STRATEGI
INTEGRASI DI INDONESIA
(BHINEKA
TUNGGAL IKA)
MAKALAH
Disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan
Yang dibina oleh
Lilis Aniyyah Zulfa, M.Pd.
Oleh:
Kelompok 10
1.
Lina
Jinatul Falah (17205153015)
2.
Maidatul Jannah (17205153051)
3.
Risma
Nur Izzati (17205153002)
4.
Nila Husna Alfi
Rohmah (17205153040)
PENDIDIKAN
GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
April 2016
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
April 2016
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur alhamdulilah kami panjatkan ke hadirat Allah swt. atas segala
karunia-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam
semoga senantiasa abadi, tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. dan keluarga
serta para sahabatnya.
Sehubungan
dengan selesainya penulisan makalah ini maka kami mengucapkan terima kasih
kepada:
1.
Dr. Maftukhin,
M.Ag., selaku Rektor IAIN Tulungagung,
2.
Dr. H. Abd.
Aziz, M.Pd.I., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN
Tulungagung,
3.
Lilis Aniyyah
Zulfa, M.Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan,
4.
Semua pihak
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Dengan
penuh harap semoga jasa kebaikan mereka diterima Allah swt. dan tercatat sebagai
amal shalih. Akhirnya, karya ini penulis suguhkan kepada segenap pembaca dengan
harapan adanya kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi pengembangan dan
perbaikan. Semoga karya ini bermanfaat dan mendapat ridha Allah swt.
Tulungagung,
20 April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Sampul Judul.................................................................................................... i
Kata Pengantar................................................................................................. ii
Daftar Isi.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................. 1
C.
Tujuan Pembahasan.............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Integrasi Nasional............................................................... 2
B.
Sejarah Bhineka Tunggal Ika................................................................ 4
C. Implementasi Bhineka Tunggal Ika...................................................... 7
D. Pendapat Mengenai Penerapan
Bhineka Tunggal Ika Sekarang Ini..... 11
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................... 18
B.
Kritik
dan Saran................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 19
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Negara
Indonesia adalah negara yang penuh dengan keragaman baik itu dari suku bangsa
maupun budayanya, daerah, ras, agama dan kepercayaan dan lain-lain. Namun
dengan banyaknya perbedaan itu Indonesia dapat membina dan mempersatukan
berbagai perbedaan tersebut dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika“ yang artinya walaupun berbeda–beda tetapi tetap satu
jua. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang memiliki
karakteristik yang unik yang dapat
dilihat dari budayanya, adat
serta tradisi yang ada.
Bhineka
Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia yang diangkat dari kitab Sutasoma
karya Empu Tantular. Bhineka Tunggal Ika sebagai pembentuk karakter dan jati
diri bangsa Indonesia dan disamping itu bangsa Indonesia relatif berhasil
membentuk identitas nasional.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana pengertian integrasi nasional?
2.
Bagaimana sejarah Bhineka Tunggal Ika?
3.
Bagaimana implementasi Bhineka Tunggal
Ika?
4.
Bagaimana pendapat mengenai penerapan Bhineka Tunggal Ika sekarang ini?
C.
Tujuan
Pembahasan
1.
Untuk memahami pengertian integrasi
nasional.
2.
Untuk memahami sejarah Bhineka Tunggal
Ika.
3.
Untuk memahami implementasi Bhineka
Tunggal Ika.
4.
Untuk memahami pendapat mengenai penerapan Bhineka Tunggal Ika sekarang ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Integrasi Nasional
Istilah integrasi nasional berasal dari dua kata
yaitu integrasi dan nasional. Istilah integrasi mempunyai arti pembauran atau
penyatuan sehingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Istilah nasional
mempunyai pengertian kebangsaan, bersifat bangsa sendiri, meliputi suatu bangsa
seperti cita-cita nasional. Di Indonesia istilah integrasi masih sering
disamakan dengan istilah pembauran atau asimilasi, padahal kedua istilah
tersebut memiliki perbedaan. Integrasi diartikan dengan integrasi kebudayaan,
integrasi sosial, dan pluralisme sosial. Sementara pembauran dapat berarti
penyesuaian antar dua atau lebih kebudayaan mengenai beberapa unsur kebudayaan (culutural traits) mereka yang berbeda
atau bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu sistem kebudayaan yang
selaras (harmonis).
Dengan
demikian Integrasi nasional dapat diartikan penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari suatu
masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh, atau memadukan
masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa. Untuk mewujudkan deperlukan keadilan
kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dengan tidak membedakan ras, suku,
agama, bahasa, gender, dan sebagainya. Sesuai dengan makana Bhineka Tunggai Ika
yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Sebenarnya upaya membangun keadilan,
kesatuan, dan persatuan bangsa merupakan bagian dari upaya membangun dan
membina stabilitas politik disamping upaya lain seperti banyaknya keterlibatan
pemerintah dalam menentukan komposisi dan mekanisme parlemen.
Dengan
demikian upaya integrasi nasional dengan strategi yang mantap perlu dilakukan
terus agar terwujud integrasi bangsa Indonesia yang diinginkan. Upaya
pembangunan dan pembinaan integrasi nasional ini perlu, karena pada hakikatnya
integrasi nasional tidak lain menunjukkan tingkat kuatnya kesatuan dan persatuan
bangsa yang diinginkan. Pada akhirnya persatuan dan kesatuan bangsa inilah yang
dapat lebih menjamin terwujudnya negara yang makmur aman dan tenteram.[1]
Faktor-faktor
pendorong integrasi nasional sebagai berikut:
1.
Faktor sejarah yang menimbulkan rasa
senasib dan seperjuangan.
2.
Keinginan untuk bersatu di kalangan
bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober
1928.
3.
Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa
Indonesia, sebagaimana dibuktikan perjuangan merebut, menegakkan, dan mengisi
kemerdekaan.
4.
Rasa rela berkorban untuk kepentingan
bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan oleh banyak pahlawan bangsa yang
gugur di medan perjuangan.
5.
Kesepakatan atau konsensus nasional
dalam perwujudan Proklamasi Kemerdekaan, Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah
Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan bahasa Indonesia.
6.
Adanya simbol kenegaraan dalam bentuk
Garuda Pancasila, dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
7.
Pengembangan budaya gotong royong yang
merupakan ciri khas kepribadian bangsa Indonesia secara turun temurun.
Faktor-faktor
penghambat integrasi nasional sebagai berikut:
1.
Masyarakat Indonesia yang heterogen
(beraneka ragam) dalam faktor-faktor kesuku bangsaan dengan masing-masing
kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya.
2.
Wilayah negara yang begitu luas, terdiri
atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh lautan luas.
3.
Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan, kesatuan dan persatuan bangsa,
baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
4.
Masih besarnya ketimpangan dan
ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan menimbulkan berbagai
rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan
Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk
rasa.
5.
Lemahnya nilai-nilai budaya bangsa
akibat kuatnya pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian
bangsa, baik melewati kontak langsung maupun kontak tidak langsung.
6.
Kontak langsung, antara lain melalui
unsur-unsur pariwisata, sedangkan kontak tidak langsung, antara lain melalui
media cetak (majalah, tabloid), atau media elektronik (televisi, radio, film,
internet, telepon seluler yang mempunyai fitur atau fasilitas lengkap).[2]
B.
Sejarah
Bhineka Tunggal Ika
Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan Negara.
Semboyan Bhineka Tunggal Ika memiliki arti
"walaupun berbeda-beda, tapi tetap satu jua". Tulisan semboyan ini
terpampang jelas di bawah lambang Indonesia yaitu Burung Garuda. Dalam lambang
Garuda, tulisan Bhineka Tunggal Ika berada dalam balutan pita yang dicengkeram
kaki burung Garuda.Semboyan Bhineka Tunggal Ika
sangat menggambarkan keberagaman
suku, bangsa, ras, dan agama yang ada di Indonesia. Keberagaman unsur budaya,
bangsa, dan lainnya yang ada di Indonesia menggambarkan kesatuan dan persatuan bangsa
Indonesia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa semboyan tersebut merupakan semboyan pemersatu
berbaga ibangsa, suku, agama, dan unsure lainnya sebagai bagian dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Awalnya,
semboyan yang dijadikan semboyan resmi Negara Indonesia sangat panjang, yaitu Bhineka
Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa. Semboyan Bhineka Tunggal Ika dikenal untuk
pertama kalinya pada masa Majapahit era kepemimpinan Wisnuwardhana. Perumusan semboyan
Bhineka Tunggal Ika ini dilakukan oleh Mpu Tantular dalam kitab Sutasoma. Perumusan
semboyan ini padadasarnya merupakan pernyataan kreatif dalam usaha mengatasi keanekaragaman
kepercayaan dan keagamaan. Hal itu dilakukan sehubungan usaha bina Negara
kerajaan Majapahit saat itu. Semboyan
Negara Indonesia ini telah memberikan nilai-nilai
inspiratif terhadap system pemerintahan pada masa kemerdekaan. Bhineka Tunggal
Ika pun telah menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Dalam
kitab Sutasoma, definisi Bhineka Tunggal Ika lebih ditekankan pada perbedaan dalam hal kepercayaan dan keanekaragaman agama yang
ada di kalangan masyarakat Majapahit. Namun, sebagai semboyan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, konsep Bhineka Tungggal Ika bukan hanya perbedaan agama dan kepercayaan
menjadi fokus, tapi pengertiannya lebih luas.
Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan Negara
memiliki cakupan lebih luas, seperti perbedaan suku, bangsa, budaya (adat istiadat),
beda pulau, dan tentunya agama dan kepercayaan yang menuju persatuan dan kesatuan
Nusantara.
Jika
diuraikan kata per kata, Bhineka berarti
Berbeda, Tunggal berarti Satu, dan Ika berarti Itu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
walaupun berbeda-beda, tapi pada hakekatnya satu. Dengan kata lain, seluruh perbedaan
yang ada di Indonesia menuju tujuan yang satu atau sama, yaitu bangsa dan
Negara Indonesia.
Berbicara
mengena ilambang Negara Kesatuan Republik Indonesia, lambang Garuda Pancasila dengan
semboyan Bhineka Tunggal Ika ditetapkan secara resmi menjadi bagian dari Negara
Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 pada 17 Oktober 1951 dan di Undang-undangkan pada 28 Oktober 1951 sebagai Lambang Negara. Usaha pada masa Majapahit maupun pada masa pemerintahan
Indonesia berlandaskan pada pandangan yang sama, yaitu pendangan mengenai semangat
rasa persatuan, kesatuan dan kebersamaan sebagai modal dasar untuk menegakkan Negara.
Bangsa
Indonesia sudah berabad-abad hidup dalam kebersamaan dengan keberagaman dan perbedaan. Perbedaan warna kulit, bahasa,
adat istiadat, agama, dan berbagai perbedaan lainya. Perbedaan tersebut dijadikan
para leluhur sebagai modal untuk membangun bangsa ini menjadi sebuah bangsa
yang besar. Sejarah mencatat bahwa seluruh anak bangsa yang berasal dari berbagai
suku semua terlibat dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Semua ikut berjuang
dengan mengambil peran masing-masing. Kesadaran terhadap tantangan dan cita-cita
untuk membangun sebuah bangsa telah dipikirkan secara mendalam oleh para
pendiri bangsa Indonesia. Keberagaman dan kekhasan sebagai sebuah realitas masyarakat
dan lingkungan serta cita-cita untuk membangun bangsa dirumuskan dalam semboyan
Bhinneka Tunggal Ika. Kebhinnekaan merupakan realitas sosial, sedangkan ke-tunggal-ika-an
adalah sebuah cita-cita kebangsaan. Wahana yang digagas sebagai “jembatan emas” untuk menuju pembentukan sebuah ikatan yang merangkul keberagaman dalam
sebuah bangsa adalah sebuah negara yang merdeka dan berdaulat.
Para pendiri Negara juga mencantumkan
banyak sekali pasal-pasal yang mengatur tentang keberagaman. Salah satu pasal tersebut
adalah tentang pentingnya keberagaman dalam pembangunan selanjutnya diperkukuh
dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal
36A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menegaskan bahwa Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Kita terdiri dari bermacam-macam suku yang mempunyai
kebudayaan daerahnya sendiri-sendiri. Kita memeluk agama dan menganut
kepercayaan yang berbeda-beda. Akan tetapi, kita adalah satu bangsa, memiliki
satu tanah air, dan mempunyai satu bahasa persatuan. Semboyan kita adalah
Bhineka Tunggal Ika.[3]
C.
Implementasi
Bhineka Tunggal Ika
Bhineka
Tunggal Ika merupakan semboyan negara Indonesia yang dijadikan sebagai dasar untuk
mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia. Sebagai masyarakat Indonesia kita
setidaknya mesti dapat menerapkan semboyan tersebut dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Misalnya saja
yang sederhanaya itu
seperti:
hidup saling menghargai antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya tanpa
memandang suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, warna kulit dan lain-lain.
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau dimana
setiap daerah memiliki adat istiadat, bahasa, ataupun aturan, kebiasaan yang berbedaan tara
satu dengan lainnya. Tanpa adanya kesadaran sikap untuk menjaga Bhineka Tunggal
Ika pastinya akan terjadi berbagai kekacauan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana setiap orang akan hanya mementingkan dirinya sendiri
atau daerahnya sendiri tanpa peduli
dengan kepentingan bersama. Bila hal tersebut terjadi pastinya
Negara kita ini akan terpecah belah. Oleh sebab itu marilah kita jaga semboyan Bhineka Tunggal Ika tersebut dengan sebaik-baiknya agar persatuan bangsa dan negara
Indonesia tetap terjaga dan kita pun haruslah sadar bahwa perlu perjuangan yang
begitu panjang untuk menyatukan seluruh komponen bangsa ini hingga menjadi sebuah negara kesatuan seperti sekarang ini.[4]
Ada
beberapa cara yang dapat kita
lakukan untuk menjadikan Bhineka Tunggal Ika lebih
membumi dalam pribadi masyarakat yang heterogenini, salah satunya yaitu dengan identitas
social mutual differentiation model dari
Brewer & Gaertner yang diterapkan pada diri setiap Individu dalam bangsaini.
mutual differentiation model adalah suatu
model dimana seseorang atau kelompok tertentu mempertahankan identitas asal
(kesukuanataudaerah) namun secara bersamaan kesemua kelompok tersebut juga memiliki
suatu tujuan bersama yang pada akhirnya mempersatukan mereka semua. Model ini akan
memunculkan identitas ganda yang bersifat hirarkis, dengan artian seseorang tidak
akan melepaskan identitas asalnya dan memiliki suatu identitas bersama yang
lebih tinggi nilainya. Sebagai contoh seseorang tidak melupakan asalnya sebagai
orang Minang, namun memiliki suatu kesatuan bersama yang lebih diutamakan yaitu
sebagai rakyat Indonesia.[5] Dengan
demikian identitas kesukuan atau daerah lebih rendah nilai dan keutamaannya dari
padai dentitas nasional, Sesuai dengan makna Bhinneka Tunggal Ika itu sendiri,
dimana persatuan adalah harga mati.
Mengimplementasikan
Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga dapat dilakukan
dengan memahami sifat-sifat
dari Bhineka Tunggal Ika itu sendiri, sifat-sifat tersebut mengandung sebuah
arti yakni membentuk kesatuan dari berbagai keanekaragaman, sebagai salah satu
contoh yakni keanekaragaman agama, dalam hal ini Bhineka Tunggal Ika tidak
dimaksudkan untuk membentuk agama baru, tetapi setiap agama diakui seperti apa
adanya. Sebagai suatu semboyan Bhineka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan
eksklusif, hal ini juga bermakna bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
tidak dibenarkan seseorang beranggapan bahwa dirinyalah yang paling benar,
paling hebat, dan tidak mengakui harkat dan martabat pihak lain. Dan sebaliknya
Bhineka Tunggal Ika tersebut bersifat Inklusif artinya golongan mayoritas dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara tidak memaksakan kehendaknya kepada golongan
minoritas. Bhineka Tunggal Ika juga bersifat formalitas yang hanya menunjukkan
perilaku semu dan juga dilandasi oleh sikap saling mempercayai, saling
menghormati, saling mencintai, dan sebagainya. Dengan cara inilah
keanekaragaman bisa dipersatukan. Bhineka Tunggal Ika juga bersifat konfergen
bukan difergen, yang mempunyai makna perbedaan yang terjadi dalam
keanekaragaman tidak perlu untuk dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu,
dalam bentuk kesepakatan bersama.
Sebagai patokan dalam mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika, kita juga bisa mempelajari konsep multikulturalistik yang terkandung didalamnya. Prinsip multikulturalistik merupakan suatu asas yang mengakui adanya
kemajemukan bangsa dilihat dari segi agama, keyakinan, suku bangsa, adat budaya,
keadaan daerah, dan ras. Kemajemukan tersebut dihormati dan dihargai serta
didudukkan dalam suatu prinsip yang dapa tmengikat keanekaragaman tersebut dalam
kesatuan yang kokoh. Kemajemukan bukan dikembangkan dan didorong menjadi factor
pemecah belah bangsa, tetapi sebaliknya, kemajemukan merupakan kekuatan yang dimiliki oleh masing-masing komponen bangsa,
untuk selanjutnya diikat secara sinerjik menjadi kekuatan yang luar biasa untuk
dimanfaatkan dalam menghadapi segala tantangan dan persoalan bangsa. Prinsip tersebut mendukung niali sebagai
berikut:
1)
Inklusif
2)
Terbuka
3)
Ko-eksistensi
Damai dan Kebersamaan
4)
Kesetaraan
5)
Tidak
merasa yang paling benar
6)
Toleran
7)
Musyawarah
disertai dengan penghargaan kepada pihak lain yang berbeda
Dan berikut beberapa implementasi dari nilai-nilai yang terkandung diatas:
1.
Perilaku Inklusif
Dapat
diimplementasikan dengan cara, menganggap diri kita baik
itu sebaga iindividu atau kelompok masyarakat, bahwa kita itu hanya
merupakan sebagian dari kesatuan dari masyarakat yang lebih luas. Dengan begitu seseorang akan menjadi sadar betapa
besar dan penting kelompoklainnya dalam kehidupan bersama, tidak memandang rendah
dan menyepelekan kelompok yang lain. Masing-masing memiliki peran yang tidak dapa
tdiabaikan, dan bermakna bagi kehidupan bersama. Jadi, dalam hal ini tidak ada lagi yang menilai bahwa
kelompoknyalah yang paling baik atau yang paling tinggi derajatnya. Semuanya
setara dan saling membutuhkan satu sama lainnya.
2.
Musyawarah untuk mencapai mufakat
Dalam hal ini, Bukan pendapat
sendiri yang harus dijadikan kesepakatan bersama, tetapi common denominator, yakni inti kesamaan yang dipilih sebagai
kesepakatan bersama. Hal ini hanya akan tercapai dengan proses musyawarah untuk
mencapai mufakat. Dengan cara ini segala gagasan yang timbul diakomodasi dalam
kesepakatan. Tidak ada yang menang tidak ada yang kalah. Inilah yang biasa
disebut sebagai win win solution.[6]
3.
Sikap kasih sayang dan rela berkorban
Dalam menerapkan Bhinneka Tunggal
Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu dilandasi oleh rasa kasih
sayang. Saling curiga mencurigai harus dibuang jauh-jauh. Saling percaya
mempercayai harus dikembangkan, iri hati, dengki harus dibuang dari kamus
Bhinneka Tunggal Ika. Eksistensi kita di dunia adalah untuk memberikan
pelayanan kepada pihak lain, dilandasi oleh tanpa pamrih pribadi dan golongan,
disertai dengan pengorbanan.Bila setiap warga negara memahami makna Bhinneka
Tunggal Ika, meyakini akan ketepatannya bagi landasan kehidupan berbangsa dan
bernegara yang multikulturalisme, serta mau dan mampu mengimplementasikan
secara tepat dan benar, maka Negara Indonesia akan tetap kokoh dan bersatu
selamanya. Seperti pepatah yang mengatakan “Bersatu kita teguh bercerai kita
runtuh.”
4.
Sikap rukun dan damai
Hal ini mencakup sikap toleransi,
saling hormat menghormati, mendudukkan masing-masing pihak sesuai dengan peran,
harkat dan martabatnya secara tepat, tidak memandang remeh pada pihak lain,
apalagi menghapus eksistensi kelompok dari kehidupan bersama, merupakan syarat
bagi lestarinya negara-bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Kerukunan hidup perlu
dikembangkan dengan sebaik-baiknya, agar mewujudkan kedamaian dan rasa aman.[7]
Selain keempat implementasi yang mengacu pada nilai-nilai prinsip diatas,
masih ada lagi implementasi Bhineka Tunggal Ika yang mungkin sedang berkembang
di dalam masyarakat saat ini dan seringkali kita temui atau amati, seperti yang
tercermin dari Pemilu yang kita
laksanakan. Walaupun pada dasarnya penduduk Indonesia tersebut berasal dari
suku yang berbeda-beda, jika sudah menyangkut nama bangsa apalagi jika sudah
berkaitan dengan masa depan bangsa mereka tidak lagi mempermasalahkan berasal
dari suku manakah orang-orang yang mencalonkan diri sebagai pemimpin tersebut.
Bagi mereka asalkan para calon pemimpin tersebut dapat membawa bangsa Indonesia
ini kearah yang lebih baik, mereka pasti akan berbondong-bondong untuk
memilihnya. Buktinya, selama ini dalam pelaksanaan Pemilu yang selalu
menggunakan cara pemilihan Demokratis yang melibatkan seluruh warga dari
berbagai macam suku, belum pernah kita temui orang yang menggugat seorang calon
pemimpin dari latar belakang suku mana mereka berasal. Dari hal tersebut bisa
kita nilai bahwa semboyan Bhineka Tunggal Ika memang benar-banar sudah
ditanamkan dan bahkan sudah melekat ke dalam jiwa dan raga masyarakat kita.
D.
Pendapat
Mengenai Penerapan
Bhineka Tunggal Ika Sekarang Ini
Bhineka
Tunggal Ika merupakan semboyan negara Indonesia sebagai dasar untuk mewujudkan
persatuan dan kesatuan Indonesia, dimana kita haruslah dapat menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari yaitu hidup saling menghargai antara masyarakat yang
satu dengan yang lainnya tanpa memandang suku bangsa, agama, bahasa, adat
istiadat, warna kulit dan lain-lain. Tetapi pada kenyataannya sekarang ini
penerapan bhineka tunggal ika mulai memudar. Berikut ini beberapa penyebab
lunturnya makna Bhineka Tunggal Ika, yaitu:
1.
Diskriminasi
Diskriminasi
adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak
langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku,ras,
etnik,kelompok, golongan, status sosial, status ekomomi, jenis kelamin, bahasa,
keyakinan politik yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan
pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar
dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi,
hukum, sosial, budaya dan aspek
kehidupan lainnya. Isi pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia tersebut dibuat sebagai landasan hukum bagi Indonesia dalam
menerapkan keadilan tanpa bentuk diskriminatif sesuai amanah Pancasila yang
salah satu butirnya menekankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Indonesia yang dikenal majmuk dengan berbagai
latar belakang yang berbeda-beda baik dari sisi agama, suku, ras, etnik,
kelompok, golongan, status sosial, status ekomomi, jenis kelamin, bahasa, dan
keyakinan politik bangsa Indonesia.
Namun
cita-cita mulia negara tersebut agaknya tidak diiringi dengan keprofesionalan
oknum pemerintah yang menjalankan roda birokrasi negara dalam mewujudkan
keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa harus menggunakan bentuk
diskriminatif agar tidak terjadi kecemburuan sosial antar sesama bangsa
Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari bagaimana buruknya sistem pelayanan
sosial ditengah kehidupan
masyarakat yang salah satu penyebabnya karena pihak aparatur negara masih
mengedepankan diskriminasi dalam menjalankan kinerja mereka demi keuntungan
personalia yang berakibat pada jeleknya image instansi yang mereka naungi
dimata masyarakat luas. Satu contoh yang dapat diambil adalah bagaimana
pelayanan hukum di Indonesia yang kerap kali diselingi dengan berbagai bentuk
diskriminasi dalam penegakanya.
Para koruptor yang notebenenya adalah pencuri
uang rakyat senantiasa mendapat pelayanan hukm yang istimewa meskipun mereka
telah berada didalam penjara. Kerap kali kita dengar mereka yang memiliki dana
besar untuk menyuap para oknum penegak hukum dapat menikmati kehidupan layaknya
orang biasa yang tidak berada di jeruji besi. Uang yang mereka rampas dari hak
rakyat itulah yang digunakan untuk menjamin pelayanan ekstra dalam menjalani
proses hukum yang mereka hadapi. Hal tersebut tentu tidak berdampak pada
taubatnya sang narapidana dalam melakukan penyimpangan yang merugikan negara
karena dimanapun mereka berada tetap fasilitas mewah dan ekstra dapat mereka
miliki.
Kisah dari tersangka kasus korupsi di Kantor
Pajakan Gayus Tambunan yang saat ditahan justru bisa pelesiran ke bali untuk
menonton pertandingan tenis Internasional, bahkan pergi keluar negeri dengan
uang yang dia miliki hasil dari korupsi yang ia lakukan.
Selain itu isu yang paling sering terjadi
tentang pelayanan ekstra para napi berdasi ini adalah izin berobat yang
senantiasa menjadi jurus ampuh bagi mereka yang tersandung masalah korupsi.
Cara ini merupakan hal klasik yang selalu digunakan oleh koruptor sebagai upaya
menunda-nunda persidangan yang berakhir pada terbenamnya kasus mereka
dikemudian hari.
Dan yang terbaru dan masih hangat adalah kasus
yang menimpa istri mantan Waka polri Adang Daradjatun, Nunun Nurbaiti yang tersandung masalah kasus
cek pelawat dan ditahan di rutan Pondok Bambu. Nunun yang sebelumnya menghuni
Paviliun Dahlia ruang 112 bersama puluhan napi wanita lainnya, dipindahkan
keruang 14 bersebelahan dengan Melinda Dee, tersangka kasus Citibank, karena
Nunun berulang kali menderita sakit dan harus dirujuk kerumah sakit. Hingga
pada saat ini ia hanya tinggal berdua dalam satu ruangan dengan Heni Farida
tersangka kasus pemalsuan surat yang tentunya lebih nyaman dibanding ruang
tahanan sebelumnya. Hal ini pasti tidak akan didapatkan oleh napi lain walaupun
mereka memiliki keluhan yang sama karena kapasitas pamor yang mereka miliki
berbeda.
Dari beberapa contoh kasus diatas kita dapat
melihat begitu istimewanya perlakuan hukum yang didapat oleh para penjahat yang
telah merugikan negara. Uang dan Popularitas yang mereka miliki seolah dapat
menjadi benteng pelindung bagi mereka meskipun kasus yang mereka timbulkan
berdampak besar bagi kesejahteraan rakyat banyak. Yang miskin
tetap sesuai aturan tegas. Jika
para koruptor dapat tetap menikmati proses hukum yang mereka jalani dengan uang
yang dimiliki, lain halnya dengan para rakyat kecil yang harus menjalani proses
hukum yang tegas meskipun kejahatan yang mereka timbulkan dikarenakan lilitan
kemiskinan yang meraka alami.
Dimulai dari kasus Nenek Minah, seorang tua
berusia 55 tahun yang harus menerima kenyataan pahit akibat perbuatan isengnya
memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) dan akibat
perbuatannya itu dia diganjar 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan.
Kejadian ini berawal saat Nek Minah sedang memanen kedelai di lahan garapannya
di Dusun Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa
Tengah, pada 2 Agustus lalu. Lahan garapan Nek Minah ini juga dikelola oleh PT
RSA untuk menanam kakao. Ketika Nek Minah sedang memanen kedelai, dia melihat 3
buah kakao yang sudah ranum. Nek Minah kemudian memetiknya untuk disemai
sebagai bibit di tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak
disembunyikan melainkan digeletakkan begitu saja di bawah pohon kakao. Namun
naas baginya seorang mandor perkebunan kakao PT RSA memergoki aksinya dan
melaporkannya ke polisi.
Apakah ini yang dinamakan keadilan bagi
seluruh rakyat Indonesia, bagaimana jika seorang koruptor yang telah merugikan
negara miliaran rupiah mendapat fasilitas ekstra dalam masa tahannya,
sebaliknya para rakyat kecil yang karena lilitan kemiskinan lantas melakukan
tindakan kirminal langsung diproses secara tegas.
Begitu mahalkah nilai keadilan dinegari ini
sehingga ini telah menjadi fenomena klasik dalam sistem penegakkan hukum di
Indonesia yang bersahabat dengan ketidakadilan.[8]
2.
Konflik
Konflik
adalah pertentangan antar anggota masyarakat yang bersifat menyeluruh. Sudah
sejak lama konflik banyak terjadi di Indonesia dan korbannya pun sudah tidak
dapat dihitung lagi, mulai dari korban jiwa, harta, dan banyak lagi yang tidak
dapat disebutkan. Terjadinya banyak konflik menunjukkan jika masyarakat semakin
tidak saling menghormati serta tidak terwujudnya HAM yang baik di Indonesia. Pertentangan
antara warga asli Lampung dengan warga Bali di Lampung merupakan salah satu
contoh konflik yang terjadi. Konflik ini terjadi karena kesalah pahaman antara
dua kubu tersebut. Akibat dari konflik itu, banyak korban yang berjatuhan,
rumah-rumah yang hancur, serta perpecahan dalam masyarakat. Faktor lain
terjadinya konflik adalah primordialisme, yaitu menganggap kelompoknya lebih
tinggi dari kelompok lain. Primordialisme ini sangat berpengaruh apabila
terjadi di Indonesia, karena mengingat Indonesia adalah bangsa yang terdiri
dari berbagai macam suku. Selanjutnya adalah adanya kesenjangan ekonomi, misal
kasus Sampit. Masyarakat asli tidak menerima adanya perbedaan ekonomi dengan
masyarakat pendatang sehingga memunculkan konflik yang tidak berujung.
Selain
dua faktor di atas, adanya kesalah pahaman juga mempengaruhi terjadinya
konflik, adanya perbedaan keyakinan (agama) juga bisa menyebabkan konflik antar
masyarakat. Konflik sering terjadi di Indonesia, seperti
konflik antar etnis Lampung vs Bali, masyarakat vs anggota TNI/Polri,
konflik karena agama di Poso. Pelanggaran HAM sudah pasti banyak saat terjadi
konflik. Seperti pelanggaran hak hidup dan hak berpendapat. Tidak jarang para
pelanggar HAM adalah mereka yang seharusnya ikut menjaga keutuhan hidup
bermasyarakat, yaitu para anggota TNI/Polri yang dengan gampang bisa
menembakkan peluru mereka ke arah orang-orang yang berkonflik dengan
sembarangan.
Konflik
dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu
interaksi perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri
fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik
merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat
pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri. Faktor-faktor penyebab terjadinya konflik antara lain:
a.
Perbedaan individu, yang meliputi
perbedaan pendirian dan perasaan.
b.
Perbedaan latar belakang kebudayaan
sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
c.
Perbedaan kepentingan antara individu
atau kelompok.
d.
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan
mendadak dalam masyarakat.
3.
Egoisme
Egoisme
merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya
menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu
tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang
dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah
"egois". Hal ini berkaitan erat dengan narsisme, atau "mencintai
diri sendiri," dan kecenderungan mungkin untuk berbicara atau menulis
tentang diri sendiri dengan rasa sombong dan panjang lebar. Egoisme dapat hidup
berdampingan dengan kepentingannya sendiri, bahkan pada saat penolakan orang
lain. Sombong adalah sifat yang menggambarkan karakter seseorang yang bertindak
untuk memperoleh nilai dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang ia
memberikan kepada orang lain. Egoisme sering dilakukan dengan memanfaatkan
kebodohan orang lain, serta memanfaatkan kekuatan diri sendiri dan atau
kecerdikan untuk menipu.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bhineka Tunggal Ika
merupakan hasil dari integrasi nasional. Di satu sisi semboyan ini membawa
dampak positif bagi bangsa karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia
secara bijak atau mengelola budaya budaya yang melimpah untuk kesejahteraan
rakyat, namun selain menimbulkan sebuah keuntungan, hal ini juga akhirnya
menimbulkan masalah yang baru sebab di lain sisi dengan wilayah dan budaya yang
melimpah itu akan menghasilkan karakter atau manusia manusia yang berbeda pula
sehingga dapat mengancam keutuhan bangsa Indonesia. Oleh
karena itu, dibutuhkan suatu upaya
integrasi nasional dengan strategi yang mantap agar terwujud integrasi bangsa
Indonesia yang diinginkan.
B.
Kritik
dan Saran
Saran sehubungan dengan materi pembahasan, hendaknya
berbagai pihak baik dari masyarakat ataupun pemerintah. Perlu menanamkan lagi
nilai-nilai kebhinekaan di dalam dirinya. Mengingat masih banyaknya perpecahan di berbagi elemen masyarakat. Dan
sehubungan dengan makalah ini, tiada gading yang tak retak dengan kata lain makalah
ini tak luput dari kekurangan. Oleh sebab itu, kami
mengharapkan kritik dari berbagai pihak demi lebih baiknya makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Kaelan.
2004. Pendidikan Pancasila.
Yogyakarta: Paradigma.
Mansur, Ahmad. 2006. Pendidikan
Kewarganegaraan. Jakarta: Erlangga.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.
Sumarsono. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Suyono
dan Suprapto, dkk. 1983. Pendidikan Moral Pancasila. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Tilaar,
H.A.R. 2007. Mengindonesia Etnisitas dan
Identitas Bangsa indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Tjarsono,
Idjang. 2013Demokrasi Pancasila dan
Bhineka Tunggal Ika Solusi Heterogenitas. Riau: UNRI Press.
Lubis, Eka Awin. Fenomena klasik ketidakadilan hokum di Indonesia. (online) http://m.kompasiana.com/ekaka_lubis/fenomena-klasik-ketidakadilan-hukum-di-indonesia
html, (diakses pada 18
Maret 2016).
[3] Suyono dan suprapto, dkk.,
Pendidikan Moral Pancasila,
(Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 1983),
hal. 41.
[4] H.A.R.
Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan
Identitas Bangsa indonesia, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), hal. 181.
[6] Idjang
Tjarsono, Demokrasi Pancasila dan Bhineka
Tunggal Ika Solusi Heterogenitas, (Riau: UNRI Press, 2013), hal. 883.
[7] Kaelan, Pendidikan Pancasila,
(Yogyakarta: Paradigma, 2004), hal. 38.
[8] Eka Awin Lubis, Fenomena klasik ketidakadilan hokum di Indonesia,
(online) http://m.kompasiana.com/ekaka_lubis/fenomena-klasik-ketidakadilan-hukum-di-indonesia html, (diakses pada 18 Maret 2016).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar