JENIS
DAN BENTUK KARYA SASTRA
TUGAS INDIVIDU
Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Bahasa
Indonesia MI/SD
2
Yang
dibina oleh Mustofa, S. S., M.
Pd.
Disusun
Oleh:
Nama : Risma
Nur Izzati
NIM :
17205153002
Kelas :
PGMI-4A
JURUSAN PENDIDIKAN GURU
MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
TULUNGAGUNG
Maret 2017
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
TULUNGAGUNG
Maret 2017
Jenis dan Bentuk Karya Sastra
Indonesia
A.
Jenis
dan Bentuk Sastra Indonesia Lama
1.
Pembagian
sastra Indonesia lama
a.
Berdasarkan bentuknya:
1)
Prosa Lama
2)
Puisi Lama
b.
Berdasarkan isinya
1)
Sastra Sejarah
2)
Sastra Undang-Undang
3)
Sastra Petunjuk bagi Raja atau Penguasa
c.
Berdasarkan pengaruh asing
1)
Sastra Indonesia Asli
2)
Sastra Indonesia Lama Pengaruh Hindu
3)
Sastra Indonesia Lama Pengaruh Islam
2.
Ciri-ciri
kesusastraan Indonesia Lama
a.
bersifat onomatope/anonim diamana dalam
hal ini nama pengarang tidak dicantumkan dalam karya sastra
b.
merupakan milik bersama masyarakat
c.
timbul karena adat dan kepercayaan
masyarakat
d.
bersifat istana-sentris, maksudnya
ceritanya berkisar pada lingkungan istana
e.
disebarkan secara lisan
f.
banyak bahasa klise, yaitu bahasa yang
bentuknya tetap
g.
bersifat imajinatif
h.
bersifat didaktif
i.
bentuk serta isinya statis
3.
Jenis-jenis
sastra lama
a.
Prosa
Lama
Dalam tradisi sastra Melayu lama,
prosa adalah seluruh hasil karya sastra lisan dan tulisan yang panjang, baik
yang berbentuk cerita ataupun bukan cerita, dengan bahasa Melayu sebagai
medium. Dari tradisi lisan, muncul tiga genre prosa yang sangat populer di
kalangan masyarakat Melayu yaitu: cerita mitos, legenda dan dongeng. Sedangkan
dari tradisi tulisan, muncul prosa genre cerita (narasi) dan bukan cerita.
Prosa tulis yang berbentuk cerita di antaranya hikayat, epik, sastra panji,
sastra sejarah dan sastra agama. Sementara itu, prosa tulis yang bukan cerita,
di antaranya prosa tentang undang-undang, kitab dan ilmu tradisional. Dalam
prosa, bahasa dipahami dalam pengertian denotatif, sesuai dengan makna
leksikalnya. Oleh sebab itu, prosa seringkali dipertentangkan dengan puisi.
Namun demikian, ada pula bentuk prosa yang terpengaruh oleh puisi, yang disebut
dengan prosa liris atau prosa puitis.
Prosa lama biasanya dicirikan
dengan kesukaan pengarang untuk menggambarkan kehidupan masyarakat di saat
prosa itu dikarang. Secara umum, ada beberapa ciri lain yang menonjol pada
prosa lama tersebut antara lain: deskripsi yang jelas dan panjang mengenai
hal-hal fantastis yang berpusat pada kehidupan istana, banyak unsur bahasa
asing sebagai akibat dari pengaruh agama Hindu dan Islam, tanggal dan nama
pengarang tidak tertulis, dan khusus prosa narasi yang mendapat pengaruh Islam,
biasanya dimulai dengan kalimat, kata sahibul hikayat atau konon kabarnya.
b.
Dongeng
Dongeng adalah prosa cerita yang
isinya hanya hayalan/fantasi pengarang saja. Dongeng dibedakan menjadi beberapa
jenis diantaranya:
1)
Fabel
Yaitu
dongeng tentang kehidupan binatang. Dongeng tentang kehidupan binatang ini
dimaksudkan agar menjadi teladan bagi kehidupan manusia pada umumnya. Menurut
Dick Hartoko dan B. Rahmanto, fabel adalah cerita singkat, sering dalam bentuk
sanjak, yang bersifat didaktis bertepatan dengan contoh yang kongkret. Binatang
dan tumbuh-tumbuhan ditampilkan sebagai makhluk yang dapat berpikir, bereaksi,
dan berbicara sebagai manusia, diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang
mengandung ajaran moral. Contoh: Kancil Yang Cerdik, Bayan Budiman
2)
Farabel
Yaitu
dongeng tentang binatang atau benda-benda lain yang mengandung nilai
pendidikan. Binatang atau benda tersebut merupakan perumpamaan atau lambang
saja. Peristiwa ceritanya merupakan kiasan tentang pelajaran kesusilaan dan
keagamaan.
3)
Legenda
Yaitu
dongeng yang dihubungkan dengan keajaiban alam, terjadinya suatu tempat, dan
setengah mengandung unsur sejarah. Contoh: Asal-usul Kota Banyuwangi dan
Sangkuriang.
4)
Mite
Yaitu
dongeng yang berhubungan dengan cerita jin, peri, roh halus, dewa, dan hal-hal
yang berhubungan dengan kepercayaan animisme. Atau dengan kata lain, mite
adalah dongeng tentang dewa-dewa atau makhluk lain yang dianggap mempunyai
sifat kedewaan dan sakral. Contoh: Cerita Gerhana, Nyi Loro Kidul, Hikayat Sang
Boma, Illias Odyssee.
5)
Sage
Yaitu
dongeng yang mengandung unsur sejarah meskipun tidak seluruhnya berdasarkan
sejarah. Menurut Dick Hartoko dan B. Rahmanto, kata sage berasal dari kata
Jerman “was gesagt wird” yang berarti apa yang diucapkan, cerita-cerita lisan
yang intinya historis, terjadi di suatu tempat tertentu dan pada zaman
tertentu. Ada yang menceritakan tentang roh-roh halus, mengenai ahli-ahli
sihir, mengenai setan-setan atau mengenai tokoh-tokoh historis. Selalu ada
ketegangan antara dunia manusia dan dunia gaib. Manusia selalu kalah. Nada
dasarnya tragis, lain daripada dongeng yang biasanya optimis. Contoh:
Darmuawulan, Terjadinya Kota Majapahit.
6)
Wira Carita (Cerita Kepahlawanan) atau
Epos
Adalah
cerita yang pelaku utamanya adalah seorang kesatria yang gagah berani, pandai
berperang, dan selalu memperoleh kemenangan. Contoh: Ramayana Mahabarata.
7)
Dongeng Jenaka
Yaitu
dongeng yang menceritakan kebodohan atau perilaku seseorang yang penuh
kejenakaan atau lelucon. Contoh: Pak Pandir, Pak Belalang, Si Lebai Malang, Abu
Nawas,
c.
Hikayat
Kata hikayat berasal dari bahasa
Arab yang artinya cerita. Hikayat adalah cerita yang panjang yang sebagian
isinya mungkin terjadi sungguh-sungguh, tetapi di dalamnya banyak terdapat
hal-hal yang tidak masuk akal, penuh keajaiban. Dick Hartoko dan B. Rahmanto
memberikan definisi hikayat sebagai jenis prosa cerita Melayu Lama yang
mengisahkan kebesaran dan kepahlawanan orang-orang ternama, para raja atau para
orang suci di sekitar istana dengan segala kesaktian, keanehan tokoh utamanya,
kadang mirip cerita sejarah atau berbentuk riwayat hidup. Hikayat yaitu prosa
lama yang isinya mengenai kejadian-kejadian di lingkungan istana, tentang
keluarga raja. Contoh: Hikayat Hang Tuah, Hikayat Si Miskin, Hikayat Panca
Tantra, Hikayat Panji Semirang, Hikayat
Dalang Indra Kusuma, Hikayat Amir Hamzah Tambo.
d.
Tambo
Adalah cerita sejarah, yaitu cerita
tentang kejadian atau asal-usul keturunan raja. Silsilah atau tambo, yaitu
semacam sejarah, tetapi isinya sudah bercampur dengan khayalan sehingga banyak
cerita yang tidak tercerna oleh pikiran sehat. Contoh: Sejarah Melayu, Hikayat
Raja-raja Pasai, Sejarah Melayu-Bugis.
e.
Puisi
Lama
Puisi lama merupakan pancaran
kehidupan masyarakat lama yang memiliki ciri-ciri:
1) Bersatu,
tidak pecah belah, dan hidup lebih padu, dalam kesatuan itu ada yang mengikat
yaitu adat istiadat yang telah turun-temurun.
2) Setiap
orang saling mengenali
3)
Hidup tolong-menolong, bergotong–royong
membangun rumah, mengerjakan sawah, mengadakan keramaian, suka duka selalu
bersatu.
Puisi lama adalah puisi yang
terikat oleh aturan-aturan. Aturan-aturan itu antara lain: jumlah kata dalam 1
baris, jumlah baris dalam 1 bait, persajakan (rima), banyak suku kata tiap
baris, dan irama. Puisi lama dibagi menjadi:
1)
Mantra
Mantra adalah kata-kata yang
mengandung hikmat dan kekuatan gaib. Mantra sering diucapkan oleh dukun atau
pawang, namun ada juga seorang awam yang mengucapkannya. Mantra merupakan puisi
tua, keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya
sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan.
Contoh:
Assalammu’alaikum
putri satulung besar
Yang beralun
berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
2)
Bidal
Bidal adalah pepatah atau
peribahasa dalam sastra Melayu lama yang kebanyakan berisi sindiran,
peringatan, nasehat, dan sejenisnya. Yang termasuk dalam kategori bidal adalah
sebagai berikut:
a)
Ungkapan
yaitu
kiasan tentang keadaan atau kelakuan yang dinyatakan dengan sepatah atau
beberapa patah kata.
b) Peribahasa
yaitu
kalimat lengkap yang mengungkapkan keadaan atau kelakuan seseorang dengan
mengambil perbandingan dengan alam sekitar.
c)
Tamsil
yaitu
seperti perumpamaan tetapi dikuti bagian kalimat yang menjelaskan.
d) Ibarat
yaitu
seperti perumpamaan dan tamsil tetapi diikuti bagian yang menjelaskan yang
berisi perbandingan dengan alam.
e)
Pepatah
yaitu
kiasan tetap yang dinyatakan dalam kalimat selesai.
f)
Pemeo
yaitu
ucapan yang terkenal dan diulang-ulang, berfungsi sebagai semboyan atau pemacu
semangat.
3)
Pantun
Pantun adalah puisi Melayu asli
yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat. Pantun ialah puisi lama
yang terikat oleh syarat-syarat tertentu, yakni jumlah baris, jumlah suku kata,
kata, persajakan, dan isi. Uraian lebih lanjut mengenai ciri-ciri pantun
dipaparkan berikut:
a)
Pantun terdiri dari sejumlah baris yang
selalu genap yang merupakan satu kesatuan yang disebut bait/kuplet.
b)
Setiap baris terdiri dari empat kata
yang dibentuk dari 8-12 suku kata ( umumnya 10 suku kata ).
c)
Separoh bait pertama merupakan sampiran
(persiapan memasuki isi pantun), separoh bait berikutnya merupakan isi (yang
akan disampaikan).
d) Persajakan
antara sampiran dan isi selalu paralel (ab-ab atau abc-abc atau abcd-abcd atau
aa-aa).
e)
Beralun dua.
Contoh:
Ada pepaya ada mentimun (a)
Ada mangga ada salak (b)
Daripada duduk melamun (a)
Mari kita membaca sajak (b)
Berdasarkan bentuk/jumlah baris
tiap bait, pantun dibedakan menjadi:
a)
Pantun biasa, yaitu pantun yang terdiri
dari empat baris tiap bait.
Pantun biasa sering juga disebut
pantun saja. Contoh:
Kalau ada jarum patah
Jangan dimasukkan ke dalam peti
Kalau ada kataku yang salah
Jangan dimasukan ke dalam hati
Pantun kilat/karmina, pantun yang
terdiri dari dua baris. Baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua adalah
isi. Memiliki pola sajak lurus (aa). Biasanya digunakan untuk menyampaikan
sindiran ataupun ungkapan secara langsung. Ciri-ciri pantun kilat adalah (a)
setiap bait terdiri dari 2 baris, (b) baris pertama merupakan sampiran, (c)
baris kedua merupakan isi, (d) bersajak a – a, dan ( e) setiap baris terdiri
dari 8 – 12 suku kata.
Contoh:
Sudah gaharu cendana pula
Sudah tahu masih bertanya pula
Dahulu parang, sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
b)
Pantun berkait, yiatu pantun yang
tersusun secara berangkai, saling mengkait antara bait pertama dan bait
berikutnya. Termasuk dalam pengertian ini adalah seloka.
c)
Seloka adalah pantun berkait yang tidak
cukup dengan satu bait saja sebab pantun berkait merupakan jalinan atas
beberapa bait. Seloka, yaitu pantun yang terdiri dari empat baris sebait tetapi
persajakannya datar (aaaa).
4)
Seloka
Merupakan
bentuk puisi Melayu Klasik, berisikan pepatah maupun perumpamaan yang
mengandung senda gurau, sindiran bahkan ejekan. Biasanya ditulis empat baris
memakai bentuk pantun atau syair, terkadang dapat juga ditemui seloka yang
ditulis lebih dari empat baris. Beberapa ciri seloka, di antaranya: (a) baris
kedua dan keempat pada bait pertama dipakai sebagai baris pertama dan ketiga
bait kedua, dan (b) baris kedua dan keempat pada bait kedua dipakai sebagai
baris pertama dan ketiga bait ketiga.
Contoh seloka empat baris:
Sudah bertemu kasih sayang
Duduk terkurung malam siang
Hingga setapak tiada renggang
Tulang sendi habis berguncang
5)
Talibun
Adalah
pantun jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6,
8, 10 dan seterusnya. Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga
sampiran dan tiga isi. Jika satu bait berisi delapan baris, susunannya empat
sampiran dan empat isi.
Asam kandis asam gelugur
Kedua asam riang-riang
Menangis mayat di pintu kubur
6)
Gurindam
Gurindam adalah puisi lama yang
terdiri dari dua baris satu bait, kedua lariknya merupakan kalimat majemuk yang
selalu berhubungan menurut hubungan sebab-akibat. Baris pertama merupakan
syaratnya sedangkan baris kedua merupakan jawabannya. Dengan ungkapan lain,
gurindam adalah satu bentuk puisi Melayu
lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang
merupakan satu kesatuan yang utuh. Baris pertama berisikan semacam soal,
masalah atau perjanjian dan baris kedua berisikan jawabannya atau akibat dari
masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi. Gurindam berisi petuah atau
nasehat. Sajak akhir berirama a – a ; b – b; c – c dst. Gurindam muncul setelah
timbul pengaruh kebudayaan Hindu. Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari
Tamil (India).
Contoh:
Pabila banyak mencela orang Itulah
tanda dirinya kurang
Dengan ibu hendaknya hormat Supaya
badan dapat selamat
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang
(b)
Bagai rumah tiada bertiang (b)
Jika suami tiada berhati lurus (c)
Istri pun kelak menjadi kurus (c)
Di samping itu, dikenal pula
Gurindam Dua Belas, kumpulan gurindam yang dikarang oleh Raja Ali Haji dari
Kepulauan Riau. Gurindam Dua Belas berisi antara lain tentang ibadah, kewajiban
raja, kewajiban anak terhadap orang tua, tugas orang tua kepada anak, budi
pekerti dan hidup bermasyarakat. Disebut Gurindan Dua Belas karena terdiri atas
dua belas pasal. Inilah pasal pertama:
Cahari olehmu akan sahabat, Yang
boleh dijadikan obat. Cahari olehmu akan guru, Yang boleh tahukan tiap seteru.
Cahari olehmu akan isteri, Yang boleh dimenyerahkan diri. Cahari olehmu akan
kawan, Pilih segala orang yang setiawan. Cahari olehmu akan abdi,Yang ada baik
sedikit budi. Kurang fikir, kurang siasat, Tentu dirimu kelak tersesat. Fikir
dahulu sebelum berkata, Supaya terelak silang sengketa. Orang malas jatuh
sengsara, Orang rajin bayak saudara. Ilmu kepandaian boleh dikejar, Asal mau
rajin belajar. Menolong sesama wajib dan perlu, Tetapi tolonglah diri dahulu.
7)
Syair
Syair adalah puisi atau karangan
dalam bentuk terikat yang mementingkan irama sajak. Biasanya terdiri dari 4
baris, berirama aaaa, keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud
penyair (pada pantun, 2 baris terakhir yang mengandung maksud). Kata syair
berasal dari bahasa Arab syu’ur yang artinya perasaan. Syair timbul setelah
terjadinya pengaruh kebudayaan Islam. Isinya adalah nasehat, dongeng, dan
sebagian besar berisi cerita. Syair sering hanya mengutamakan isi. Ciri-ciri
syair diantaranya: terdiri dari empat baris, tiap baris terdiri dari 4-5 kata
(8-12 suku kata), persamaan bunyi atau sajak akhir sama dan sempurna, tidak ada
sampiran. Ada beberapa jenis syair diantaranya:
a)
Syair Romantis
Berisi tentang percintaan yang biasanya terdapat pada
cerita pelipur lara, hikayat, maupun cerita rakyat. Contoh syair romantis yakni
Syair Bidasari yang menceritakan tentang seorang putri raja yang telah dibuang
ibunya. Setelah beberapa lama ia dicari Putra Bangsawan (saudaranya) untuk
bertemu dengan ibunya. Pertemuan pun terjadi dan akhirnya Bidasari memaafkan
ibunya, yang telah membuang dirinya
b)
Syair Kiasan
Berisi tentang percintaan ikan, burung, bunga atau
buahbuahan. Percintaan tersebut merupakan kiasan atau sindiran terhadap
peristiwa tertentu. Contoh syair kiasan adalah Syair Burung Pungguk yang isinya
menceritakan tentang percintaan yang gagal akibat perbedaan pangkat, atau
seperti perumpamaan “seperti pungguk merindukan bulan”.
c)
Syair Sejarah
Adalah syair yang berdasarkan peristiwa sejarah.
Sebagian besar syair sejarah berisi tentang peperangan. Contoh syair
sejarah adalah Syair Perang Mengkasar (dahulu bernama Syair Sipelman), berisi
tentang perang antara orang-orang Makassar dengan Belanda. Syair
berbahasa Arab yang tercatat paling tua di Nusantara adalah catatan di batu
nisan Sultan Malik al Saleh di Aceh, bertarikh 1297 M.
d) Syair Agama merupakan syair terpenting. Syair agama dibagi
menjadi empat yaitu: syair sufi, syair tentang ajaran Islam, syair riwayat
cerita nabi, dan syair nasihat. Perlu kita ketahui, setiap syair pasti
mengandung pesan tertentu. Pesan tersebut dapat kita simpulkan setelah memahami
isi sebuah syair. Contoh syair agama : Syair Perahu, Syair Dagang (banyak
yg bilang karangan Hamzah Fansuri, tapi para ahli membantahnya), Syair Kiamat,
Bahr An-Nisa, Syair Takbir Mimpi, Syair Raksi.
8)
Prosa
liris (kalimat berirama)
Prosa liris adalah prosa yang di
dalamnya masih terdengar adanya irama. Ciri itu menjadi penanda khas prosa
prosa liris, bila dibandingkan dengan jenis prosa yang lain. Contoh karya
sastra yang berbentuk prosa liris adalah Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi
A.G.
9)
Puisi-puisi
Arab
Di samping yang sudah disebutkan di
atas, ada beberapa bentuk lain yang perlu dikenal walaupun sebenarnya tidak
murni berasal dari Sastra Melayu. Bentuk-bentuk tersebut adalah kaba, kakawin,
kidung, parwa, dan cerita pelipur lara. Kaba adalah jenis prosa lirik dari
sastra Minangkabau tradisional yang dapat didendangkan. Biasanya orang lebih
tertarik pada cara penceritaan daripada isi ceritanya. Kaba termasuk sastra
lisan yang dikisahkan turun temurun. Contohnya adalah cerita Sabai nan Aluih.
Kakawin adalah sejenis puisi yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dan yang
mempergunakan metrum dari India (Tambo). Kakawin berkembang pada masa Kediri
dan Majapahit. Penyairnya disebut kawi. Contohnya Ramayana, Arjunawiwaha, dan
Negarakertagama. Kidung adalah jenis puisi Jawa Pertengahan yang mempergunakan
persajakan asli Jawa. Parwa adalah jenis prosa yang diadaptasi dari
bagian-bagian epos dalam bahasa Sanskerta dan menunjukkan ketergantungannya
dengan kutipan-kutipan dari karya asli dalam bahasa Sanskerta. Kutipan-kutipan
tersebut tersebar di seluruh teks parwa yang biasanya berbahasa Jawa Kuno.
Cerita Pelipur Lara adalah sejenis sastra rakyat yang pada mulanya berbentuk
sastra lisan. Cerita jenis ini bersifat perintang waktu dan menghibur belaka.
Kebanyakan menceritakan tentang kegagahan dan kehebatan seorang ksatria tampan
yang harus menempuh seribu satu masalah dalam usahanya merebut putri cantik
jelita yang akan dipersunting (hampir sama dengan hikayat).
Tokoh Sastra
Indonesia Lama yang sangat berjasa dalam penyebaran sastra Indonesia Lama
adalah pawang. Ia adalah kepala adat (istilah sekarang mungkin sama dengan
“dukun” dalam kebudayaan Jawa). Jabatan ini berbeda dengan kepala suku. Menurut
Dick Hartoko dan B. Rahmanto, pawang dikenal sebagai orang yang mempunyai
keahlian yang erat hubungannya dengan hal-hal yang gaib. Ia termasuk orang yang
keramat dan dapat berhubungan dengan para dewa atau hyang. Pawang terbagi atas
pawang kutika (ahli bercocok tanam dan hal-hal yang berhubungan dengan rumah
tangga), pawang osada (ahli dalam jampi-jampi), pawang malim (ahli dalam
pertenungan), dan pawang pelipur lara (ahli bercerita).
B. Jenis dan Bentuk Karya Sastra
Indonesia Baru
Membaca dan
memaknai sastra membantu kita untuk menyadari kompleksitas misteri hidup,
seperti cinta, benci, kelahiran, kematian, perkawinan, konflik sosial, dan
sebagainya. Dengannya kecerdasan sosial dan emosional Anda semakin terasah,
sehingga diharapkan semakin toleran terhadap berbagai perbedaan. Sastra bisa
menjelajahi ruang dan waktu, mengantarkan pembacanya ke masa lalu dan juga ke
masa depan. Sebelum lebih jauh menyelami dunia sastra, lebih dahulu Anda
mengenal berbagai jenis (genre) karya sastra. Genre dapat dipahami sebagai
suatu macam atau tipe kesastraan yang memiliki seperangkat karakteristik umum,
atau kategori pengelompokan karya sastra yang biasanya berdasarkan gaya,
bentuk, atau isi. Hal itu membawa konsekuensi bahwa dalam sebuah genre sastra terdapat
sejumlah elemen yang memiliki kesamaan sifat, dan elemenelemen itu menunjukkan
perbedaan dengan elemen pada genre yang lain. Di dalam dunia sastra dikenal
tiga jenis sastra, yakni puisi, drama dan cerita (fiksi). Sejarah sastra pun
mengikuti pembagian ini.
1.
Puisi
Baru
Puisi adalah teks monolog dengan
tipografi tertentu yang isinya tidak merupakan sebuah alur. Ciri puisi yang
paling mencolok ialah penampilan tipo-grafinya . Teks puisi, larik-lariknya
tidak sampai ke tepi halaman. Di samping tipografi yang menonjol, bahasa puisi
memiliki kekhasan. Bahasanya banyak mengandung simbol dan kiasan. Ini sering
dianggap sebagai ciri pemerlain dari puisi. Bahasa puisi ditandai dengan diksi
yang cenderung konotatif, dan bahasa yang mengandung metafora, metominia,
sinekdoks, personifikasi, hiperbola, ambiguitas, elipsis, serta mengandung
citraan. Di samping itu, puisi juga memiliki irama dan rima (ulangan bunyi),
yang tidak (begitu) dipentingkan dalam jenis sastra nonpuisi.
Macam-macam puisi baru diantaranya:
a.
Distikon
Adalah sanjak dua seuntai, biasanya bersajak sama.
Contoh:
Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
( Or. Mandank )
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung gemunung bagus rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
( Muhammad Yamin )
b.
Stanza
(Octav)
Adalah
sajak delapan seuntai. Contoh: Awan
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang Dalam
langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang
( Sanusi Pane )
c.
Soneta
Soneta adalah bentuk kesusasteraan
Italia yang lahir sejak kira-kira pertengahan abad ke-13 di kota Florance. Pada
masa lahirnya, Soneta dipergunakan sebagai alat untuk menyatakan curahan hati.
Kini tidak terbatas pada curahan hati semata-mata, melainkan perasaan-perasaan
yang lebih luas seperti pernyataan rindu pada tanah air, pergerakan kemajuan
kebudayaan, ilham sukma, juga perasaan keagamaan.
Ciri – ciri soneta
:
1)
Terdiri atas 14 baris
2)
Terdiri atas 4 bait, yang terdiri atas 2
quatrain dan 2 terzina
3)
Dua quatrain merupakan sampiran dan
merupakan satu kesatuan yang disebut octav.
4)
Dua terzina merupakan isi dan merupakan
satu kesatuan yang disebut isi yang disebut sextet.
5)
Bagian sampiran biasanya berupa gambaran
alam
6)
Sextet berisi curahan atau jawaban atau
kesimpulan daripada apa yang dilukiskan dalam ocvtav, jadi sifatnya subjektif.
7)
Peralihan dari octav ke sextet disebut
voltaPenambahan baris pada soneta disebut koda.
8)
Jumlah suku kata dalam tiap-tiap baris
biasanya antara 9 – 14 suku kata
9)
Rima akhirnya adalah a – b – b – a, a –
b – b – a, c – d – c, d – c – d Contoh :
Gembala
Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a )
Melihat anak berelagu dendang ( b )
Seorang saja di tengah padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
Beginilah nasib anak gembala ( a )
Berteduh di bawah kayu nan rindang
( b )
Semenjak pagi meninggalkan kandang
( b )
Pulang ke rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit sesayup sampai ( a )
Terdengar olehku bunyi serunai ( a
)
Melagukan alam nan molek permai ( a
)
Wahai gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan puputmu menurutkan
kerbau ( c )
Maulah aku menurutkan dikau ( c )
( Muhammad Yamin )
Dalam perkembangan selanjutnya
perbedaan yang jelas antara bahasa karya sastra cerita (naratif) dan puisi
memang tidak selalu tegas. Hal ini karena adanya puisi-puisi yang prosais,
sebaliknya juga muncul puisi-puisi naratif. Jenis yang berbeda ini kemudian
dikenal sebagai prosa lirik. Karya sastra yang menggunakan tipografi puisi,
tetapi bahasa serta isinya narasi (prosa). Di samping itu, dalam perkembangan
selanjutnya tipografi puisi juga mengalami peragaman, sehingga dikenal puisi
tipografi, seperti puisi-puisi Sutardji. Dalam puisi tipografi, makna puisi
juga disugesti oleh tipografinya. Djoko Pradopo menafsirkan makna puisi Sihka
Winka sebagai gambaran sebuah kehidupan perkawinan (rumah tangga) yang
mengalami liku-liku, dan pada akhirnya berakhir tragis pada perpisahan.
Sementara itu, makna puisi kedua mungkin dapat dikaitkan dengan makna Alif lam
mim dalam Al-Qur’an. Selanjutnya, berdasarkan tema (isinya) puisi juga dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis berikut:
a.
Puisi lirik, yaitu puisi yang berisi
cetusan isi hati penyair.
b.
Puisi naratif, yaitu puisi yang
menceritakan atau menjelaskan sesuatu.
c.
Puisi dramatik, yaitu puisi yang
mengandung percakapan atau dialog tokoh.
d.
Puisi okasional, yaitu puisi ditulis
untuk memperingati suatu kejadian atau peristiwa yang penting.
e.
Balada, yaitu puisi yang berisi nyanyian
dengan perulangan yang terus menerus.
f.
Casno (Canzone) yaitu puisi tentang
keindahan dan cinta.
g.
Ode, yaitu puisi pujian terhadap
seseorang atau suatu hal.
h.
Epik, yaitu puisi yang bersifat
menceritakan atau menjelaskan sesuatu.
i.
Romance, yaitu puisi yang berisis
percintaan yang romantis yang penuh dengan luapan perasaan.
j.
Fabel, yaitu puisi yang bercerita
tentang binatang dan mengandung alegori yang bersifat pengajaran.
k.
Puisi Musikal, yaitu pembacaan puisi
yang diiringi alat musik atau melagukan puisi atau membacakan puisi dengan
instrumen alat musik.
2.
Drama
Ialah
semua teks yang bersifat dialog dan yang isinya membentangkan sebuah alur.
Drama itu berbeda dengan prosa cerita dan puisi karena dimaksudkan untuk
dipentaskan. Pementasan itu membe-rikan sebuah penafsiran kedua kepada drama.
Sang sutradara dan para pemain menafsirkan teks, sedangkan para penonton
menafsirkan versi yang telah ditafsirkan oleh para pemain. Pembaca yang membaca
teks drama tanpa menyaksikan pementasannya mau tidak mau membayangkan jalur
peristiwa di atas panggung. Pengarang drama pada prinsipnya memperhitungkan
kesempatan ataupun pembatasan khas, akibat pementasan. Oleh karena itu, teks
drama berkiblat pada pementasan. Salah satu ciri teks drama adalah adanya unsur
dialog, yang dalam teks naratif dan puisi tidak (begitu) menonjol. Dalam
pementasan, unsur tersebut berupa percakapan antartokoh. Di sini tampak
bagaimana cerita disampaikan melalui dialog antartokoh. Dalam drama dialog
merupakan bagian terpenting, dan sampai taraf tertentu ini juga berlaku bagi
monolog. Teks yang memuat petunjuk pementasan adalah teks yang mirip dengan
unsur fiksi. Hal itu terlihat pada adanya alur (rangkaian cerita), tokoh dan
karakternya, latar, gaya bahasa, dan tema. Berdasarkan isinya, drama dibedakan
menjadi:
a. Tragedi
Adalah
drama yang menggambarkan kesedihan. Tragedi adalah drama yang timbul pada zaman
Yunani kuno yang membahas peristiwa-peristiwa yang mengharukan, berdasarkan konflik
psikis, moral, ataupun sosial, dengan maksud agar penonton lalu mawas diri dan
merasakan kelegaan batin (katarsis).
b. Komedi
Adalah
drama yang menggambarkan sesuatu yang menyenangkan dengan ekspresi yang lucu.
Drama ini dimaksudkan untuk membuat para penonton tertawa. Di sini visi
terhadap perorangan, hidup sehari-hari ditampilkan dengan humor.
c. Tragikomedi
Drama
ini merupakan gabungan antara peristiwa tragik dan komedik. Tak ada permasalahan
metafisik, alurnya ringan dan cepat diselesaikan dengan “happy ending”.
3.
Prosa
Fiksi
Cerita (fiksi) adalah semua teks
yang isinya merupakan kisah sejarah atau sebuah deretan peristiwa. Bersamaan
dengan kisah dan deretan peristiwa itu hadirlah cerita. Dalam konteks sastra
modern, ciri tersebut terdapat dalam teks roman, novel, novelette, prosa lirik
dan cerita pendek ( cerpen). Sejarah sastra diawali oleh jenis sastra novel dan
cerpen seperti tampak dalam terbitan Balai Pustaka atau pun sebelumnya. Dalam
studi sastra pun minat terhadap jenis cerita cukup besar. Hal itu terbukti
dengan lahirnya cabang teori sastra yang bernama naratologi atau teori fiksi. Berdasarkan
temanya fiksi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis diantaranya:
a.
Fiksi (novel) realistik isinya berkaitan
dengan hal-hal yang bersifat faktual dalam perilaku manusia.
b.
Fiksi romantik yang menyajikan masalah
perjuangan emosi pribadi dan desakan dari luar.
c.
Fiksi naturalistik dan proletarian yang
mengutamakan pelukisan akta yang keji dan kurang dapat diterima secara moral
dan pelukisan tatanan mate-rial yang kurang dapat diterima oleh akal sehat.
d.
Fiksi gotik yang melukiskan
cerita-cerita horor.
e.
Fiksi sains yang menggambarkan
tatanan-tatanan yang saintifik.
f.
Fiksi utopian yang menggambarkan tatanan
yang ekonomik dan politik.
g.
Fiksi satire yang menggambarkan
pertentangan antara manusia atau institusi yang tampak secara lahiriah dengan
kekuasaan yang ada di baliknya.
h.
Fiksi psikologis, arus kesadaran,
otobiografis, atau bildungs roman, yang menekankan kompleksitas atau
perkembangan kehidupan batin individu, yang terdiri dari perasaan dan pikiran.
i.
Fiksi eksistensialis yang menggambarkan
kekuatan-kekuatan di balik fakta dunia yang tak terpahamkan, tak dapat
diterima, bahkan yang tak pernah terjadi. Dalam fiksi ini tokoh-tokohnya
dihadapkan pada sesuatu yang gelap dan dilontarkan ke dunia yang tak seperti
biasanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar