itu sendiri.
Oleh karena
itu kami rasa perlu untuk meluruskan hal ini, dengan menjelaskan sejarah
sejarah mengenai kesenian jaranan serta makna-makna yang tertuang di dalam
setiap gerakan tarian jaranan itu sendiri, kami harap masyarakat bisa merubah
pandangan negatifnya terhadap salah satu warisan budaya Indonesia ini. Selain
itu, saat ini kesadaran masyarakat untuk melestarikan kesenian jaranan
dipandang sangat jauh dari kata peduli, menginngat rendahnya minat dari warga
sekitar khususnya anak-anak sebagai generasi penerus bangsa untuk mempelajari
kesenian jaranan ini dari sang empunya yakni Mbah Loso. Oleh karena itu,
diharapkan dari adanya observasi ini kita sebagai agen perubahan mampu
memberikan solusi untuk menarik minat semua kalangan untuk mempelajari kesenian
jaranan.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
pengertian kesenian jaranan?
2.
Bagaimana
sejarah kesenian jaranan?
3.
Bagaimana
kostum dalam kesenian
jaranan?
4.
Bagaimana alat musik dalam kesenian
jaranan?
5.
Bagaimana
struktur pertunjukkan
kesenian jaranan?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
Untuk
menjelaskan pengertian kesenian jaranan.
2.
Untuk
menjelaskan sejarah kesenian jaranan.
3.
Untuk
menjelaskan kostum dalam kesenian jaranan.
4.
Untuk menjelaskan alat musik dalam
kesenian jaranan.
5.
Untuk
menjelaskan struktur pertunjukkan kesenian jaranan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesenian Jaranan
Seni jaranan bisa
diartikan sebagai suatu kesenian yang dalam pelaksanaannya properti utama
yang digunakan adalah Kuda buatan atau yang masyarakat jawa biasa sebut dengan
“Jaranan”. Adapun mengenai
bahan baku properti tersebut sangat beragam dan bergantung pada kreativitas
masyarakat daerah pendukungnya. Adapun mengenai pemilihan “Kuda” bukannya tanpa makna. Dalam budaya
Jawa,“Jaran/Kuda” merupakan binatang simbol kekuatan,
lambang keperkasaan, dan lambang kesetiaan. Ketika manusia menggunakan kuda sebagai
kendaraannya, maka manusia digambarkan sedang berjuang menempuh kehidupannya
untuk mencapai tujuan hidupnya.
Jaranan menggambarkan perjuangan seorang manusia dalam meniti
kehidupan. Dalam memperjuangkan hidup ini, pastinya seseorang tidak akan pernah
lepas dari yang namanya tantangan ataupun godaan yang mencoba untuk
menjerumuskan kita ke dalam jurang kesalahan. Tantangan atau godaan yang ditemui oleh seseorang di dalam
kehidupan ini digambarkan di dalam kesenian jaranan manakala sang penari diganggu oleh perwujudan setan yang
diumpamakan dengan penari topeng (thethek melek) yang berwajah menyeramkan dengan
gerakan tariannya sengaja mengecoh penari agar berbuat kesalahan.
Tak jarang dalam menghadapi godaan tersebut pada titik terlemah manusia,
kita terhanyut olehnya dan cenderung untuk terbuai di dalamnya. Di titik
tersebut kita tidak sadar bahwa yang kita perbuat itu merupakan suatu hal yang
salah. Dalam tarian tersebut hal ini diwujudkan manakala sang penari yang hanyut oleh thethek melek
dan kemudian mengalami kesurupan. Sebenarnya tidak harus kesurupan sungguhan
tetapi cukup ekspresi saja. Untuk mengingatkan manusia bahwa kelak
apa yang kita perbuat di dunia ini entah itu baik ataupun buruk kelak pasti
akan mendapat ganjaran yang setimpal pada hari pembalasan. Dalam jaranan hal ini disimbolkan dengan angkara
murka yang diperankan
dengan tari barong dan celeng dengan
maksud menggambarkan hari pembalasan.
Selama ini banyak
orang salah paham dalam memaknai seni jaranan ,mereka beranggapan bahwa pelaku
jaranan pemuja roh hewan seperti roh kuda. Anggapan itu salah, simbol kuda
hanya diambil guna melambangkan semangat untuk memotifasi hidup saja. Ada juga yang beranggapan bahwa kesenian jaranan itu musyrik karena
identik dengan kesurupan, kemenyan, dupa, dan bunga tujuh rupa. Anggapan itu juga salah, karena
pelaku seni jaranan berusaha mengingatkan manusia bahwa di dunia ini ada dua
macam alam kehidupan, ada alam nyata dan alam ghaib.
B. Sejarah Kesenian Jaranan
Jaranan adalah seni tari
yang dimainkan dengan menaiki kuda tiruan yang terbuat dari anyaman bambu
(kepang). Dalam memainkan seni ini biasanya juga diiringi dengan musik khusus
yang sederhana karena kesenian ini dahulunya merupakan permainan rakyat, yaitu
dengan gong, kenong, kendang, dan slompret (sejenis alat musik tiup tradisional).
Menurut penuturan dari
seorang narasumber yang bernama Mbah Loso, sehubungan dengan wawancara yang
berhasil kelompok kami laksanakan kemarin pada tanggal 16 September 2016, pukul 13.00, Bahwa sejarah jaranan itu dimulai dari cerita Syaikh Bakil
yang dulunya memasang tumbal di tanah jawa. Pada saat itu para nabi menyuruh
Syaikh Bakil untuk membuang tumbuhan-tumbuhan di tanah jawa. Ketika
sudah melaksanakannya, kemudian Syaikh bakil menjawab “sampun gusti”. Syaikh Bakil membuang tumbuhan tersebut
di ‘kendil dalung’. Kendil dalung itu kalau
dalam bahasa Indonesia berarti
‘tempat pembuangan’. Para nabi mengutus Syaikh Bakil
untuk melihat hasil tumbuhannya tersebut. Setelah dilihatnya ternyata di tempat tersebut
telah tumbuh beberapa tumbuhan yang diantaranya padi, aren, bambu, kayu jati,
kayu cendana, dan kayu wali kukun.
Setelah Syaikh Bakil
melihat tumbuhan tersebut, syaikh Bakil berjalan menuju ke tengah hutan. Ketika itu Syaikh Bakil bertemu dengan ula (ular), jaran (kuda), asu (anjing), celeng (babi), dan jin lanang lan wadon (jin laki-laki
dan perempuan).
Setelah itu Syaikh Bakil mengajak para nabi pergi ke pasar untuk berbelanja. Di pasar, mereka bertemu dengan jin lanang lan
jin wadon (jin laki-laki dan jin perempuan). Setelah itu Syaikh bakil mengajak para nabi untuk membeli
gamelan, gong besar, gong kecil, kenong kecil, kenong besar, srompet, dan
kendang.
Temuan Syaikh Bakil di
hutan tadi kemudian
dijadikan sebagai pemain dalam kesenian jaranan diantaranya: ular dijadikan barongan, kuda dijadikan jaranan, jin lanang wadon (jin
laki-laki perempuan) dijadikan prentol
lanang wedok, anjing dijadikan celeng, jin wedok ayu-ayu (jin perempuan
cantik-cantik) dijadikan
teledek. Rambut
jaranan dibuat dari ‘suri uduk’
(ijuk) sedangkan badan jaranan berasal dari anyaman bambu. Dari situlah lahirnya kesenian
jalanan dimulai.
Para ulama memakai
kesenian jaranan sebagai media dakwah, karena kesenian jaranan merupakan suatu
kesenian yang murah dan cukup digemari oleh semua kalangan masyarakat, seperti
halnya Sunan Kalijogo yang menyebarkan Islam atau dakwahnya lewat kesenian
Wayang Kulit dan Dandang Gulo, beliau dan para ulama jawa juga menyebarkan dakwahnya
melalui kesenian-kesenian lain yang salah satunya adalah seni jaranan.
Bukti bahwa kesenian ini
adalah kesenian yang mempunyai sifat dakwah adalah dapat dilihat dari isi
cerita yang ditunjukan oleh karakter para tokoh yang ada dalam tarian jaranan,
tokoh-tokoh itu antara lain para prajurit berkuda, Barongan dan Celengan. Dalam
kisahnya para tokoh tersebut masing-masing mempunyai sifat dan karakter yang
berbeda, simbul Kuda menggambarkan suatu sifat keperkasaan yang penuh semangat,
pantang menyerah, berani dan selalu siap dalam kondisi serta keadaan apapun,
simbol kuda disini dibuat dari anyaman bambu, anyaman bambu ini memiliki makna,
dalam kehidupan manusia ada kalannya sedih, susah dan senang, seperti halnya
dengan anyaman bambu kadang diselipkan ke atas kadang diselipkan ke bawah,
kadang ke kanan juga ke kiri, semua sudah ditakdirkan oleh Yang Kuasa, tinggal
manusia mampu atau tidak menjalani takdir kehidupan yang telah digariskan-Nya, Barongan dengan raut muka yang
menyeramkan, matanya membelalak bengis dan buas, hidungnya besar, gigi besar
bertaring serta gaya gerakan tari yang seolah-olah menggambarkan bahwa dia
adalah sosok yang sangat berkuasa dan mempunyai sifat adigang, adigung, adiguno
yaitu sifat semaunnya sendiri, tidak kenal sopan santun dan angkuh, simbul
celengan atau babi hutan dengan gayanya yang sludar-sludur lari kesana kemari
dan memakan dengan rakus apa saja yang ada dihadapanya tanpa peduli bahwa
makanan itu milik atau hak siapa, yang penting ia kenyang dan merasa puas,
seniman kuda lumping mengisyaratkan bahwa orang yang rakus diibaratkan seperti
Celeng atau Babi hutan.
Sifat dari para tokoh
yang diperankan dalam seni tari jaranan merupakan pangilon atau gambaran dari
berbagai macam sifat yang ada dalam diri manusia. Para seniman jaranan
memberikan isyarat kepada manusia bahwa didunia ini ada sisi buruk dan sisi
baik, tergantung manusianya tinggal ia memilih sisi yang mana, kalau dia
bertindak baik berarti dia memilih semangat kuda untuk dijadikan motifasi dalam
hidup, bila sebaliknya berarti ia memlih semangat dua tokoh berikutnya yaitu
Barongan dan Celengan atau babi hutan.
C. Kostum dalam Kesenian Jaranan
Dalam setiap pementasan suatu kesenian,
kostum atau busana yang dikenakan merupakan salah satu unsur terpenting yang
perlu diperhatikan.
1.
Udeng
Udeng merupakan sebutan untuk kain yang dililitkan di
kepala si penari jaranan. Fungsi dari udeng ini tak lain adalah sebagai
pengikat serta untuk aksesoris kepala. Udeng dapat dibentuk menjadi
bermacam-macam sesuai dengan kreativitas sang penata rias. Sekarang ini udeng
sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat baik dari segi warna maupun
motif. Bahkan sekarang ini udeng tersedia dalam bentuk instan. Tinggal langsung
pakai tanpa perlu repot-repot untuk mengikatnya.
2.
Sumpeng
Sumpeng adalah sejenis aksesoris yang biasa dipakai
penari jaranan di telinganya. Kadang berbentuk lancip yang divariasi dan
dipakai di sela-sela daun telinga.
3.
Kalung
Kalung yang dipakai penari dalam kesenian jaranan tidak
seperti kalung-kalung yang kita pakai dalam keseharian. Kalung pada kesenian
jaranan dirasa lebih mirip rompi yang diikatkan di leher. Biasanya kalung ini
terbuat dari kain khusus yang diberi motif tertentu serta dilengkapi dengan
mote atau manik-manik. Dalam hal ini kalung sebatas berfungsi sebagai aksesoris
untuk mempercantik kostum yang dikenakan.
4.
Baju
Jaranan
Baju atau kostum yang dikenakan dalam kesenian jaranan
bermacam macam. Ada yang hanya memakai pakaian ala madura ada juga yang
berkostum seperti yang biasa kita temui dalam pentas tari jaranan pada umumnya.
Menurut kelompok kami dalam hal pakaian tidak ada kaidah harus memakai pakaian
jaranan yang sedemikian rupa. Intinya sesuai kemampuan atau selera
masing-masing penari.
5.
Sampur/Selendang
Selendang disini berfungsi sebagai aksesoris pelengkap
saja. Selendang ini biasanya di kaitkan di pinggang si penari.
6.
Jarik
Jarik sebagian besar bermotif batik. Pada zaman dahulu
jarik digunakan sebagai tapih oleh kaum perempuan. Sekarang ini, jarik seolah
multi fungsi, salah satunya ya bisa kita gunakan sebagai elemen pendukung dalam
kostum tari slah satunya tari jaranan. Dalam hal ini jarik biasanya dikaitkan di
pinggang si penari.
7.
Klinthing
Klinthing merupakan sejenis aksesoris tari jaranan yang
menghasilkan bunyi gemerincing. Sebenarnya klinthing merupakan aksesoris untuk
si jaranan, tapi karena tidak memungkinkan untuk dipasangkan sebab dalam hal ini
di jaranan tidak terdapat kaki, akhirnya klinthing ini pun diikatkan pada kaki
si penari.
8.
Pecut/Cambuk
Pecut pada kesenian jaranan berfungsi untuk menghelak
kuda yang sedang ditunggangi agar lebih bersemangat. Pecut atau cemethi
merupakan suatu simbol semangat yang membara.
9.
Kuda
Tiruan
Dalam hal ini biasanya rambut kuda terbuat dari ijuk,
terkadang ada juga yang terbuat dari tali rafia sedangkan badan kuda terbuat
dari anyaman bambu.
Gambar kelengkapan kostum
kesenian jaranan
|
D. Alat Musik dalam Kesenian Jaranan
Pada pembahasan sebelumnya, sudah sedikit dijelaskan mengenai alat musik
apa saja yang digunakan dalam pertunjukkan jaranan semisal kenong, kempul,
glur, serompet, kendang dan lainnya. Agar lebih jelasnya, disini kami mencoba
untuk membahas secara lebih rinci lagi mengenai alat musik yang biasanya
digunakan dalam pertunjukan kesenian jaranan lengkap dengan gambarnya. Berikut
rinciannya:
1.
Kenong
Kenong merupakan salah satu alat
musik yang digunakan dalam kesenian jaranan. Kenong biasanya dimainkan dengan
dipukul oleh satu alat pemukul. Alat ini merupakan pengisi akor atau harmoni
dalam permainkan gamelan, kenong berfungsi sebagai penentu batas-batas gatra,
menegaskan irama. Jumlah dalam satu set kenong bervariasi,
tapi biasanya sekitar 10 buah. Kenong
merupakan unsur instrumen pencon gamelan
yang paling gemuk, dibandingkan dengan kempul dan
gong yang
walaupun besar namun berbentuk pipih. Kenong ini disusun pada pangkon
berupa kayu keras yang dialasi dengan tali, sehingga pada saat dipukul kenong
tidak akan bergoyang ke samping namun dapat bergoyang ke atas bawah, sehingga
menghasilkan suara. Bentuk kenong yang besar menghasilkan suara yang rendah
namun nyaring dengan timber yang khas (dalam telinga masyarakat Jawa
ditangkap berbunyi ning-nong, sehingga dinamakan kenong). Dalam gamelan,
suara kenong mengisi sela-sela antara kempul. Salah
satu bagian dari kenong menghasilkan bunyi ‘nong’ yang memiliki arti ‘neng pikirane kang
bener’, sedangkan bagian
kenong yang lain memiliki bunyi ‘ning’ yang memiliki arti ‘ning kang demunung’.
2.
Kempul
Kempul
merupakan salah satu perangkat gamelan yang ditabuh, biasanya digantung menjadi
satu perangkat dengan Gong. Gamelan
memiliki 2 jenis instrumen yaitu instrumen keras dan instrumen lunak. Adapun kempul termasuk bagian dari kelompok
instrumen keras dari gamelan. Kempul memiliki bentuk
mirip dengan gong tetapi lebih kecil. Kempul menandai aksen-aksen penting dalam
kalimat lagu/gendhing. Dalam hubungannya dengan lagu/gendhing, kempul bisa
memainkan nada yang sama dengan nada balungan, kadang-kadang kempul mendahului
nada balungan berikutnya. Kempul menghasilkan suara yang lebih tinggi daripada
Gong, sedangkan yang lebih kecil akan menghasilkan suara yang lebih tinggi
lagi. Kempul memiliki arti ‘ben
kabeh kumpul’, yang
dimaksud dengan ‘kumpul’ disini adalah agar semua berkumpul di agama islam.
3.
Glur
Glur merupakan nama lain dari gong besar. Nama glur memiliki arti ‘ben
kabeh jeblur’, maksudnya
agar semua orang masuk ke dalam agama islam. Gong merupakan
sebuah alat musik pukul yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Gong ini
digunakan untuk alat musik tradisional. Gong yang telah ditempa belum dapat
ditentukan nadanya. Nada gong baru terbentuk setelah dibilas dan dibersihkan.
Apabila nadanya masih belum sesuai, gong dikerok sehingga lapisan perunggunya
menjadi lebih tipis. Gong dimainkan dengan cara ditopang oleh kelima
jari dan dimainkan dengan cara dipukul sebuah stik pendek. Cara memegang
kkwaenggwari menggunakan lima jari ini ternyata memiliki kegunaan khusus,
karena satu jari (telunjuk) bisa digunakan untuk meredam getaran gong dan
mengurangi volume suara denting yang dihasilkan. Selain
digunakan sebagai pengiring jaranan, alat musik gong biasanya juga dimainkan
dalam upacara keluarga, masyarakat, kerajaan, dan keagamaan. Selain dikenal
sebagai alat musik, gong dianggap sebagai harta , mas kawin, pusaka, lambang
status pemilik, perangkat upacara, dan lainnya.
4.
Kendhang
Kendhang adalah instrumen dalam gamelan Jawa yang salah satu fungsi utamanya mengatur irama.
Instrument ini dibunyikan dengan tangan, tanpa alat bantu. Dalam
jaranan, kendang memiliki arti ‘ndang mangkat’
maksudnya agar orang-orang bergegas atau cepat-cepat berangkat ke masjid. Jenis kendang
yang kecil disebut ketipung, yang menengah disebut kendang ciblon/kebar.
Pasangan ketipung ada satu lagi bernama kendang gedhe biasa disebut kendang kalih.
Kendang kebanyakan di mainkan sesuai naluri pengendang, sehingga bila dimainkan
oleh satu orang dengan orang lain maka akan berbeda nuansanya. Kendang
yang baik terbuat dari kayu nangka, kelapa
atau cempedak. Kulit kerbau
sering digunakan untuk bam (permukaan bagian yang memancarkan ketukan bernada
rendah) sedangkan kulit kambing digunakan untuk chang
(permukaan luar yang memancarkan ketukan bernada tinggi). Pada tali
kulit yang berbentuk "Y" atau tali rotan,
yang dapat dikencangkan atau dikendurkan untuk mengubah nada dasar. Semakin
kencang tarikan kulitnya, maka semakin tinggi pula suara yang d
ihasilkan.
5.
Serompet
Serompet merupakan satu-satunya jenis alat musik tiup
yang digunakan untuk mengiringi jaranan. Srompet dapat diartikan sebagai salah
satu jenis alat musik
tiup yang mempunyai 4 – 6 lubang nada dan bagian untuk meniupnya berbentuk
corong. Dalam kesenian jaranan, serompet memilki arti ‘serti beduk’ yang digunakan sebagai penanda akan
dimulainya waktu shalat.
E.
Struktur Pertunjukan Kesenian Jaranan
Sebelum Kesenian Jaranan dimulai, biasanya pawang melakukan
obong-obong serta mengucapkan kata-kata atau mantra sebagai berikut:
Salam
ipun salam
Jin
setan gentayangan
Gadar
pati lilu
Gendruwo
tetean
Jaranan
klawu seng nggo di ayang-yang
Kulo
suguh sekul arum
Ge
gandhane, ge rasane
Kulo
nyuwun tambahane pangerti
Wilujenge
jin, setan gentyangan
Masuk
anggota jaranan
Kena
sabda klawu kenek
Jiwa
raga kang metu
Selanjutnya Pawang (Pemimpin Pertunjukan) membawa cemeti
(Cambuk) yang di cambukkan ke tanah dengan berkeliling mengitari area
pertunjukan, kegiatan tersebut dijadikan penanda bahwa acara akan segera
dimulai juga sebagai lambang perlindungan pada area pentas dari berbagai
gangguan, baik gangguan dari mahluk yang tak tampak maupun gangguan yang
ditimbulkan oleh manusia. Beberapa tarian yang ada pada keseian jaranan yaitu
seagai berikut :
1.
Tarian Jaranan
Tari Jaranan biasanya
ditampilkan oleh 4 penari yang menggunakan kuda tiruan, dengan dua kuda
berwarna putih dan dua lainnya berwarna hitam sebagai lambang keadaan yang
selalu berlawanan di dunia. tari jaranan juga dibagi menjadi tiga adegan yakni
pertama adalah adegan Solah Prajuritan dimana semua penari menari bersama
laksana prajurit yang siap untuk berperang, kedua adalah adegan Solah Perang
yang mana para prajurit berkuda berperang melawan Barongan / Macanan serta
Celeng (Penari yang menggunakan kostum menyerupai Babi Hutan), peperangan
tersebut semuanya dimenangkan oleh para penari berkuda sebagai simbol bahwa
pertentangan antara baik dan buruk akan selalu dimenangkan oleh kebaikan.
selanjutnya adalah adegan Solah Krida yang digambarkan sebagai keberhasilan
seseorang dalam memerangi segala rintangan dalam kehidupannya.
2.
Tarian Barongan
Setelah tarian
jaranan selesai, kemudian dilanjutkan dengan munculnya penari yang menari
dengan menggunakan kostum menyerupai macan. macan atau harimau dalam hal ini disimbolkan
oleh masyarakat sebagai lambang energi negatif.
3.
Tari Celengan
Ini merupakan penanda akhir dari Kesenian Jaranan, penari
dengan menggunakan busana menyerupai Celeng menari-nari mengikuti iringan
musik. Perwujudan Celeng dimaknai oleh Masyarakat sebagai secara etimologi
yakni Nyelengi atau Menabung sebagai lambang energi positif agar manusia
senantiasa untuk selalu ingat terhadap kebutuhan hidup yang akan datang.
Jenis
jaranan yang berkembang luas di daerah Tulungagung ini adalah jaranan
sentherewe. Fragmen cerita yang diambil pada jaranan Sentherewe sama dengan
jaranan yang lain, namun busana yang dikenakan adalah busana wayang orang
Surakarta (wayang wong Surakarta). Selain itu, gerak tari sudah banyak
dipengaruhi oleh tari ngremo yang terlihat pada gerakan kaki yang sangat
menonjol. Pemain Jaranan Sentherewe ini sangat banyak yaitu sekitar 16 hingga
28 orang, berpasangan sehingga jumlah pemain selalu genap. Walaupun begitu
mereka tidak tampil secara bersamaan melainkan bergantian masing-masing 4 orang
sehingga pertunjukan ini berlangsung relative panjang. Di sela-sela kemunculan
para penari Jaranan biasanya diselingi dengan kemunculan penari yang mengenakan
topeng binatang imaginary seperti, misalnya: naga atau kuda yang bertarung,
juga muncul penari yang berperang sebagai babi hutan, dengan cara penari inilah
kemudain para prajurit berkuda bertarung. Pertunjukan ini biasanya dilakukan di
lapangan terbuka dan berlangsung sekitar 6 hingga 8 jam. Biasanya akan berhenti
ketika salah satu atau beberapa pemain sudah mengalami kesurupan (in trance).
Ada juga
kesenian jaranan bumbung yang berkembang di daerah Kalangbret, Tulungagung,
Jawa Timur. Jaranan ini melukiskan para prajurit penunggang kuda. Jumlah penari
tidak terbatas hanya saja karena berpasangan pada umumnya berjumlah genap
antara enam hingga delapan orang. Semua penari laki-laki, masing-masing membawa
satu jaranan. Jaranan ini disebut Jaranan Bumbung karena musik pengiringnya
adalah Bumbung. Bumbung adalah bambu yang dipotong dalam berbagai ukuran
sehingga ketika diketuk ke bawah menghasilkan berbagai macam bunyi yang apabila
dipadukan bisa menghasilkan irama yang unik dan enak di dengar. Pertunjukan
Jaranan Bumbung ini biasanya diselenggarakan pada sore hari sesudah aktifitas di
sawah selesai, dimainkan dengan kostum yang relatif
sederhana, namun tetap menggambarkan seorang prajurit.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Seni
jaranan bisa diartikan sebagai suatu kesenian yang dalam pelaksanaannya properti
utama yang digunakan adalah Kuda buatan atau yang masyarakat jawa biasa
sebut dengan “Jaranan”. Jaranan menggambarkan perjuangan seorang manusia dalam meniti
kehidupan.
2.
Sejarah jaranan itu dimulai dari cerita Syaikh Bakil yang dulunya memasang
tumbal di tanah jawa. Adapun sifat dari para tokoh yang diperankan dalam seni tari jaranan
merupakan pangilon atau gambaran dari berbagai macam sifat yang ada dalam diri
manusia.
3.
Kostum ataupun properti yang digunakan
dalam kesenian jaranan antara lain: Udeng, sumpeng, kalung, baju jaranan, sampur,
jarik, klinthing pecut, dan jaranan.
4.
Alat musik yang digunakan dalam kesenian
jaranan diantaranya kenong, kempul, glur, kendhang, dan serompet.
5.
Struktur pertunjukkan kesenian jaranan
dimulai dari kegiatan obong-obong sambil mengucapkan mantra atau kalimat khusus
kemudian dilanjutkan dengan pawang (Pemimpin Pertunjukan) membawa cemeti (Cambuk) yang di cambukkan ke
tanah dengan berkeliling mengitari area pertunjukan, kegiatan tersebut
dijadikan penanda bahwa acara akan segera dimulai. Lalu disusul
dengan tarian jaranan, barongan, dan yang terakhir celengan
B.
Saran
Saran sehubungan dengan topik observasi yang kita bahas pada makalah ini
yakni tentang kesenian jaranan, hendaknya sebagai generasi muda kita harus
lebih mempunyai kesadaran untuk melestarikan kesenian jaranan yang kaya akan
makna ini. Karena banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari kesenian jaranan
itu diantaranya tentang pentingnya berjuang dalam menghadapi masalah yang
selalu mewarnai hidup ini, jadi jangan hanya dilihat dari segi mistisnya saja.
Dan saran sehubungan makalah ini, tiada gading yang tak retak dengan kata lain makalah ini tak luput dari
kekurangan. Oleh sebab itu, kami
mengharapkan kritik dari berbagai pihak demi lebih baiknya makalah ini.
LAMPIRAN
Foto ketika para anggota kelompok 1 tengah
mewawancarai Mbah Loso. (dari sebelah kiri Mbah Loso) Widayatul Fitriani,
Fita Arinda, dan Rahayu Septi Nur Azizah. (taken photo by: Risma Nur
Izzati)
|
Foto ketika salah satu anggota kelompok 1 yakni Lina
Jinatul Falah tengah mewawancarai Mbah Loso. (taken photo by: Risma Nur
Izzati)
|
(dari sebelah kiri Mbah Loso)
Widayatul Fitriani, Fita Arinda, Rahayu Septi Nur Azizah, Tria Anggari
Saputri, Sinta Ika Windarwati, dan Lina Jinatul Falah. (taken photo by:
Risma Nur Izzati)
|
(dari sebelah kanan) Rahayu, Sinta, Vita,
Lina, Mbah Loso lengkap dengan kostum kebanggaannya, Ani, Wida, Risma, dan
Putri.
|
(dari sebelah
kiri Mbah Loso) Widayatul Fitriani, Fita Arinda, Rahayu Septi Nur Azizah,
Tria Anggari Saputri, Risma Nur Izzati, dan Lina Jinatul Falah. (taken
photo by: Sinta Ika Windarwati)
|
(dari sebelah
kiri Mbah Loso) Widayatul Fitriani, Fita Arinda, Rahayu Septi Nur Azizah,
Tria Anggari Saputri, Risma Nur Izzati, dan Lina Jinatul Falah. (taken
photo by: Sinta Ika Windarwati)
|
DAFTAR PUSTAKA
Biodata Narasumber
Nama :
Mbah Loso
Tempat, tanggal lahir :
Tulungagung, 08
Februari 1947
Alamat :
Ds. Kates, Kec. Kauman, Kab. Tulungagung.
Perjalanan Karir :
§ Tahun 1954 bergabung dengan Jaranan
Begon yang beralamat di Dusun Jatisari,
Desa Kates.
§ Tahun 1968 bergabung dengan Jaranan Turonggo Muda yang beralamat di Dusun Sending,
Desa Kates, Kecamatan Kauman, Kabupaten Tulungagung.
§ Tahun 1990-sekarang bergabung dengan
Jaranan Kuda Birawa yang
beralamat di Desa Kates, Kecamatan Kauman, Kabupaten Tulungagung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar