PEMAHAMAN
MEMPELAJARI (AJARAN) ISLAM I
MAKALAH
Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Metodologi
Studi Islam
Yang
dibina oleh M. Chobir Sirad
Disusun
Oleh:
Kelompok
7
1.
Risma Nur Izzati (17205153002)
2.
Vivi Kurnia Sari (17205153016)
3.
Sela Hartiana (17205153025)
4.
Siti Nur Aisyah Azzahro (17205153046)
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
TULUNGAGUNG
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
TULUNGAGUNG
2016
KATA
PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt.yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya
kepada kita semua. Sholawat serta
salam semoga tetap terlimpahkan
kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad saw.dan semoga kita akan selalu
mendapat syafaatnya baik didunia maupun di akhirat kelak.
Alhamdulillah, dengan pertolongan dan hidayah-Nya penulis dapat
menyusun makalah ini untuk memenuhi
tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam yang berjudul PEMAHAMAN
MEMPELAJARI (AJARAN) ISLAM I.
Kami menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak penulisan makalah ini
tidak mungkin terlaksana dengan baik.Oleh karena itu penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1.
Dr. Mafthukin,
M.Ag. selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah memberikan kesempatan
kepada kami untuk menimba ilmu di IAIN Tulungagung ini,
2.
M. Chobir Sirad
selaku Dosen pengampu mata kuliah Metodologi Studi Islam yang telah membimbing dan mengarahkan kami dengan sabar agar
mempunyai pemahaman yang benar mengenai mata kuliah ini,
3.
Semua pihak
yang telah membantu menyelesaikan penyusunan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
membuahkan ilmu yang maslahahfiidinniwadunyawalakhirah.
Tulungagung, 05 April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................. 2
C.
Tujuan Pembahasan.............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
‘Ulum al-Qur’an.................................................................................... 3
B.
‘Ulum al-Hadis..................................................................................... 5
C. Ilmu Kalam........................................................................................... 7
D. Ilmu Tasawuf........................................................................................ 12
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................... 16
B.
Saran..................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam mempelajari ajaran agama islam, kita tidak
hanya cukup bermodalkan semangat saja. Tetapi kita juga harus tahu pula
rambu-rambu yang telah digariskan oleh syariat. Tujuannya adalah agar kita
tidak bingung menghadapi seruan dari berbagai kelompok dakwah. Dan yang paling
penting kita tidak terjatuh kepada pemahaman yang menyimpang. Sekarang ini
banyak sekali jalan yang ditawarkan untuk mempelajari agama islam.
Masing-masing pihak sudah pasti mengklaim jalannya sebagai yang terbaik dan
benar. Melalui berbagai cara sebagian dari mereka berusaha untuk meraih
pengikut sebanyak-banyaknya. Ada yang menawarkan jalan dengan memanage qalbunya
dan adapula yng menyeru umat untuk segera mendirikan khilafah islamiyah. Namun,
lihat pula di sekeliling kita, kondisi umat islam masih begini-begini saja.
Kebodohan dan ketidakberdayaan masih menyelimuti. Dan bahkan sepertinya malah
bertambah parah. Ada orang yang mengatas namakan dirinya beragama kuat,
mengatas namakan dirinya berjihad, tapi jihad yang dilakukannya adalah
menghabisi nyawa orang-orang yang tidak berdosa. Hal ini malah mencoreng muka
agama islam. Oleh sebab itu hendaklah dalam memperkuat pengetahuan kita akan
agama kita harus tahu apa saja sih yang mesti kita pelajari, apa yang musti
kita amalkan, batasannya sampai apa. Kita juga harus tahu agar kita tidak
terlalu bertindak terlalu jauh. Dalam mempelajari agama kita harus mengambil
ilmu agama itu dari sumber aslinya yaitu Al-qur’an dan As-sunnah. Kita juga
tidak boleh melakukan taqlid atau ta’ashub (fanatik) mahzab, serta tidak
mengambil ilmu dari sisi akal atau rasio, karena ilmu yang dirumuskan dari sisi
rasio juga harus berkiblat pada ajaran islam dan hendaknya dilakukan oleh para
ulama. Oleh sebab itu disini kami akan menjelaskan ilmu apa saja yang perlu
dipelajari untuk menambah pengetahuan kita akan ajaran agama islam. Semoga apa
yang kelompok kami paparkan di dalam makalah ini bisa bermanfaat bagi kita
semua.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
yang dimaksud dengan ‘Ulum al-Qur’an?
2.
Bagaimana
yang dimaksud dengan ‘Ulum al-Hadis?
3.
Bagaimana
yang dimaksud dengan Ilmu Kalam?
4.
Bagaimana
yang dimaksud dengan Ilmu Tasawuf?
C. Tujuan Pembahasan
1.
Untuk
menjelaskan tentang ‘Ulum al-Qur’an.
2.
Untuk
menjelaskan tentang ‘Ulum al-Hadis.
3.
Untuk
menjelaskan tentang Ilmu Kalam.
4.
Untuk
menjelaskan tentang Ilmu Tasawuf.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
‘Ulum al-Qur’an
Kata ‘Ulum merupakan bentuk jamak dari kata ‘ilmu. ’Ilmu berarti al fahmu wa al–idrak yang berarti “paham
dan menguasai”.[1] Yang dimaksud dengan ‘Ulumul
Qur’an adalah pengetahuan yang membahas masalah-masalah yang
berhubungan dengan al-Qur’an dari segi asbabun
nuzul, an-nasikh wa al- mansukh, al-muhkam wa al-mutasyabih, al-makki
wa al-madani, dan lain sebagainya
yang berhubungan dengan al-Qur’an.[2] Dengan kata lain secara garis besar ulum
al-Qur’an terbagi menjadi dua yaitu:
1.
Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti tempat turunya ayat-ayat al-Qur’an, waktu turunya, dan sebab-sebabnya.
2.
Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yaitu ilmu yang diperoleh dari jalan Allah melalui penelaahan
secara mendalam seperti memahami ayat-ayat yang gharib (asing pengertiannya) serta mengetahui makna ayat yang berhubungan dengan berbagai aspek
kehidupan.
Ruang lingkup ulumul qur’an:
a.
Ilmu Mawathin al-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan tempat-tempat
turunnya ayat, masanya, awal dan akhirnya.
b.
Ilmu Tawarikh al-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan dan
menjelaskan masa turunya ayat dan tertib turunya, satu demi satu dari awal turun hingga akhirnya dan tertib dengan
turun surat yang sempurna.
c.
Ilmu Asbab an-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab
turunya ayat.
d.
Ilmu Qiraat, yaitu ilmu yang menerangkan rupa-rupa qiraat (bacaan al Qur’an
yang diterima rasul atau yang disahkan olehnya).
e.
Ilmu
Tajwid, yaitu ilmu
yang menerangkan cara membaca al-Qur’an.
f.
Ilmu Gharib al-Qur’an, yaitu ilmu yang menerangkan makna kata-kata ganjil yang tidak
terdapat dalam kitab-kitab biasa atau tidak terdapat dalam percakapan
sehari-hari. Ilmu ini menerangkan makna-makna kata halus, tinggi, dan pelik.
g.
Ilmu I’rab al-Qur’an, yaitu ilmu yang menerangkan baris al-Qur’an
dan kedudukan lafal yang ta’bir (susunan kalimat).
h.
Ilmu Wujuh al-Nazhair, yaitu ilmu yang menerangkan kata-kata al-Qur’an
yang banyak arti,menerangkan makna yang dimaksud pada suatu tempat.
i.
Ilmu Ma’rifat al-Muhkam wa al-Mutasyabbih, yaitu ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang
dipandang muhkam dan ayat-ayat yang
dianggap mutasyabbih.
j.
Ilmu Nasikh wa al-Mansukh, yaitu ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang
dianggap nasikh dan mansukh oleh sebagian mufassir.
k.
Ilmu Bada’i al-Qur’an, yaitu ilmu yang membahas
keindahan-keindahan al-Qur’an.
l.
Ilmu I’jazi al-Qur’an, yaitu ilmu yang membahas kekuatan susunan
tutur al-Qur’an hingga dipandang sebagai mukjizat.
m.
Ilmu Tanasub ayat al-Qur’an, yaitu ilmu yang menerangkan persesuaian
antara suatu ayat dengan ayat sebelum atau sesudahnya, suatu surat dengan surat yang lain berdasarkan kepada susunan
runtutnya ayat.
n.
Ilmu Aqsam al-Qur’an, yaitu ilmu yang menerangkan arti dan maksud maksud sumpah tuhan
atau sumpah-sumpah lainnya yang terdapat dalam al Qur’an.
o.
Ilmu
Amtsal al-Qur’an, Yaitu
ilmu yang menerangkan segala perumpamaan yang ada dalam al-Qur’an.
p.
Ilmu
Jidal al-Qur’an, yaitu ilmu untuk mengetahui bermacam-macam debat
yang dihadapkan al-Qur’an kepada kaum musyrikin dan lainnya.
q.
Ilmu
Adab al-Qur’an, yaitu ilmu yang mempelajari segala bentuk aturan
yang harus dipakai dan dilaksanakan di dalam membaca al-Qur’an.[3]
B.
‘Ulum al-Hadis
‘Ulum al-Hadis adalah ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek
yang terkait dengan keperluan membahas hadits dan pemahamannya.[4] Untuk
kepentingan penelitian hadis, para ahli bidang hadis membagi kaidah dan cabang
pengetahuan hadis, yaitu:
1.
Ilmu hadis riwayah,
yaitu ilmu yang mencakup pernyataan dan perbuatan Nabi Muhammad saw, baik
periwayatnya, pemeliharaannya, maupun
penulisannya atau pembukuan lafal-lafalnya. Yang menjadi obyek ilmu hadis ini
adalah bagaimana cara menerima, menyampaikan, memindahkan, dan mentadwinkan hadis. Ilmu ini tidak
membicarakan kualitas hadis( tentang maqbul
dan mardudnya). Signifiknsi
mempelajari ilmu hadis ini untuk menghindari adanya penukilan yang salah dari
sumbernya yang salah.
2.
Ilmu hadis diroyah,
ilmu yang diketahui darinya hakikat riwayat, syarat syaratnya, hokum
hukumnya, keadaan perawi dan syarat syarat mereka, macam macam apa yang
diriwayatkan dan apa yang berkaitan dengannya. Secara ringkas dapat dikatakan,
kaidah kaidah untuk mengetahui keadaan perwai dan apa yang diriwayatkan. Ilmu
ini biasa disebut ilmu ushul al hadis,
ulum al hadis, mustholah al hadis, atau qowaid al hadis.
Ruang lingkup dari ulum al hadis antara
lain:
a.
Ilmu Rijal al-Hadis, yaitu ilmu yang membahas para perowi (rijal) hadis dalam kapasitasnya sebagai
periwayat hadis.
b.
Ilmu Jarh wa at-Ta’dil, yaitu ilmu
yang membahas keadaan perowi hadis dari segi diterima tidaknya periwayatan mereka
atau mengkaji perowi hadis dari segi justifikasi/penilaian kualitas perowi.
Ilmu hadis ini merupakan suatu materi pembahasan tentang cacat atau adilnya
seorang yang meriwayatkan hadis yang berpengaruh besar terhadap klasifikasi
hadisnya.
c.
Ilmu Tarikh al-Ruwat, yaitu ilmu
yang membahas keadaan para perowi hadis dari segi aktivitas mereka dalam
meriwayatkan hadis atau membahas biografi atau sejarah para perowi. Obyek dari
ilmu ini antara lain perowi hadis dari segi kelahiran,kewafatan, guru-guru dan
murid-muridnya, masa dia mulai mendengar hadis, orang yang meriwayatkan hadis
padanya, negerinya, tempat kediamannya, perlawanan-perlawanannya, sejarah kedatangan
ke tempat-tempat yang dikunjungi dan segala yang berhubungan dengan urusan
hadis.
d.
Ilmu Thabaqat, yaitu ilmu yang
berkenaan dengan keadaan perawi hadis. Keadaan
yag dimaksud dalam ilmu thabaqat
adalah keadaan yang berupa persamaan para perowi dalam sebuah urusan. Urusan
tersebut antara lain : bersamaan hidup dalam satu masa, bersamaan tentang umur,
bersamaan tentang menerima hadis dari syaikh-syaikhnya, dan bersamaan tentang
bertemu dengan syaikh-syaikhnya.
e.
Ilmu Asbab al-Wurud al-Hadis, yaitu
ilmu yang membahas hal yang menyebabkan lahir atau munculnya hadis Nabi (sebab sebab Nabi Muhammad saw menuturkan
sabdanya dan masa masa Nabi dalam menuturkannya). Menurut as Suyuthi, asbabul wurud diartikan sesuatu yang
menjadi thariq (metode) untuk
menentukan maksud suatu hadis yang bersifat umum atau khusus, mutlaq atau muqayyat, dan untuk menentukan ada tidaknya nask (pembatalan) dalam suatu hadis.
f.
Ilmu Gharib al-Hadis, yaitu ilmu
untuk mengetahui lafal-lafal dalam matan hadis yang sulit dan sukar dipahami
(karena jarang sekali digunakan atau sudah berbaur).
g.
Ilmu ‘Ilal al-Hadis, yaitu ilmu yang
menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi dan tidak nyata, yang dapat merusakkan
hadis, yakni menyambung yang munqathi’,
merafa’kan yang mauquf, memasukkan suatu hadis ke dalam hadis yang lain dan yang
serupa itu. As Suyuthi menyatakan ‘illat adalah
sebab tersembunyi yang mengakibatkan cacatnya sebuah hadis meskipun secara
lahiriyah tampak terhindar atau bersih dari cacat.
h.
Ilmu Mukhtalaf (Musykil) al-Hadis, yaitu ilmu yang membahas hadis hadis
yang menurut lahirnya saling bertentangan, karena adanya kemungkinan dapat
dikompromikan, baik dengan cara mentaqyid
kemutlakannya, atau mentakhsis keumumannya,
atau dengan cara membawanya kepada beberapa kejadian yang relevan dengan hadis
tersebut.
i.
Ilmu Musthalah al-Hadis, yaitu ilmu
tentang dasar dan kaidah yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan
dari segi diterima dan ditolaknya. Hal ini untuk membedakan hadis shahih dan tidak
shahih.[5]
C.
Ilmu Kalam
Ilmu kalam disebut dengan
ilmu tauhid atau ilmu ushuluddin, yaitu ilmu pokok-pokok agama yang menyangkut
masalah akidah dan keimanan. Ada beberapa pendapat tentang ilmu kalam :
1.
Ilmu kalam membahas Tuhan dengan segala
derivasinya.[6]
2.
Ilmu tauhid adalah ilmu yang membicarakan
tentang cara-cara menetapkan akidah agama dengan menggunakan dalil-dalil yang
meyakinkan, baik dalil aqli, dalil naqli atau wijdani (perasaan halus).
Meskipun Nabi Muhammad
saw. bukan merupakan seorang teolog atau mutakallim, tetapi dalam sejarah
pemikiran dan peradaban Islam sepeninggal Nabi muncul paham atau aliran
teolog/kalam. Kalam merupakan tonggak sejarah pemikiran yang tidak dapat
dihapus dari khazanah intelektual Islam klasik sampai sekarang masih dikaji di
berbagai pusat pendidikan dan pengajaran Islam.[7]
Pertumbuhan ilmu kalam
diawali oleh permasalahan politik yaitu pertentangan antara antara khalifah Ali
bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi Sufyan. Persoalan ini kemudian bergeser
kepada term kafir mengkafirkan, yang selanjutnya memunculkan aliran-aliran.
Beberapa aliran kalam dalam kelompok pencahannya, antara lain :
a.
Khawarij
Secara
etimologi kata khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja
yang berarti keluar, mucul, timbul atau memberontak. Berdasarkan pengertian
etimologi ini pula, khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar
dari kesatuan umat Islam. Adapun
khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut
Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan
terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam perang
siffin pada tahun 37 H/657 M, dengan kelompok bughat
(pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah. Khawarij ini juga terbagi lagi ke dalam
berbagai aliran antara lain:
1)
Al-muhakkimah, Golongan ini memandang perbuatan zina sebagai
salah satu dosa besar, maka menurut paham golongan ini orang yang mengerjakan
zina telah menjadi kafir dan keluar dari islam. Begitu pula membunuh sesama
manusia tanpa sebab yang sah adalah dosa besar.
2)
Al-azariqah, Aliran ini dipimpin oleh Nafi’ ibn al-Azraq
yang berasal dari bani hanifah. Menurut paham yang ekstrim ini hanya merekalah
yang sebenarnya orang islam. Orang islam yang di luar lingkungan mereka adalah
kaum musyrik yang harus diperangi. Siapa
saja yang mereka jumpai dan mengaku orang islam yang tak termasuk dalam
golongan al-azariqah, merekapun
membunuhnya.
3)
Al-najdat, Penganut aliran ini berpendapat bahwa
mengangkat imam bukan wajib karena syari’at telah menggariskannya, tetapi
karena kemaslahatan. Dengan kata lain, jika kaum muslimin telah dapat saling
mengingatkan tentang kebenaran dan melaksanakannya, maka mereka tidak
membutuhkan adanya imam (khalifah).
4)
Al-ajaridah, merupakan pecahan dari aliran
al-najdat. Diantara
pendapat mereka ialah boleh mengangkat seseorang menjadi pemimpin jika
diketahui bahwa orang tersebut adalah penganut khawarij yang bertakwa walaupun
ia tidak turut perang. Dalam hal ini pandangan mereka berbeda dengan pandangan
aliran al-azariqah yang mewajibkan jihad secara terus menerus. Menurut mereka
berhijrah hanya merupakan kebajikan. Kaum ini ini mempunyai paham puritanisme.
5)
Al-sufriah, Aliran ini juga dianggap ekstrem
seperti al-zariqah. Tetapi diantara pendapat-pendapat mereka juga ada yang
terkesan lebih lunak, seperti hal yang satu ini, yakni mereka tidak sependapat
dengan pendapat yang boleh membunuh anak-anak orang kafir (musrik).
6)
Al-ibadah, Aliran ini merupakan penganut
paham khawarij yang paling moderat, adil, dan luwes. Sebagian pendapat fiqh
mereka diadopsi oleh perundang-undangan Mesir, khususnya dalam masalah
kewarisan, yaitu tentang pewarisan karena memerdekakan seseorang. Salah satu
pendapat mereka yang paling menonjol yakni Yang boleh dirampas dalam perang
hanyalah kuda, senjata, dan perlengkapan perang lainnya.
b.
Murjiah
Aliran ini disebut Murji’ah
karena dalam prinsipnya mereka menunda persoalan konflik antara Ali bin Abi
Thalib, Muawiyah bin Abu Sofyan, dan kaum Khawarij pada hari perhitungan kelak.
Oleh karena itu, mereka tidak ingin megeluarkan pendapat tentang siapa yang
kafir diantara ketiga kelompok yang bertikai.
c.
Syi’ah
Syi’ah dilihat dari segi bahasa
berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok, sedangkan secara istilah
adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang spiritual dan keagamaan selalu
merujuk kepada keturunan Nabi Muhammad saw. Syi’ah
adalah golongan yang menyanjung dan memuji Sayyidina Ali secara
berlebih-lebihan. Karena mereka beranggapan bahwa Ali yang lebih berhak menjadi
khalifah pengganti Nabi Muhammad saw, berdasarkan wasiatnya. Sedangkan
khalifah-khalifah seperti Abu Bakar As Shiddiq, Umar Bin Khattab dan Utsman Bin
Affan dianggap sebagai penggasab atau perampas khilafah. Syi’ah juga terpecah ke dalam beberapa aliran
diantaranya:
1)
Syi’ah Saba’iyah, Kelompok syi’ah ini mengkafirkan, mencaci,
menghina dan membenci shahabat nabi seperti Abu Bakar, Umar, dan Utsman Bin Affan. Mereka berlebihan
memuji, membela dan menganggap Ali Bin Abi Thalib Adalah nabi dan bahkan ada
yang menganggap Ali adalah Tuhan, seperti Abdullah bi Saba’, orang yahudi tulen yang membidani berdirinya kelompok
syi’ah Saba’iyah.
2)
Syi’ah Ghulat, Adalah kelompok syiah yang secara jelas mengatakan Ali bin Abi Thalib
adalah Tuhan, bahkan al Jahd mengatakan ruh Allah adalah ruh Ali bin Abi
Thalib.
3)
Tawabun, Dengan itu
berkumpullah sekian ramai orang-orang Syiah di tepi Sungai Furat sambil mereka
membaca ayat yang bermaksud, ”Maka bertaubatlah kepada Tuhan yang telah
menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Itu adalah lebih baik bagimu pada sisi
Tuhan yang menjadikan kamu”.(Al Baqarah :54). Kemudian mereka berbunuh-bunuhan
sesama sendiri. Inilah golongan yang dikenali dalam sejarah Islam dengan
gelaran “al-Tawwabun”.
4)
Al-kisaniyah, Mereka yang bermadzhab al-kisaniyah adalah para
pengikut kisani, seorang budak imam ali yang sudah di merdekakan. mereka menetapkan muhammad ibnu hanifah sebagai
imam atau khalifah ke 5. Yakni setelah imam hasan al-mujtaba’ dan al-husain. Kelompok
ini meyakini muhammad bin hanafiyah sebagai mahdi dan ia tidak wafat
melainkan menghilang dan bersembunyi di pegunungan radwa dekat madinah. Namun
lambat laun minoritas kelompok ini musnah (bubar) dengan sendirinya setelah
sepeninggalan muhammad ibnu hanifah.
d.
Qadariyah
Merupakan suatu aliran yang
percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Allah. Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap
orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau
meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas
kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbutan-perbutannya.
e.
Jabariyah
Paham ini menyebutkan, bahwa segala perbuatan manusia
telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa
setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia,
tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak
mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang
mengistilahlkan bahwa Jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan
sebagai dalangnya.
f.
Mu’tazilah
Aliran ini muncul sebagai
reaksi atas pertentangan antara aliran Khawarij dan aliran Murji’ah mengenai
persoalan orang mukmin yang berdosa besar. Ada lima prinsip pokok ajaran Mu’tazilah
yang mengharuskan bagi pemeluk ajaran ini untuk memegangnya yakni : Al Tauhid (keesaan Allah), Al ‘Adl (keadlilan
tuhan), Al Wa’d wa al wa’id (janji dan ancaman), Al
Manzilah bain al Manzilatain (posisi diantara posisi), dan Amar
ma’ruf nahi mungkar.
Merupakan suatu kelompok
atau golongan yang senantiasa berkomitmen untuk mengikuti sunnah nabi Muhammad saw. dan thoriqoh
para shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah fisik (fiqih) dan hakikat (Tasawwuf
dan Akhlaq ).
D.
Ilmu Tasawuf
Dari segi bahasa, tasawuf dihubungkan ke dalam
berbagai kata atau istilah yakni:
1.
Al-suffah (ahl al-suffah), yang berarti orang yang ikut pindah
dengan nabi dari Makkah ke Madinah.
2.
Saf, yang berarti barisan yang dijumpai dalam
melaksanakan shalat berjama’ah.
3.
Sufi, yang berarti bersih dan suci.
4.
Sophos (dalam bahasa Yunani), yang berarti hikmah.
Dari
segi kebahasaan tersebut dapat disimpulkan bahwa tasawuf tersebut menggambarkan
suatu keadaan yang selalu berorientasi kepada kesucian jiwa, mengutamakan
panggilan Allah, berpola hidup sederhana, mengutamakan kebenaran, dan rela
berkorban demi tujuan-tujuan yang lebih mulia di sisi Allah.[10]
Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdy mengatakan tasawuf adalah suatu ilmu yang
dengannya dapat diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara
membersihkannya dari (sifat-sifat) yang nuruk dan mengisinya dengan sifat-sifat
yang terpuji, melangkah menuju (keridhaan) Allah dan meninggalkan
(larangan-Nya) menuju kepada (perintah-Nya).[11]
Tasawuf banyak dikenal sebagai “Mistisisme dalam
Islam”. Tasawuf atau mistisisme dalam islam beresensi pada hidup dan berkembang
mulai dari bentuk hidup “kezuhudan” (menjauhi kemewahan duniawi). Tujuan
tasawuf adalah agar seseorang bisa berhubungan langsung dengan tuhan, dengan
maksud ada perasaan benar-benar berada di hadirat tuhan. Para sufi beranggapan
bahwa ibadah yang diselenggarakan dengan cara formal belum dianggap memuaskan
karena belum memenuhi kebutuhan spiritual kaum sufi.
Ajaran tasawuf dalam islam memang tidak sama
kedudukan hukumnya dengan rukun-rukun iman dan islam yang sifatnya wajib. Oleh
karena itu, para ulama sering menanamkan ajarannya dengan istilah fadlailul a’mal (amalan-amalan yang
hukumnya lebih afdhol/utama).[12]
Sebagai umat islam kita tidak patut untuk
memisahkan urusan duniawi dengan urusan agama atau akhirat. Dalam arti ketika
mengerjakan urusan dunia hendaknya harus dikontrol dengan iman. Agar umat
manusia khususnya umat islam tidak jauh dari kebenaran di dalam menjalankan
syariat islam, maka thariqah atau tarekat merupakan jalan yang dapat diambil
dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Thareqah hakikatnya adalah berjanji
kepada dzikrullah dalam jumlah tertentu sekaligus berjanji pada guru untuk
mengamalkan agama islam termasuk meninggalkan larangan-Nya. Thariqah
sesungguhnya adalah menjauhi hal-hal yang haram, yang makruh, dan hal-hal yang
mubah yang tidak berguna, serta melaksanakan hal-hal yang wajib, dan sekuat
tenaga melaksanakan hal-hal yang sunat di bawah asuhan seorang mursyid yang
ahli yang maqamnya tinggi.
Di antara aliran-aliran tasawuf atau tarekat yang
ada di dalam islam adalah sebagai berikut:
a.
Naqsabandiyah
Tarekat ini didirikan oleh seorang sufi yang
bernama Syaikh Muhammad ibn Muhammad Bahauddin Syah Naqsabandi al-Uwaisi
al-Bukhori. Ciri dari tarekat ini adalah: diikutinya syari’at secara ketat,
keseriusan dalam beribadah menyebabkan penolakan terhadap tari dan musik, lebih
mengutamakan berdzikir dalam hati, cenderung kuat ke arah keterlibatan dalam
politik (meskipun tidak konsisten), ketaatan yang mendalam terhadap hukum-hukum
syari’at. Beberapa pokok ajaran tarekat ini antara lain:
1)
Amalan
akan mencapai suatu kesempurnaan apabila mendekatkan diri kepada Allah itu
berada pada 3 dimensi yaitu islam, iman, dan ihsan.
2)
Adab
atau etika murid dengan mursyidnya menyerupai adab para sahabat terhadap nabi
Muhammad saw.
3)
Dzikir
adalah aktivitas lidah (lisan) maupun hati (batin).
b.
Syazaliyah
Tarekat ini didirikan oleh Abu Hasan Ali ibn
Abdullah ibn Abdul Jabar Asy-Syadzali. Beberapa pokok ajaran tarekat ini antara
lain:
1)
Taqwa
kepada Allah dalam keadaan rahasia dan terbuka.
2)
Mengikuti
sunnah nabi Muhammad dalam ucapan dan perbuatan.
3)
Berpaling
dari makhluk (tidak menumpukan harapan)
4)
Ridlo
terhadap Allah dalam pemberian sedikit maupun banyak.
5)
Kembali
kepada Allah dalam senang dan duka.
Seseorang yang ingin mengambil dzikir di tarekat
ini persyaratannya adalah islam, berakal, dewasa, dan paham ilmu syari’at
minimal tentang amaliyah sehari-hari, jika seorang wanita yang sudah bersuami
maka harus mendapat ijin dari suaminya. Para murid tarekat ini hendaknya
mengisi hari-harinya dengan amalan-amalan seperti ini: Membaca al-Qur’an dengan
melihat mushaf setiap hari walaupun hanya 1 maqra, melaksanakan solat lima
waktu dengan berjamaah, dan mengajarkan ilmu atau mencari tambahan ilmu setiap
hari.
c.
Qodiriyah
Tarekat ini
didirikan oleh Syekh Abdul Qodir Jaelani yang bernama lengkap Muhyiddin Abu
Muhammad Abdul Qodir al-Jaelani al-Baghdadi. Di tarekat ini bila murid sudah
mencapai derajat syeikh, maka murid tidak mempunyai keharusan untuk terus mengikuti
tarekat gurunya. Dalam hal ini ia diperbolehkan atau berhak untuk melakukan
modifikasi tarekat yang lain kedalam tarekatnya. Karena hal tersebutlah banyak
puluhan tarekat lain yang masuk ke dalam kategori tarekat ini. Ciri dari
tarekat ini antara lain:
1)
Seorang
murid harus menempuh 2 tahap yaitu tahap permulaan (dibai’at dan di talqin
tauhid) dan tahap perjalanan.
2)
Murid
berlatih di zawiyah (tempat para sufi melatih diri dalam tasawuf).
3)
Murid
yang lulus mendapat ijazah.
4)
Amalan-amalan
tarekat ini terdiri dari amalan harian, amalan mingguan, amalan bulanan, dan
amalan tahunan.
5)
Mengajarkan
untuk senantiasa berzikir kepada Allah siang dan malam hari setelah sholat lima
waktu agar dapat wushul kepada Allah swt.
6)
Melarang
untuk berbuat sesuatu yang bertentangan dengan agama dan negara.
7)
Memerintahkan
untuk memelihara kerukunan dalam kehidupan.
Tasawuf adalah aspek ajaran islam yang paling
penting, karena peranan tasawuf merupakan jantung atau urat nadi pelaksanaan
ajaran-ajaran islam. Tasawuf inilah yang merupakan kunci kesempurnaan amaliah
ajaran islam. Memang di samping aspek tasawuf, dalam islam ada aspek lain yaitu
akidah dan syariah, atau dengan kata lain yang dimaksud dengan ‘ad-din’ adalah
terdiri dari islam, iman, dan ihsan yang merupakan satu kesatuan. Untuk
mengetahui hukum islam kita harus lari kepada syariah/fiqih, untuk mengetahui
rukun iman kita harus lari pada usluhuddin/akidah dan untuk mengetahui
kesempurnaan ihsan kita harus masuk ke dalam tasawuf. Oleh karena itu, tasawuf
adakalanya membawa orang menjadi sesat dam musyrik ketika seseorang bertasawuf
tanpa bertauhid dan bersyariat.[13]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ada banyak ilmu yang dapat kita pelajari dalam
rangka menambah pemahaman kita akan ajaran agama islam. Ilmu-ilmu tersebut
antara lain ‘Ulum al-Qur’an, ‘Ulum al-Hadits, Ilmu Kalam, dan Ilmu Tasawuf.
Kesemua dari ilmu itu, murni bersumber dari pedoman umat islam yaitu Al-Qur’an
dan as-Sunnah. Pada hakikatnya ilmu tersebut diperlukan untuk mengkaji hal-hal
yang terdapat di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
B.
Saran
Setidaknya
sebagai umat islam kita lebih giat dalam mempelajari ilmu ilmu ini, karena ilmu
ini sangat penting guna memperkuat pemahaman kita akan islam. Dan alangkah
baiknya kita lebih teliti lagi dalam memilah dan memilih apa yang patut
dipelajari dan yang tidak, mengingat banyaknya aliran di dalam ilmu itu
sendiri. Dan untuk makalah ini kami menyadari bahwasanya makalah ini masih banyak
kekurangannya untuk itu, apabila ada kritik dan saran mari kita diskusikan
bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
M. Amin. 1995. Falsafah Kalamdi Era Postmodernisme. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Anwar, Rosihon. 2013. Ulum
Al-Qur’an. Bandung: CV Pustaka Setia.
Ash-shiddieqy, Hasbie. 1994. Sejarah dan Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Bulan Bintang.
Hamka.
1993. Tasawuf Perkembangan dan
Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Ismail, M. Syuhudi. 1991. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: Angkasa.
Khoiriyah. 2013. Memahami Metodologi Studi Islam. Yogyakarta: Teras.
Madjid, Nurcholish.1992. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramada.
Mustofa, A. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV PUSTAKA
SETIA.
Nasution,
Harun. 1983. Falsafah dan Mistisisme
dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Nata, Abuddin. 2006. Metodologi
Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Solihin,
M. 2006. Pengembangan Penelitian Ilmu
Tasawuf. Bandung: Suguda.
Suryadilaga, Alfatih. 2015. Ulumul Hadits. Yogyakarta: Kalimedia.
[1] Hasbie Ash-shiddieqy, Sejarah dan IlmuAl-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), hlm.
100.
[3] Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 60.
[4] Alfatih Suryadilaga, Ulumul Hadits, (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), hlm. 20.
[5] M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, (Bandung: Angkasa, 1991), hlm. 17.
[6]
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan
Peradaban, (Jakarta:
Paramada, 1992), hlm. 201.
[7] M.
Amin Abdullah, Falsafah Kalamdi Era
Postmodernisme, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1995), hlm.
5.
[8]
Khoiriyah, Memahami Metodologi Studi
Islam, (Yogyakarta:
Penerbit Teras, 2013) hlm. 121.
[9] Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1983), hlm. 56-57.
[10] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006),
hlm. 287.
[11] A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2010), hlm. 203.
[12] Hamka, Tasawuf
Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1993), hlm. 144.
[13] M. Solihin, Pengembangan Penelitian Ilmu Tasawuf, (Bandung: Suguda, 2006), hlm.
303.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar