Jumat, 14 September 2018

METODOLOGI STUDI ISLAM: Makalah Pemahaman Mempelajari (Ajaran) Islam I (Semester 2)


PEMAHAMAN MEMPELAJARI (AJARAN) ISLAM I
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Metodologi Studi Islam
Yang dibina oleh M. Chobir Sirad
11050637_1655434244688794_3266224396869722217_n.jpg








Disusun Oleh:
Kelompok 7
1.      Risma Nur Izzati               (17205153002)
2.      Vivi Kurnia Sari                (17205153016)
3.      Sela Hartiana                     (17205153025)
4.      Siti Nur Aisyah Azzahro   (17205153046)




JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
TULUNGAGUNG
2016



KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt.yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua. Sholawat serta  salam  semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad saw.dan semoga kita akan selalu mendapat syafaatnya baik didunia maupun di akhirat kelak.
Alhamdulillah, dengan pertolongan dan hidayah-Nya  penulis dapat  menyusun makalah ini untuk memenuhi  tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam yang berjudul PEMAHAMAN MEMPELAJARI (AJARAN) ISLAM I.
Kami menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak penulisan makalah ini tidak mungkin terlaksana dengan baik.Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1.        Dr. Mafthukin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menimba ilmu di IAIN Tulungagung ini,
2.        M. Chobir Sirad  selaku Dosen pengampu mata kuliah Metodologi Studi Islam yang telah membimbing dan mengarahkan kami dengan sabar agar mempunyai pemahaman yang benar mengenai mata kuliah ini,
3.        Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan membuahkan ilmu yang maslahahfiidinniwadunyawalakhirah.


Tulungagung, 05 April 2016




Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang..................................................................................... 1
B.       Rumusan Masalah................................................................................. 2
C.       Tujuan Pembahasan.............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A.      ‘Ulum al-Qur’an.................................................................................... 3
B.       ‘Ulum al-Hadis..................................................................................... 5
C.       Ilmu Kalam........................................................................................... 7
D.      Ilmu Tasawuf........................................................................................ 12

BAB III PENUTUP
A.       Kesimpulan........................................................................................... 16
B.       Saran..................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 17







BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Dalam mempelajari ajaran agama islam, kita tidak hanya cukup bermodalkan semangat saja. Tetapi kita juga harus tahu pula rambu-rambu yang telah digariskan oleh syariat. Tujuannya adalah agar kita tidak bingung menghadapi seruan dari berbagai kelompok dakwah. Dan yang paling penting kita tidak terjatuh kepada pemahaman yang menyimpang. Sekarang ini banyak sekali jalan yang ditawarkan untuk mempelajari agama islam. Masing-masing pihak sudah pasti mengklaim jalannya sebagai yang terbaik dan benar. Melalui berbagai cara sebagian dari mereka berusaha untuk meraih pengikut sebanyak-banyaknya. Ada yang menawarkan jalan dengan memanage qalbunya dan adapula yng menyeru umat untuk segera mendirikan khilafah islamiyah. Namun, lihat pula di sekeliling kita, kondisi umat islam masih begini-begini saja. Kebodohan dan ketidakberdayaan masih menyelimuti. Dan bahkan sepertinya malah bertambah parah. Ada orang yang mengatas namakan dirinya beragama kuat, mengatas namakan dirinya berjihad, tapi jihad yang dilakukannya adalah menghabisi nyawa orang-orang yang tidak berdosa. Hal ini malah mencoreng muka agama islam. Oleh sebab itu hendaklah dalam memperkuat pengetahuan kita akan agama kita harus tahu apa saja sih yang mesti kita pelajari, apa yang musti kita amalkan, batasannya sampai apa. Kita juga harus tahu agar kita tidak terlalu bertindak terlalu jauh. Dalam mempelajari agama kita harus mengambil ilmu agama itu dari sumber aslinya yaitu Al-qur’an dan As-sunnah. Kita juga tidak boleh melakukan taqlid atau ta’ashub (fanatik) mahzab, serta tidak mengambil ilmu dari sisi akal atau rasio, karena ilmu yang dirumuskan dari sisi rasio juga harus berkiblat pada ajaran islam dan hendaknya dilakukan oleh para ulama. Oleh sebab itu disini kami akan menjelaskan ilmu apa saja yang perlu dipelajari untuk menambah pengetahuan kita akan ajaran agama islam. Semoga apa yang kelompok kami paparkan di dalam makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.
B.       Rumusan Masalah
1.        Bagaimana yang dimaksud dengan ‘Ulum al-Qur’an?
2.        Bagaimana yang dimaksud dengan ‘Ulum al-Hadis?
3.        Bagaimana yang dimaksud dengan Ilmu Kalam?
4.        Bagaimana yang dimaksud dengan Ilmu Tasawuf?

C.      Tujuan Pembahasan
1.        Untuk menjelaskan tentang ‘Ulum al-Qur’an.
2.        Untuk menjelaskan tentang ‘Ulum al-Hadis.
3.        Untuk menjelaskan tentang Ilmu Kalam.
4.        Untuk menjelaskan tentang Ilmu Tasawuf.




















BAB II
PEMBAHASAN

A.      ‘Ulum al-Qur’an
Kata Ulum merupakan bentuk jamak dari kata ‘ilmu. ’Ilmu berarti al fahmu wa al–idrak yang berarti “paham dan menguasai”.[1] Yang dimaksud dengan Ulumul Quran adalah pengetahuan yang membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan al-Qur’an dari segi asbabun nuzul, an-nasikh wa al- mansukh, al-muhkam wa al-mutasyabih, al-makki wa al-madani, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan al-Qur’an.[2] Dengan kata lain secara garis besar ulum al-Qur’an  terbagi menjadi dua yaitu:
1.        Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti tempat turunya ayat-ayat al-Qur’an, waktu turunya, dan sebab-sebabnya.
2.        Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yaitu ilmu yang diperoleh dari jalan Allah melalui penelaahan secara mendalam seperti memahami ayat-ayat yang gharib (asing pengertiannya) serta mengetahui makna ayat yang berhubungan dengan berbagai aspek kehidupan.
Ruang lingkup ulumul qur’an:
a.        Ilmu Mawathin al-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan tempat-tempat turunnya ayat, masanya, awal dan akhirnya.
b.        Ilmu Tawarikh al-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan dan menjelaskan masa turunya ayat dan tertib turunya, satu demi satu dari awal turun hingga akhirnya dan tertib dengan turun surat yang sempurna.
c.         Ilmu Asbab an-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab turunya ayat.
d.        Ilmu Qiraat, yaitu ilmu yang menerangkan rupa-rupa qiraat (bacaan al Qur’an yang diterima rasul atau yang disahkan olehnya).
e.         Ilmu Tajwid, yaitu ilmu yang menerangkan cara membaca al-Qur’an.
f.         Ilmu Gharib al-Qur’an, yaitu ilmu yang menerangkan makna kata-kata ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab biasa atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini menerangkan makna-makna kata halus, tinggi, dan pelik.
g.        Ilmu I’rab al-Qur’an, yaitu ilmu yang menerangkan baris al-Qur’an dan kedudukan lafal yang tabir (susunan kalimat).
h.        Ilmu Wujuh al-Nazhair, yaitu ilmu yang menerangkan kata-kata al-Qur’an yang banyak arti,menerangkan makna yang dimaksud pada suatu tempat.
i.          Ilmu Ma’rifat al-Muhkam wa al-Mutasyabbih, yaitu ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang dipandang muhkam dan ayat-ayat yang dianggap mutasyabbih.
j.          Ilmu Nasikh wa al-Mansukh, yaitu ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang dianggap nasikh dan mansukh oleh sebagian mufassir.
k.        Ilmu Bada’i al-Qur’an, yaitu ilmu yang membahas keindahan-keindahan al-Quran.
l.          Ilmu I’jazi al-Qur’an, yaitu ilmu yang membahas kekuatan susunan tutur al-Qur’an hingga dipandang sebagai mukjizat.
m.      Ilmu Tanasub ayat al-Qur’an, yaitu ilmu yang menerangkan persesuaian antara suatu ayat dengan ayat sebelum atau sesudahnya, suatu surat dengan surat yang lain berdasarkan kepada susunan runtutnya ayat.
n.        Ilmu Aqsam al-Quran, yaitu ilmu yang menerangkan arti dan maksud maksud sumpah tuhan atau sumpah-sumpah lainnya yang terdapat dalam al Qur’an.
o.        Ilmu Amtsal al-Qur’an, Yaitu ilmu yang menerangkan segala perumpamaan yang ada dalam al-Qur’an.
p.        Ilmu Jidal al-Qur’an, yaitu ilmu untuk mengetahui bermacam-macam debat yang dihadapkan al-Qur’an kepada kaum musyrikin dan lainnya.
q.        Ilmu Adab al-Qur’an, yaitu ilmu yang mempelajari segala bentuk aturan yang harus dipakai dan dilaksanakan di dalam membaca al-Qur’an.[3]

B.       ‘Ulum al-Hadis
‘Ulum al-Hadis adalah ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas hadits dan pemahamannya.[4] Untuk kepentingan penelitian hadis, para ahli bidang hadis membagi kaidah dan cabang pengetahuan hadis, yaitu:
1.        Ilmu hadis riwayah, yaitu ilmu yang mencakup pernyataan dan perbuatan Nabi Muhammad saw, baik periwayatnya, pemeliharaannya, maupun penulisannya atau pembukuan lafal-lafalnya. Yang menjadi obyek ilmu hadis ini adalah bagaimana cara menerima, menyampaikan, memindahkan, dan mentadwinkan hadis. Ilmu ini tidak membicarakan kualitas hadis( tentang maqbul dan mardudnya). Signifiknsi mempelajari ilmu hadis ini untuk menghindari adanya penukilan yang salah dari sumbernya yang salah.
2.        Ilmu hadis diroyah, ilmu yang diketahui darinya hakikat riwayat, syarat syaratnya, hokum hukumnya, keadaan perawi dan syarat syarat mereka, macam macam apa yang diriwayatkan dan apa yang berkaitan dengannya. Secara ringkas dapat dikatakan, kaidah kaidah untuk mengetahui keadaan perwai dan apa yang diriwayatkan. Ilmu ini biasa disebut ilmu ushul al hadis, ulum al hadis, mustholah al hadis, atau qowaid al hadis.
Ruang lingkup dari ulum al hadis antara lain:
a.        Ilmu Rijal al-Hadis, yaitu ilmu yang membahas para perowi (rijal) hadis dalam kapasitasnya sebagai periwayat hadis.
b.        Ilmu Jarh wa at-Ta’dil, yaitu ilmu yang membahas keadaan perowi hadis dari segi diterima tidaknya periwayatan mereka atau mengkaji perowi hadis dari segi justifikasi/penilaian kualitas perowi. Ilmu hadis ini merupakan suatu materi pembahasan tentang cacat atau adilnya seorang yang meriwayatkan hadis yang berpengaruh besar terhadap klasifikasi hadisnya.
c.         Ilmu Tarikh al-Ruwat, yaitu ilmu yang membahas keadaan para perowi hadis dari segi aktivitas mereka dalam meriwayatkan hadis atau membahas biografi atau sejarah para perowi. Obyek dari ilmu ini antara lain perowi hadis dari segi kelahiran,kewafatan, guru-guru dan murid-muridnya, masa dia mulai mendengar hadis, orang yang meriwayatkan hadis padanya, negerinya, tempat kediamannya, perlawanan-perlawanannya, sejarah kedatangan ke tempat-tempat yang dikunjungi dan segala yang berhubungan dengan urusan hadis.
d.        Ilmu Thabaqat, yaitu ilmu yang berkenaan dengan keadaan perawi hadis. Keadaan  yag dimaksud dalam ilmu thabaqat adalah keadaan yang berupa persamaan para perowi dalam sebuah urusan. Urusan tersebut antara lain : bersamaan hidup dalam satu masa, bersamaan tentang umur, bersamaan tentang menerima hadis dari syaikh-syaikhnya, dan bersamaan tentang bertemu dengan syaikh-syaikhnya.
e.         Ilmu Asbab al-Wurud al-Hadis, yaitu ilmu yang membahas hal yang menyebabkan lahir atau munculnya hadis Nabi (sebab sebab Nabi Muhammad saw menuturkan sabdanya dan masa masa Nabi dalam menuturkannya). Menurut as Suyuthi, asbabul wurud diartikan sesuatu yang menjadi thariq (metode) untuk menentukan maksud suatu hadis yang bersifat umum atau khusus, mutlaq atau muqayyat, dan untuk menentukan ada tidaknya nask (pembatalan) dalam suatu hadis.
f.         Ilmu Gharib al-Hadis, yaitu ilmu untuk mengetahui lafal-lafal dalam matan hadis yang sulit dan sukar dipahami (karena jarang sekali digunakan atau sudah berbaur).
g.        Ilmu ‘Ilal al-Hadis, yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi dan tidak nyata, yang dapat merusakkan hadis, yakni menyambung yang munqathi’, merafa’kan yang mauquf, memasukkan suatu hadis ke dalam hadis yang lain dan yang serupa itu. As Suyuthi menyatakan ‘illat adalah sebab tersembunyi yang mengakibatkan cacatnya sebuah hadis meskipun secara lahiriyah tampak terhindar atau bersih dari cacat.
h.        Ilmu Mukhtalaf (Musykil) al-Hadis, yaitu ilmu yang membahas hadis hadis yang menurut lahirnya saling bertentangan, karena adanya kemungkinan dapat dikompromikan, baik dengan cara mentaqyid kemutlakannya, atau mentakhsis keumumannya, atau dengan cara membawanya kepada beberapa kejadian yang relevan dengan hadis tersebut.
i.          Ilmu Musthalah al-Hadis, yaitu ilmu tentang dasar dan kaidah yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan dari segi diterima dan ditolaknya. Hal ini untuk membedakan hadis shahih dan tidak shahih.[5]

C.      Ilmu Kalam
Ilmu kalam disebut dengan ilmu tauhid atau ilmu ushuluddin, yaitu ilmu pokok-pokok agama yang menyangkut masalah akidah dan keimanan. Ada beberapa pendapat tentang ilmu kalam :
1.        Ilmu kalam membahas Tuhan dengan segala derivasinya.[6]
2.        Ilmu tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara menetapkan akidah agama dengan menggunakan dalil-dalil yang meyakinkan, baik dalil aqli, dalil naqli atau wijdani (perasaan halus).
Meskipun Nabi Muhammad saw. bukan merupakan seorang teolog atau mutakallim, tetapi dalam sejarah pemikiran dan peradaban Islam sepeninggal Nabi muncul paham atau aliran teolog/kalam. Kalam merupakan tonggak sejarah pemikiran yang tidak dapat dihapus dari khazanah intelektual Islam klasik sampai sekarang masih dikaji di berbagai pusat pendidikan dan pengajaran Islam.[7]
Pertumbuhan ilmu kalam diawali oleh permasalahan politik yaitu pertentangan antara antara khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi Sufyan. Persoalan ini kemudian bergeser kepada term kafir mengkafirkan, yang selanjutnya memunculkan aliran-aliran. Beberapa aliran kalam dalam kelompok pencahannya, antara lain :
a.        Khawarij
Secara etimologi kata khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, mucul, timbul atau memberontak. Berdasarkan pengertian etimologi ini pula, khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam. Adapun khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam perang siffin pada tahun 37 H/657 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah. Khawarij ini juga terbagi lagi ke dalam berbagai aliran antara lain:
1)             Al-muhakkimah, Golongan ini memandang perbuatan zina sebagai salah satu dosa besar, maka menurut paham golongan ini orang yang mengerjakan zina telah menjadi kafir dan keluar dari islam. Begitu pula membunuh sesama manusia tanpa sebab yang sah adalah dosa besar.
2)             Al-azariqah, Aliran ini dipimpin oleh Nafi’ ibn al-Azraq yang berasal dari bani hanifah. Menurut paham yang ekstrim ini hanya merekalah yang sebenarnya orang islam. Orang islam yang di luar lingkungan mereka adalah kaum musyrik yang harus diperangi. Siapa saja yang mereka jumpai dan mengaku orang islam yang tak termasuk dalam golongan al-azariqah, merekapun membunuhnya.
3)             Al-najdat, Penganut aliran ini berpendapat bahwa mengangkat imam bukan wajib karena syari’at telah menggariskannya, tetapi karena kemaslahatan. Dengan kata lain, jika kaum muslimin telah dapat saling mengingatkan tentang kebenaran dan melaksanakannya, maka mereka tidak membutuhkan adanya imam (khalifah).
4)             Al-ajaridah, merupakan pecahan dari aliran al-najdat. Diantara pendapat mereka ialah boleh mengangkat seseorang menjadi pemimpin jika diketahui bahwa orang tersebut adalah penganut khawarij yang bertakwa walaupun ia tidak turut perang. Dalam hal ini pandangan mereka berbeda dengan pandangan aliran al-azariqah yang mewajibkan jihad secara terus menerus. Menurut mereka berhijrah hanya merupakan kebajikan. Kaum ini ini mempunyai paham puritanisme.
5)             Al-sufriah, Aliran ini juga dianggap ekstrem seperti al-zariqah. Tetapi diantara pendapat-pendapat mereka juga ada yang terkesan lebih lunak, seperti hal yang satu ini, yakni mereka tidak sependapat dengan pendapat yang boleh membunuh anak-anak orang kafir (musrik).
6)             Al-ibadah, Aliran ini merupakan penganut paham khawarij yang paling moderat, adil, dan luwes. Sebagian pendapat fiqh mereka diadopsi oleh perundang-undangan Mesir, khususnya dalam masalah kewarisan, yaitu tentang pewarisan karena memerdekakan seseorang. Salah satu pendapat mereka yang paling menonjol yakni Yang boleh dirampas dalam perang hanyalah kuda, senjata, dan perlengkapan perang lainnya.
b.        Murjiah
Aliran ini disebut Murji’ah karena dalam prinsipnya mereka menunda persoalan konflik antara Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abu Sofyan, dan kaum Khawarij pada hari perhitungan kelak. Oleh karena itu, mereka tidak ingin megeluarkan pendapat tentang siapa yang kafir diantara ketiga kelompok yang bertikai.
c.         Syi’ah
          Syi’ah dilihat dari segi bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok, sedangkan secara istilah adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang spiritual dan keagamaan selalu merujuk kepada keturunan Nabi Muhammad saw. Syi’ah adalah golongan yang menyanjung dan memuji Sayyidina Ali secara berlebih-lebihan. Karena mereka beranggapan bahwa Ali yang lebih berhak menjadi khalifah pengganti Nabi Muhammad saw, berdasarkan wasiatnya. Sedangkan khalifah-khalifah seperti Abu Bakar As Shiddiq, Umar Bin Khattab dan Utsman Bin Affan dianggap sebagai penggasab atau perampas khilafah. Syi’ah juga terpecah ke dalam beberapa aliran diantaranya:
1)             Syi’ah Sabaiyah, Kelompok syi’ah ini mengkafirkan, mencaci, menghina dan membenci shahabat nabi seperti Abu Bakar, Umar, dan Utsman Bin Affan. Mereka berlebihan memuji, membela dan menganggap Ali Bin Abi Thalib Adalah nabi dan bahkan ada yang menganggap Ali adalah Tuhan, seperti Abdullah bi Saba’, orang yahudi tulen yang membidani berdirinya kelompok syi’ah Saba’iyah.
2)             Syi’ah Ghulat, Adalah kelompok syiah yang secara jelas mengatakan Ali bin Abi Thalib adalah Tuhan, bahkan al Jahd mengatakan ruh Allah adalah ruh Ali bin Abi Thalib.
3)             Tawabun, Dengan itu berkumpullah sekian ramai orang-orang Syiah di tepi Sungai Furat sambil mereka membaca ayat yang bermaksud, ”Maka bertaubatlah kepada Tuhan yang telah menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu”.(Al Baqarah :54). Kemudian mereka berbunuh-bunuhan sesama sendiri. Inilah golongan yang dikenali dalam sejarah Islam dengan gelaran “al-Tawwabun”.
4)             Al-kisaniyah, Mereka yang bermadzhab al-kisaniyah adalah para pengikut kisani, seorang budak imam ali yang sudah di merdekakan. mereka menetapkan muhammad ibnu hanifah sebagai imam atau khalifah ke 5. Yakni setelah imam hasan al-mujtaba’ dan al-husain. Kelompok  ini meyakini muhammad bin hanafiyah sebagai mahdi dan ia tidak wafat melainkan menghilang dan bersembunyi di pegunungan radwa dekat madinah. Namun lambat laun minoritas kelompok ini musnah (bubar) dengan sendirinya setelah sepeninggalan muhammad ibnu hanifah.
d.        Qadariyah
Merupakan suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Allah. Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbutan-perbutannya.
e.         Jabariyah
Paham ini menyebutkan, bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa Jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.
f.         Mu’tazilah
Aliran ini muncul sebagai reaksi atas pertentangan antara aliran Khawarij dan aliran Murji’ah mengenai persoalan orang mukmin yang berdosa besar. Ada lima prinsip pokok ajaran Mu’tazilah yang mengharuskan bagi pemeluk ajaran ini untuk memegangnya yakni : Al Tauhid (keesaan Allah), Al ‘Adl (keadlilan tuhan), Al Wa’d wa al wa’id (janji dan ancaman), Al Manzilah bain al Manzilatain (posisi diantara posisi), dan Amar ma’ruf nahi mungkar.
g.        Ahlu sunnah wal jamaah.[8]
Merupakan suatu kelompok atau golongan yang senantiasa berkomitmen untuk mengikuti sunnah nabi Muhammad saw. dan thoriqoh para shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah fisik (fiqih) dan hakikat (Tasawwuf dan Akhlaq ).

D.      Ilmu Tasawuf
Dari segi bahasa, tasawuf dihubungkan ke dalam berbagai kata atau istilah yakni:
1.        Al-suffah (ahl al-suffah), yang berarti orang yang ikut pindah dengan nabi dari Makkah ke Madinah.
2.        Saf, yang berarti barisan yang dijumpai dalam melaksanakan shalat berjama’ah.
3.        Sufi, yang berarti bersih dan suci.
4.        Sophos (dalam bahasa Yunani), yang berarti hikmah.
5.        Suf, yang berarti kain wol kasar.[9]
Dari segi kebahasaan tersebut dapat disimpulkan bahwa tasawuf tersebut menggambarkan suatu keadaan yang selalu berorientasi kepada kesucian jiwa, mengutamakan panggilan Allah, berpola hidup sederhana, mengutamakan kebenaran, dan rela berkorban demi tujuan-tujuan yang lebih mulia di sisi Allah.[10] Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdy mengatakan tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari (sifat-sifat) yang nuruk dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, melangkah menuju (keridhaan) Allah dan meninggalkan (larangan-Nya) menuju kepada (perintah-Nya).[11]
Tasawuf banyak dikenal sebagai “Mistisisme dalam Islam”. Tasawuf atau mistisisme dalam islam beresensi pada hidup dan berkembang mulai dari bentuk hidup “kezuhudan” (menjauhi kemewahan duniawi). Tujuan tasawuf adalah agar seseorang bisa berhubungan langsung dengan tuhan, dengan maksud ada perasaan benar-benar berada di hadirat tuhan. Para sufi beranggapan bahwa ibadah yang diselenggarakan dengan cara formal belum dianggap memuaskan karena belum memenuhi kebutuhan spiritual kaum sufi.
Ajaran tasawuf dalam islam memang tidak sama kedudukan hukumnya dengan rukun-rukun iman dan islam yang sifatnya wajib. Oleh karena itu, para ulama sering menanamkan ajarannya dengan istilah fadlailul a’mal (amalan-amalan yang hukumnya lebih afdhol/utama).[12]
Sebagai umat islam kita tidak patut untuk memisahkan urusan duniawi dengan urusan agama atau akhirat. Dalam arti ketika mengerjakan urusan dunia hendaknya harus dikontrol dengan iman. Agar umat manusia khususnya umat islam tidak jauh dari kebenaran di dalam menjalankan syariat islam, maka thariqah atau tarekat merupakan jalan yang dapat diambil dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Thareqah hakikatnya adalah berjanji kepada dzikrullah dalam jumlah tertentu sekaligus berjanji pada guru untuk mengamalkan agama islam termasuk meninggalkan larangan-Nya. Thariqah sesungguhnya adalah menjauhi hal-hal yang haram, yang makruh, dan hal-hal yang mubah yang tidak berguna, serta melaksanakan hal-hal yang wajib, dan sekuat tenaga melaksanakan hal-hal yang sunat di bawah asuhan seorang mursyid yang ahli yang maqamnya tinggi.
Di antara aliran-aliran tasawuf atau tarekat yang ada di dalam islam adalah sebagai berikut:
a.        Naqsabandiyah
Tarekat ini didirikan oleh seorang sufi yang bernama Syaikh Muhammad ibn Muhammad Bahauddin Syah Naqsabandi al-Uwaisi al-Bukhori. Ciri dari tarekat ini adalah: diikutinya syari’at secara ketat, keseriusan dalam beribadah menyebabkan penolakan terhadap tari dan musik, lebih mengutamakan berdzikir dalam hati, cenderung kuat ke arah keterlibatan dalam politik (meskipun tidak konsisten), ketaatan yang mendalam terhadap hukum-hukum syari’at. Beberapa pokok ajaran tarekat ini antara lain:
1)             Amalan akan mencapai suatu kesempurnaan apabila mendekatkan diri kepada Allah itu berada pada 3 dimensi yaitu islam, iman, dan ihsan.
2)             Adab atau etika murid dengan mursyidnya menyerupai adab para sahabat terhadap nabi Muhammad saw.
3)             Dzikir adalah aktivitas lidah (lisan) maupun hati (batin).
b.        Syazaliyah
Tarekat ini didirikan oleh Abu Hasan Ali ibn Abdullah ibn Abdul Jabar Asy-Syadzali. Beberapa pokok ajaran tarekat ini antara lain:
1)             Taqwa kepada Allah dalam keadaan rahasia dan terbuka.
2)             Mengikuti sunnah nabi Muhammad dalam ucapan dan perbuatan.
3)             Berpaling dari makhluk (tidak menumpukan harapan)
4)             Ridlo terhadap Allah dalam pemberian sedikit maupun banyak.
5)             Kembali kepada Allah dalam senang dan duka.
Seseorang yang ingin mengambil dzikir di tarekat ini persyaratannya adalah islam, berakal, dewasa, dan paham ilmu syari’at minimal tentang amaliyah sehari-hari, jika seorang wanita yang sudah bersuami maka harus mendapat ijin dari suaminya. Para murid tarekat ini hendaknya mengisi hari-harinya dengan amalan-amalan seperti ini: Membaca al-Qur’an dengan melihat mushaf setiap hari walaupun hanya 1 maqra, melaksanakan solat lima waktu dengan berjamaah, dan mengajarkan ilmu atau mencari tambahan ilmu setiap hari.
c.         Qodiriyah
Tarekat ini didirikan oleh Syekh Abdul Qodir Jaelani yang bernama lengkap Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qodir al-Jaelani al-Baghdadi. Di tarekat ini bila murid sudah mencapai derajat syeikh, maka murid tidak mempunyai keharusan untuk terus mengikuti tarekat gurunya. Dalam hal ini ia diperbolehkan atau berhak untuk melakukan modifikasi tarekat yang lain kedalam tarekatnya. Karena hal tersebutlah banyak puluhan tarekat lain yang masuk ke dalam kategori tarekat ini. Ciri dari tarekat ini antara lain:
1)             Seorang murid harus menempuh 2 tahap yaitu tahap permulaan (dibai’at dan di talqin tauhid) dan tahap perjalanan.
2)             Murid berlatih di zawiyah (tempat para sufi melatih diri dalam tasawuf).
3)             Murid yang lulus mendapat ijazah.
4)             Amalan-amalan tarekat ini terdiri dari amalan harian, amalan mingguan, amalan bulanan, dan amalan tahunan.
5)             Mengajarkan untuk senantiasa berzikir kepada Allah siang dan malam hari setelah sholat lima waktu agar dapat wushul kepada Allah swt.
6)             Melarang untuk berbuat sesuatu yang bertentangan dengan agama dan negara.
7)             Memerintahkan untuk memelihara kerukunan dalam kehidupan.
Tasawuf adalah aspek ajaran islam yang paling penting, karena peranan tasawuf merupakan jantung atau urat nadi pelaksanaan ajaran-ajaran islam. Tasawuf inilah yang merupakan kunci kesempurnaan amaliah ajaran islam. Memang di samping aspek tasawuf, dalam islam ada aspek lain yaitu akidah dan syariah, atau dengan kata lain yang dimaksud dengan ‘ad-din’ adalah terdiri dari islam, iman, dan ihsan yang merupakan satu kesatuan. Untuk mengetahui hukum islam kita harus lari kepada syariah/fiqih, untuk mengetahui rukun iman kita harus lari pada usluhuddin/akidah dan untuk mengetahui kesempurnaan ihsan kita harus masuk ke dalam tasawuf. Oleh karena itu, tasawuf adakalanya membawa orang menjadi sesat dam musyrik ketika seseorang bertasawuf tanpa bertauhid dan bersyariat.[13]



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Ada banyak ilmu yang dapat kita pelajari dalam rangka menambah pemahaman kita akan ajaran agama islam. Ilmu-ilmu tersebut antara lain ‘Ulum al-Qur’an, ‘Ulum al-Hadits, Ilmu Kalam, dan Ilmu Tasawuf. Kesemua dari ilmu itu, murni bersumber dari pedoman umat islam yaitu Al-Qur’an dan as-Sunnah. Pada hakikatnya ilmu tersebut diperlukan untuk mengkaji hal-hal yang terdapat di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.

B.       Saran
Setidaknya sebagai umat islam kita lebih giat dalam mempelajari ilmu ilmu ini, karena ilmu ini sangat penting guna memperkuat pemahaman kita akan islam. Dan alangkah baiknya kita lebih teliti lagi dalam memilah dan memilih apa yang patut dipelajari dan yang tidak, mengingat banyaknya aliran di dalam ilmu itu sendiri. Dan untuk makalah ini kami menyadari bahwasanya makalah ini masih banyak kekurangannya untuk itu, apabila ada kritik dan saran mari kita diskusikan bersama.












DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Amin. 1995. Falsafah Kalamdi Era Postmodernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Anwar, Rosihon. 2013. Ulum Al-Qur’an. Bandung: CV Pustaka Setia.
Ash-shiddieqy, Hasbie. 1994. Sejarah dan Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Bulan Bintang.
Hamka. 1993. Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Ismail, M. Syuhudi. 1991. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: Angkasa.
Khoiriyah. 2013. Memahami Metodologi Studi Islam. Yogyakarta: Teras.
Madjid, Nurcholish.1992. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramada.
Mustofa, A. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV PUSTAKA SETIA.
Nasution, Harun. 1983. Falsafah dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Nata, Abuddin. 2006. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Solihin, M. 2006. Pengembangan Penelitian Ilmu Tasawuf. Bandung: Suguda.
Suryadilaga, Alfatih. 2015. Ulumul Hadits. Yogyakarta: Kalimedia.





[1] Hasbie Ash-shiddieqy, Sejarah dan IlmuAl-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), hlm. 100.
[2] Ibid, hlm. 102.
[3] Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 60.
[4] Alfatih Suryadilaga, Ulumul Hadits, (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), hlm. 20.
[5] M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, (Bandung: Angkasa, 1991), hlm. 17.
[6] Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramada, 1992), hlm. 201.
[7] M. Amin Abdullah, Falsafah Kalamdi Era Postmodernisme, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 5.
[8] Khoiriyah, Memahami Metodologi Studi Islam, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2013) hlm. 121.
[9] Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), hlm. 56-57.
[10] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 287.
[11] A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2010), hlm. 203.
[12] Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1993), hlm. 144.
[13] M. Solihin, Pengembangan Penelitian Ilmu Tasawuf, (Bandung: Suguda, 2006), hlm. 303.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar