Rabu, 25 Oktober 2017

PSIKOLOGI UMUM: Makalah Psikologi Perkembangan (Semester 1)



PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
MAKALAH
Untuk Memenuhi TugasMata Kuliah “Psikologi Umum
Dosen Pembimbing:
Germino Wahyu B.,M.Si.








Disusun Oleh:
Kelompok 2
1.      Risma Nur Izzati               (17205153002)
2.      Nila Arfida Okta .P          (17205153010)
3.      Lia Novita Sari                  (17205153021)
4.      Yolanda Murtiningrum     (17205153028)
5.      Rahma Trimukti M.           (17205153043)
6.      Okta Vinanda K.              (17205153049)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
TULUNGAGUNG
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt.yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua. Sholawat serta  salam  semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad saw.dan semoga kita akan selalu mendapat syafaatnya baik didunia maupun di akhirat kelak.
Dengan pertolongan dan hidayah-Nya  penulis dapat  menyusun makalah ini untuk memenuhi  tugas mata kuliahPSIKOLOGI UMUM yang berjudulDASAR PSIKOLOGIS DARI PERKEMBANGAN.
Kami menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak penulisan makalah ini tidak mungkin terlaksana dengan baik.Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1.                  Dr. Mafthukin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menimba ilmu di IAIN Tulungagung ini.
2.                  Germino Wahyu B., M.Si. Selaku Dosen pengampu mata kuliah yang telah membimbing dan mengarahkan kami dengan sabar agar mempunyai pemahaman yang benar mengenai mata kuliah ini.
3.                  Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaatdan membuahkan ilmu yang maslahahfiidinniwadunyawalakhirah.
Tulungagung, 06 November 2015



Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................ i
Kata Pengantar........................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................... 4
B.     Rumusan Masalah.......................................................................... 4
C.     Tujuan............................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pertanyaan Dasar Tentang Perkembangan..................................... 5
B.     Kapasitas Neonatus........................................................................ 8
C.     Perkembangan Pada Masa Anak-anak......................................... 13
D.    Perkembangan Pada Masa Remaja.............................................. 25
E.     Kasus Yang diangkat................................................................... 25
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan.................................................................................. 28
B.     Saran............................................................................................ 28
Daftar Pustaka......................................................................................... 29








BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
       Dari sekian banyak mahluk hidup yang diciptakan oleh Allah swt.Di dunia ini, manusia adalah makhluk yang paling imatur saat lahir khususnya diantara semua jenis mamalia. Yang dimaksud dengan imatur disini ialah memerlukan periode belajar, berkembang, serta proses interaksi yang lebih panjang sebelum dapat mencukupi dirinya sendiri. Semakin kompleks sistem saraf suatu organisme, maka semakin panjang juga waktu yang diperlukan untuk mencapai kematangan. Tetapi proses perkembangan seseorang tidak berakhir begitu saja setelah seseorang mencapai kematangan fisik, melainkan terus berjalan seumur hidup.
       Disini Psikologi mencoba untuk menjelaskan dan menganalisis tentang keteraturan manusia sepanjang hidupnya. Mulai dari masa dalam kandungan sampai masa lanjut usia. Diharapkan dari pembahasan mengenai hal ini, untuk kedepannya seseorang akan lebih bisa menghargai dan memanfaatkan masa demi masa dalam hidupnya dengan sebaik-baiknya.
B.  Rumusan Masalah
1)      Bagaimana Pertanyaan Dasar Tentang Perkembangan?
2)      Bagaimana Kapasitas Neonatus?
3)      Bagaimana Perkembangan Pada Masa Anak-anak?
4)      Bagaimana Perkembangan Pada Masa Remaja?
C.  Tujuan
1)      Untuk Mengetahui Pertanyaan Dasar Tentang perkembangan.
2)      Untuk Mengetahui Kapasitas Neonatus.
3)      Untuk Mengetahui Perkembangan Pada Masa Anak-anak.
4)      Untuk Mengetahui perkembangan Pada Masa Remaja.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pertanyaan Dasar Tentang Perkembangan
Para ahli psikologi perkembangan meneliti beberapa aspek perkembangan, diantaranya:
1.        Perkembangan Fisik meliputi perubahan tinggi, berat badan, dan pencapaian kemampuan motorik.
2.        Perkembangan Preseptual meliputi perubahan dalam penglihatan dan pendengaran.
3.        Perkembangan Kognitif meliputi perubahan proses berpikir, memori, dan kemampuan berbahasa.
4.        Perkembangan Kepribadian Sosial meliputi perubahan konsep diri, identitas jenis, dan hubungan interpersonal.
Pertanyaan dasar yang biasa timbul mengenai sebuah perkembangan salah satunya adalah “pada usia berapa anak rata-rata mulai berbicara?” karena data normatif tersebut sangat penting untuk menilai perkembangan individual dan merencanakan program pendidikan seorang anak. Tetapi para ahli psikologi perkembangan biasanya lebih cenderung untuk menganalisis proses dan sebab dari data tersebut misalnya “Bagaimana perilaku tersebut dapat berkembang?” “Mengapa sebagian besar anak tidak mencelotehkan kata-kata pertamanya sampai mereka berusia sekitar satu tahun?”. Selain itu para ahli psikologi perkembangan juga mencoba untuk menemukan bagaimana suatu lingkungan mempengaruhi perkembangan seseorang, misalnya “Bagaimana suatu tontonan tayangan kekeraan di televisi mempengaruhi tingkat agresifitas seorang anak?”.
Pada dasarnya dibalik permasalahan spesifik di atas, hanya terdapat dua cakupan masalah yang lebih mendasar dan lebih luas, yaitu:

a.        Interaksi antara Alam dan Pengasuhan
            Dahulu seorang ahli filsafat Inggris pada abad ke-17 yang bernama  John Locke menolak sebuah pernyataan yang berlaku pada zamannya yang menyatakan kalau bayi itu adalah orang dewasa miniatur yang datang ke dunia dengan kemampuan dan pengetahuan yang telah lengkap dan yang semata-mata harus tumbuh menjadi dewasa agar karakteristik bawaan itu tampak. Sebaliknya, ia yakin bahwa pikiran bayi neonatus adalah lembaran kosong (tabula rasa). Apa yang tertulis di dalam lembaran itu adalah segala hal yang dialami oleh bayi yang meliputi apa yang dia lihat, dengar, kecap, cium, dan rasakan.
            Kemudian pada tahun 1859 muncul teori evolusi Darwin yang menekankan dasar biologis perkembangan manusia menghasilkan sudut pandang hereditas.
            Berikutnya tokoh-tokoh Behaviorist seperti John B. Watson dan B.F. Skinner berpendapat bahwa sifat manusia dapat dibentuk melalui proses pengasuhan pada awal masa perkembangan tanpa memandang hereditas anak itu.
            Tetapi sekarang ini sebagian besar ahli psikologi sudah sependapat bahwa bukan hanya alam dan pengasuhan yang memiliki peran peting dalam perkembangan, melainkan keduanya berinteraksi secara terus menerus untuk mengarahkan perkembangan. Bahkan tidak hanya itu saja, perkembangan nampaknya juga dapat dipengaruhi oleh peristiwa lingkungan. Mengapa demikian? Karena pada saat konsepsi banyak karakteristik psikologi telah ditentukan oleh struktur genetik sel telur yang terbuahi. Gen-gen tubuh memprogram pertumbuhan sel sehingga kita berkembang menjadi manusia. Gen tersebut menentukan warna kulit, mata, rambut dan lainnya. Determinan genetik itu diekspresikan dalam perkembangan melalui proses maturasi, yakni urutan pertumbuhan dan perubahan bawaan yang relatif tidak tergantung pada peristiwa lingkungan. Regularitas perkembangan sebelum lahir itu mengilustrasikan apa yang kita artikan sebagai maturasi.
            Perkembangan motorik setelah lahir juga mengilustrasikan interaksi antara genetik dan lingkungan. Pada dasarnya semua anak mengalami urutan perilaku motorik yang sama, hanya saja dalam menjalani urutannya itulah setiap anak mempunyai kecepatan yang berbeda-beda. Lalu apakah proses belajar dan pengalaman memiliki peranan penting dalam perbedaan tersebut?
            Pada awalnya jawabannya adalah tidak, hal ini didasarkan pada sebuah penelitian yang membandingkan dua kelompok anak Hopi di Amerika Serikat sebelah Tenggara. Kelompok Anak Hopi yang pertama dibesarkan oleh orangtua tradisional yang membebat kencang tubuh anaknya dan meletakkannya di buaian yang datar selama beberapa bulan pertama. Karena anak itu hanya dilepaskan dari bebatan satu atau dua kali setiap hari saat dimandikan atau mengganti pakaian, anak itu memiliki sedikit kesempatan untuk menggerakkan tubuhnya. Namun anak itu mulai berjalan tanpa bantuan di usia yang rata-rata sama seperti Kelompok Anak Hopi yang orangtuanya kurang tradisional yang tidak menggunakan papan buaian. Penelitian ini menyatakan bahwa keterampilan motorik ini tidak tergantung pada praktek orangtua untuk perkembangannya.
            Lalu setelah itu jawabannya adalah iya, hal ini didasarkan pada sebuah penelitian lebih akhir yang menyatakan bahwa latihan atau stimulasi ekstra dapat mempercepat kemunculan perilaku motorik.
            Perkembangan bicara memberikan contoh terakhir interaksi anatara karakteristik yang ditentukan secara genetik dengan pengalaman yang diberikan oleh lingkungan. Hampir semua bayi manusia lahir dengan kemampuan untuk mempelajari bahasa lisan. Tapi mereka tidak mampu berbicara sebelum mereka mencapai tingkat perkembangan neurologis tertentu. Pada umumnya, bahasa yang diucapkan oleh seorang anak adalah bahasa kulturnya sendiri. Jadi, perkembangan itu memiliki 2 komponen, yakni genetik dan lingkungan.


b.        Stadium dan Periode Sensitif dalam Perkembangan
            Konsep Stadium dibuat saat kita menganggap bahwa perjalanan hidup itu dibagi menjadi periode yang berjalan berturut-turut. Mulai dari masa bayi, masa anak, masa remaja, dan masa dewasa. Konsep stadium menyatakan bahwa:
1.        Perilaku pada stadium tertentu disusun di sekitar tema dominan.
2.        Perilaku pada satu stadium secara kualitatif berbeda dari perilaku yang tampak pada stadium lebih dini atau lebih lanjut.
3.        Semua anak mengalami stadium yang sama dengan urutan yang sama.
            Faktor lingkungan itu dapat mempercepat atau memperlambat perkembangan, tetapi urutan stadiumnya tidak berubah. Anak tidak dapat mencapai stadium lebih lanjut tanpa melalui stadium yang lebih awal.
Walaupun sebagian ahli psikologi yakin bahwa teori stadium sangat berguna untuk menjelaskan perkembangan, namun ahli lain tidak mengakui perubahan kualitatif dalam perilaku yang dinyatakan oleh teori stadium.
            Periode Kritis dalam perkembangan manusia (periode waktu yang penting dalam kehidupan seseorang selama mana peristiwa spesifik harus terjadi agar perkembangan dapat berjalan secara normal) memiliki hubungan yang erat dengan konsep stadium. Periode Kritis ini telah ditegakkan dengan kuat pada beberapa aspek perkembangan fisik janin manusia.
            Eksistensi periode kritis dalam perkembangan psikologis anak belum dipastikan, kemungkinan lebih tepat mengatakan terdapat periode sensitif, yakni periode yang optimal untuk perkembangan tertentu. Jika perilaku tertentu tidak berkembang secara baik selama periode sensitif tersebut, mungkin seorang anak tidak akan berkembang sampai potensi maksimalnya.


B.  Kapasitas Neonatus
       Secara fisik bayi neonatus dianggap lemah dan tidak berdaya saat mereka lahir, tetapi mereka memasuki dunia dengan semua sistem sensorik yang berfungsi dan siap untuk mempelajari lingkungan baru mereka. Tetapi faktanya, bayi neonatus itu telah mulai mempelajari sesuatu bahkan saat masih di dalam rahim.
       Metode dasar yang digunakan untuk meneliti kapasitas sensorik dan kognitif janin adalah dengan memperkenalkan beberapa perubahan di lingkungan bayi serta mengamati efeknya melalui respons bayi.
       Metode lain yang sering digunakan tergantung pada proses habituasi dan dishabituasi. Suatu stimulus yang diperhatikan neonatus dipresentasikan secara berulang kali sampai bayi tidak memperhatikannya lagi. Pola respons ini dinamakan habituasi, yakni penurunan kekuatan respons terhadap stimulus yang berulang. Kemudian beberapa aspek stimulus diubah, jika bayi terus mengabaikan stimulus, walaupun telah terjadi perubahan, maka dapat disimpulkan bahwa perubahan itu tidak bermakna secara psikologis bagi bayi. Tetapi jika perhatian baru bangkit kembali, maka dapat disimpulkan kalau bayi memperhatikan perubahan pada stimulus. Membentuk perjalanan perkembangannya di masa depan sedemikian rupa sehingga akan sulit untuk mengubahnya di kemudian waktu.
       Hal ini juga berhubungan dengan psikologi kognitif sebagai studi tentang kognisi, proses-proses mental yang mendasari prilaku manusia meliputi berbagai subdisiplin termasuk memori, belajar, persepsi dan penyelesain masalah. Definisi ‘kognisi’ sendiri adalah kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan termasuk kesadaran, perasaan dan sebagainya, atau usaha menggali sesuatu melalui pengalaman sendiri. Proses pengenalan, dan penafsiran lingkungan oleh seseorang, hasil pemerolehan pengetahuan.
Ada juga yang berpendapat kalau Kognisi itu adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang di dapatkan dari proses berfikir mengenai suatu hal. Proses yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan dan memanipulasi pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami, menilai, menalar, membayangkan dan berbahasa. Kapasitas atau kemampuan kognisi biasa diartikan sebagai kecerdasan atau intelegensi. Bidang ilmu yang mempelajari kognisi beragam, diantaranya adalah psikologi, filsafat, neurosains, serta kecerdasan buatan. Kepercayaan atau pengetahuan seseorag tentang sesuatu dipercaya dapat memengaruhi sikap mereka dan pada akhirnya memengaruhi perilaku atau tindakan mereka terhadap sesuatu. Mengubah pengetahuan seseorang akan sesuatu dipercaya dapat mengubah perilaku mereka.[1]
Perkembangan Sistem Sensorik pada Bayi Neonatus :
a.      Pendengaran
Bayi neonatus akan terkejut mendengar bunyi nyaring dan akan memalingkan kepalanya ke arah sumber bunyi. Respon memalingkan kepala ini menghilang pada sekitar 6 minggu dan tidak timbul kembali sampai usia 3 atau 4 bulan. Menghilangnya respon memalingkan kepala secara sementara ini dekendalikan oleh area subkortikal otak yang secara volunter berupaya melokalisasi sumber bunyi.
Peneliti yang menggunakan teknik habituasi-dishabituasi telah membuktikan bahwa bayi neonatus juga dapat mendeteksi perbedaan antara bunyi yang sangat serupa, seperti dua nada yang hanya terpisah satu tangga pada not musik. Mereka dapat membedakan bunyi suara manusia dari bunyi lain, dan membedakan sejumlah karekteristik penting pembicaraan manusia. Jadi, bayi manusia lahir dengan mekanisme perseptual yang telah terarah ke sifat pembicaraan manusia yang akan membantu mereka dalam menguasai bahasa.
b.      Penglihatan
Neonatus memiliki ketajaman penglihatan yang buruk dan kemampuannya untuk mengubah fokus masih terbatas, sehingga benda-benda tampaknya kabur. Kapasitas penglihatan bayi membaik sangat cepat selama beberapa bulan pertama dan saat mereka mampu merangkak sendiri pada usia 7 atau 8 bulan mereka dapat melihat hampir sama baiknya seperti orang dewasa.
Neonatus menghabiskan banyak waktunya untuk lebih aktif dalam melihat sekelilingnya. Mereka menyapukan pandangannya dengan cara yang terorganisasi dan berhenti jika mata mereka menemukan satu objek atau perubahan dalam  pandangannya.
Bayi neonatus lebih suka melihat pola tertentu dibandingkan pola lain. Neonatus lebih menyukai pola yang kompleks dibanding pola yang polos, lebih menyukai pola dengan garis melengkung dibandingkan dengan garis lurus dapat membedakan cetakan tulisan yang halus dari permukaan kelabu, dan sangat tertarik pada wajah.
Riset selanjutnya menunjukkan bahwa bayi tidak tertarik pada wajah itu sendiri tetapi terhadap stimulus yang seperti garis lengkung, kontras yang tinggi, tepi yang menarik, pergerakan dan kompleksitasnya yang semuanya dimiliki oleh wajah.
c.       Pengecapan dan Penciuman
Respon karakteristik terhadap cairan manis adalah ekspresi yang menyerupai senyum kecil, kadang disertai dengan menjilat bibir. Sebagai respon terhadap cairan pahit, bayi akan membuka mulut dengan sudut mulut turun dan menjulurkan lidah seperti ekspresi jijik. Neonatus juga dapat membedakan bau-bauan. Bayi ini cenderung lebih mampu dalam mendiskriminasikan perbedaan bau yang samar-samar.
d.      Belajar dan Memori
Habituasi sendiri merupakan indikasi proses memori dasar. Bukti adanya proses belajar dan pengingatan dini juga berasal dari penelitian yang secara eksplisit dirancang untuk menguji proses tersebut.
Proses belajar dini , jika mainan dihubungkan dengan tubuh bayi sedemikian rupa sehingga gerakan bayi akan menggerakkan mainan dengan tendangan yang tepat. Bayi berusia dua bulan dapat belajar melakukan hal ini, tetapi segera lupa. Bayi yang berusia tiga bulan dapat mengingat tindakan yang benar setelah beberapa hari.
Bayi memiliki sesuatu yang telah dipelajari dan diingat dari pengalamannya didalam rahim. Mereka juga lebih menyukai bunyi suara manusia daripada bunyi lain. Bayi juga lebih menyukai bunyi detak jantung serta suara wanita daripada laki-laki. Mereka lebih menyukai suara ibunya disbanding suara wanita lain.
Neonatus yang mendengar bunyi denyut jantung normal lebih cepat naik berat badannya dan lebih jarang menangis selama eksperimen empat hari dibandingkan neonates yang tidak mendengar bunyi khusus. Neonates yang mendengar bunyi denyut jantung yang cepat menjadi sangat merah sehingga peneliti menghentikan eksperimen.
e.         Tempramen
Karakteristik kepribadian yang berhubungan dengan mood dinamakan temperamen, dan terdapat beberapa bukti bahwa temperamen merupakan blok pembangun awal untuk kepribadian individu.
Pandangan tradisional adalah bahwa orang tua membentuk perilaku anak-anak mereka. Orang tua dari bayi yang cerewet, misalnya cenderung menyalahkan diri mereka sendiri atas kesulitan bayinya. Riset terhadap neonatus semakin memperjelas bahwa banyak perbedaan temperamen adalah turunan dan bahwa hubungan antara orangtua dan bayi adalah timbale balik, dengan kata lain perilaku bayi juga membentuk respon orang tua. Semakin responsif bayi terhadap stimulasi yang diberikan oleh orangtua , semakin mudah bagi orang tua dan anak untuk membentuk ikatan cinta.
Temperamen anak bukan tidak dapat diubah atau kebal terhadap pengaruh lingkungan. Bayi dengan temperamen sulit lebih sering mengalami masalah sekolah dikemudian hari dibandingkan bayi dengan temperamen mudah. Bayi yang mudah dapat menjadianak yang pemarah dan senang membanting. Temperamen bawaan mempredisposisikan bayi untuk bereaksi dalam cara tertentu, tetapi temperamen dan pengalaman hidup berinteraksi untuk membentuk kepribadian.
Bayi memasuki dunia dengan memiliki persiapan untuk menerima dan memahami realita dan dengan cepat mempelajari hubungan antara peristiwa yang penting bagi perkembangan manusia. Ia bahkan memiliki titik awal untuk mengembangkan kepribadiannya yang berbeda. 
C.  Perkembangan Pada Masa Anak-anak
1)      Perkembangan Kognitif
a.         Teori Stadium Piaget
Sebagian orangtua mengetahui perubahan intelektual yang disertai dengan pertumbuhan fisik anak, tetapi mereka mungkin mengalami kesulitan dalam menjelasakan sifat perubahan tersebut. Pandangan psikologi terhadap perkembangan kognitif anak didominasi oleh perspektif biologi-maturasi, yang memberikan bobot hampir sepenuhnya pada komponen alam dari perkembangan, dan oleh perspektif lingkungan belajar yang memberikan bobot hampir sepenuhnya pada komponen “pengasuhan”. Sebaliknya, piaget berfungsi pada interaksi antara kemampuan maturitasalami alami anak dari interaksinnya dengan lingkungan. Piaget memandang anak sebagai partisipan aktif didalam proses perkembangan ketimbang sebagai resipien aktif perkembangan biologi atau stimuli eksternal.
Stadium Perkembangan Kognitif menurut Piaget
Stadium
Karakterisasi
1.      Sensorimotorik (lahir – 2 tahun)
·         Deferensiasi self (diri) dari objek
·         Mengenali self sebagai pelaku suatu tindakan dan mulai bertindak dengan sengaja : misalnya, menarik tali mobil atau menggoyang goyangkan mainan untuk menghasilkan bunyi.
·         Mencapai kepermanenan objek : menyadari bahwa benda-benda terus ada walaupun tidak lagi tertangkap oleh indra.
2.      Praoperasional
(2 – 7 tahun)
·         Belajar menggunakan bahasa dan untuk mempresentasikan objek dengan citra dan kata-kata.
·         Peikiran masih egosentrik : mengalami kesulitan dalam memandang dari sudut pandang orang lain.
·         Mengklasifikasikan objek dengan ciri tunggal : sebagai contohnya, mengelompokkan semua balok merah tanpa memandang bentuknya atau semua balok persegi tanpa memangdang warna.
3.      Operasional konkret
(7 – 11 tahun)
·         Dapat berfikir secara logis tentang objek dan peristiwa.
·         Mencapai konservasi angka (usia 6), kelompok (usia 7), dan bobot (usia 9)
·         Mengklasifikasikan objek menurut beberapa ciri dan dapat mengurutkannya secara serial mengikuti dimensi tnggal, seperti ukuran.
4.      Operational formal
(11 tahun dan lebih)
·         Dapat berfikir secara logis tentang masalah abstrak dan menguji hipotensi secara sistematik.
·         Memperhatikan masalah hipotetik, masa depan dan idiologi.

1.      Stadium Sensorimotorik
Memperhatikan keterkaitan yang erat antara aktivitas motorik dan persepsi pada bayi, pieget menanamkan 2 tahun pertama kehidupan sebagai stadium sensorik .selama periode ini bayi sibuk menemukan hubungan antara tindakan mereka dan konsekuensi dari tindakan itu. Misalnya, berapa jauh mereka harus meraih untuk mengambil sebuah benda. Permansensi objek, suatu kesadaran bahwa objek terus menerus ada walaupun tidak terungkap oleh indra.
2.         Stadium Properasional
Stadium ini merupakan masa dimana anak mulai bisa menggunakan bahasa. Kata sebagai simbol dapat mewakili benda atau kelompok benda, atau satu benda dapat menjadi simbol benda lain. Jadi dalam permainan seorang anak usia 3 tahun meungkin memperlakukan tongkat seperti kuda dan menungganginya dan berlari-lari disekeliling rumah.
Walaupun anak usia 3 dan 4 tahun dapat berpikir dalam pengertian simbolik, kata-kata dan bayangannya masih belum terorganisasi secara logis. Piaget menyebut stadium perkembangan kognitif antara 2 sampai 7 tahun sebagai praoperasional, karena anak masih belum memahami aturan atau operasi tertentu. Suatu operasi adalah kebiasaan mental untuk memisahkan, mengkombinasikan, dan mentransfermasikan informasi secara mental dan logis. Piaget yakin bahwa ciri utama stadium preoperasional adalah untuk tidak mampu memutuskan perhatian pada lebih dari satu aspek situasi pada suatu waktu.
3.        Pertimbangan Moral
Perkembangan kognitif bukan hanya mempengaruhi pemahaman anak tentang dunia fisik, namun dunia sosial juga terasuk. Karena pemahaman peratran moral dan sosial adalah penting dalam seua masyarakat. Stadium pertama timbul pada awal periode praoperasional saat anak mulai terlibat dalam permainan simbolik. Sebagai contohnya, seorang anak mungkin memiliki kelereng dengan warna yang berbeda-beda, atau menggelindingkan kelereng yang besar diikuti dengan semua yang kecil. Permainan tersebut memiliki peraturan, namun anak sering mengubah peraturan itu sekehendak hatinya, dan mereka tidak memiliki tujuan kolektif seperti kerja sama atau kompetisi. Kesimpulannya, anak pada stadium ini memiliki realisme moral, yakni suatu kebingungan antara hukum moral dan fisik.
4.        Stadium Operasional
Sebuah stadium dimana anak mulai menguasai berbagai konsep konservasi dan mulai melakukan manipuslasi logika lain lagi. Mereka juga dapat menyusun benda-benda berdasarkan dimensi, seperti tinggi atau berat. Pada sekitar usia 11 atau 12 tahun, anak sampai pada model pemikiran dalam pengertian yang benar-benar simbolik. Piaget menyebut stadium ini sebagai Stadium Operasional Formal. Dengan mempertimbangkan semua kemungkinan dan mencari konsekuensi setiap hipotesis dan menegakkan atau menyangkal.
b.        Penilaian terhadap Piaget
Teori Piaget merupakan pencapaian intelektual yang besar, ia telah merevolusi cara kita berpikir tentang perkembangan kognitif anak dan telah memberi inspirasi bagi banyak riset selama berpuluh-puluh tahun. Banyak penelitian mendukung observasi Piaget tentang urutan perkembangan kognitif.
Tetapi metode yang lebih baru dan canggih dalam pengujian fungsi intelektual pada bayi dan anak prasekolah mengungkapakan bahwa Piaget masih menilai rendah kemampuan mereka. Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya,  banyak dari tugas yang dirancang untuk menguji teori stadium sesungguhnya memerlukan beberapa dasar pengolahan informasi jika anak ingin berhasil mengerjakannya, seperti atensi, memori dan pengetahuan factual spesifik. Seorang anak mungkin sesungguhnya memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk menjalani pemeriksaan ini, tetapi gagal mengerjakannya karena ia tidak memiliki keterapilan lain yang diperlukan namun tidak relevan.
1.    KEPERMANENAN OBJEK
Diilustrasikan secara jelas dari penelitian kepermanenan objek kesadaran bahwa suatu objek terus ada walaupun tidak tertangkap oleh indra. Piaget yakin bahwa perkembangan kognitif dini tergantung pada aktivitas sensorimotorik, ia tidak secara serius mencari kemungkinan bahwa bayi mungkin mengetahui bahwa objek masih ada tetapi tidak mampu mengungkapkannya melalui perilaku mencari tersebut, pikiran anak mungkin lebih maju dibandingkan kemampuan motoriknya. Riset selanjutnya telah mempelajari persyaratan memori dan aktivitas untuk tugas kepermanenan objek tersebut.
Persyaratan memori dipelajari dalam penelitian yang menggunakan prosedur penyembunyian objek di lokasi A dan kemudian secara kentara memindahkannya dan menunjukkannya di lokasi B sementara bayi mengamati. Peneliti kemudian memberikan selang waktu sejenak sebelum anak diperbolehkan mencari objek. Kelemahan teori Piaget tentang kepermanenan objek berasal dari sejumlah penelitian yang tidak mengharuskan anak secara aktif mencari objek tersembunyi. Bayi diuji dengan menggunakan prosedur habituasi.
2.    KONSERVASI
Tugas konservasi Piaget merupakan contoh kedua di mana analisis yang cermat terhadap komponen keterampilan yang diperlukan untuk dapat berhasil melakukan tugas mengungkapkan kompetisi yang lebih awal dibandingkan yang diantisipasi oleh teori Piaget. Sebagai contohnya, jika kondisi tes disusun secara cermat dalam eksperimen konservasi sehingga respon anak tidak tergantung pada kemampuan berbahasanya serta dapat membedakan antara ciri-ciri esensial, jumlah benda di suatu kumpulan, dan ciri yang tidak relevan, cara bagaimana benda-benda itu disusun secara spasial.
3.        PERTIMBANGAN MORAL
Anak praoperasional adalah anak yang memperlakukan sekehendak hati peraturan permainan dan kebiasaan social seperti pelajaran moral yang tidak dapat diubah oleh persetujuan sederhana di antara partisipan. Tetapi, riset terakhir menyaakan bahwa anak praoperasional dapat dan memang membuat perbedaan antara kebiasaan social dan ajaran moral.
Dalam satu penelitian, misalnya, anak usia 7 tahun diberikan daftar tindakan dan diminta untuk memilih mana yang salah walaupun tidak ada peraturan yang menentangnya. Terdapat persetujuan luas di antara anak-anak itu bahwa berbohong, mencuri, memukul dan egois adalah salah walaupun tidak ada aturan yang melarangnya. Sebaliknya, mereka menganggap tidak salah mengunyah permen karet di kelas, memanggil guru dengan namanya, anak laki-laki memasuki kamar kecil anak perempuan, atau makan siang dengan jari, selama tidak ada aturan yag melarangnya. Selain itu, mereka dapat membuat perbedaan lebih lanjut antara peraturan yang mengatur tindakan yang mempengaruhi orang lain dan peraturan yang mengatur tindakan yang hanya mempengaruhi diri sendiri.
c.       Alternatif terhadap Piaget
Terdapat kesepakatan umum di antara para ahli psikologi perkembangan bahwa temuan yang telah kita tinjau disini secara serius menantang teori Piaget dan menyatakan bahwa ia meremehkan kemampuan anak. Tetapi tidak ada consensus tentang alternatife mana yang paling baik diikuti.



1.    PENDEKATAN PEMROSESAN INFORMASI
Kita telah banyak mengetahui bahwa banyak eksperimen yang keberatan terhadap pandangan Piaget diilhami oleh peneliti yang memandang perkembangan kognitif sebagai pencapaian beberapa keterampilan pemrosesan informasi yang terpisah. Dengan demikian, mereka yakin bahwa tugas standard Piaget gagal memisahkan beberapa keterampilan tersebut dari keterampilan kritikal yang sedag dinilai oleh tugas. Tetapi selain dari itu, pendukung teori pemrosesan informasi juga memiliki ketidaksepahaman di antara mereka sendiri tentang apa keberatan yang ditimbulkan oleh pandangan mereka terhadap Piaget.
Sebagai contohnya, mereka tidak sependapat tentang satu dari dua pertanyaan besar dalam bab ini : Apakah perkembangan sebaiknya dianggap sebagai perubahan yang kontinu atau sebagai seurutan stadium yang berbeda secara kualitatif? Sebagian percaya bahwa seluruh pendapat tentang stadium harus ditinggalkan. Bagi mereka, terlihatnya diskontinuitas kualitatif dalam perkembangan merupakan suatu ilusi yang timbul akibat percampuran yang ceroboh tugas penilaian keterampilan pemrosesan informasi pada berbagai stadium perkembang, keterampilan yang terpisah tumbuh secara halus dan kontinu.
Tetapi pendukung teori pemrosesan informasi lain memandang diri mereka sebagai memodifikasi atau memperluas model stadium Piaget, mereka yakin bahwa perubahan keterampilan pemrosesan informasi yang bertahap dalam faktanya menyebabkan perubahan diskontinu seperti stadium dalam pola pikir anak.
2.    PENDEKATAN PEROLEHAN PENGETAHUAN
Sejumlah ahli psikologi perkembangan yang mempertanyakan eksistensi stadium kualitatif perkembangan kognitif yakin bahwa setelah masa bayi, anak-anak dan dewasa pada dasarnya memiliki proses dan kapasitas kognitif yang sama dan perbedaan di antara mereka terutama adalah karena orang dewasa memiliki dasar pengetahuan yang lebih luas. Dengan pengetahuan, mereka tidak hanya mengartikan kumpulan fakta yang lebih besar, tetapi pemahaman yang lebih dalam bagaimana fakta dalam domain tertentu diorganisasikan.
Bertambahnya pengetahuan tentang dunia ketimbang pergeseran kualitatif pada pengembangan kognitif mungkin juga menyebabkan peningkatan kemampuan anak untuk memecahkan tugas konservasi Piaget saat mereka besar.
3.      PENDEKATAN SOSIOKULTURAL
Walaupun Piaget menekankan interaksi anak dengan lingkungan, lingkungan yang ia miliki di pikirannya merupakan lingkungan fisik yang terdekat. Anak melihatnya seperti seorang ilmuwan yang tugasnya dalah mencoba menemukan sifat dunia sesungguhnya dan aturan universal pola pikir logika dan ilmiah. Konteks sosial dan kultural lebih besar di mana anak berada tidak memiliki peran dalm teori Piaget. Diskusinya tentang peraturan sosial dan moral menyatakan bahwa da cara yang “benar,” universal, dan logis untuk memandang peraturan tersebut.
Tetapi tidak semua pengetahuan seperti ini. Sebagian besar dari apa yang harus dipelajari oleh anak adalah cara tertentu dan berubah-ubah dengan mana kulturnya memandang realita, apa peran yang diharapkan dari orang yang berbeda dan jenis kelamin yang berbeda dan apa aturan serta norma yang mengatur hubungan social di kultur tertentunya. Di bidang tersebut, tidak ada fakta yang abash secara universal atau pandangan realita yang benar yang harus ditemukan, Jadi, bagi ahli antropologi kulural dan ilmu sosial lain yang melakukan pendekatan sosiokultural untuk perkembangan, anak harus dipandang bukan sebagai ilmuwan fisika yang mencari pengetahuan “sejati” tetapi sebagai pendatang baru ke sustu kultur yag mencoba menjadi ahli dengan mempelajari bagaimana melihat pada realita sosial melalui kacamata kultur tersebut.
2)      Perkembangan Sosial
Kontak sosial pertama kita adalah orang yang mengasuh kita pada masa bayi, biasanya orangtua. Cara bagaimana pengasuh itu berespon terhadap kebutuhan bayi secara sabar, dengan kehangatan dan perhatian, atau secara kasar, dengan sedikit kepekaan akan mempengaruhi hubungan anak dengan orang lain. Sebagian ahli psikologi yakin bahwa perasaan dasar seseorang untuk percaya pada orang lain ditemukan oleh pengalaaman selam tahun-tahun pertama.
a.         Perilaku Sosial Dini
Pada usia dua bulan, rata-rata anak akan tersenyum saat melihat wajah ibu atau ayahnya. Kemampuan bayi untuk tersenyum pada usia yang dini itu mungkin telah berkembang secara historis karena hal ini memperkuat ikatan orang tua dan anak. Senyum pertama mengatakan kepada orang tua bahwa bayi mengenali dan mencintai mereka yang sesungguhnya tidak benar dalam pengertian pribadi pada usia tersebut dan mendorong oarangtua untuk lebih mengasihi dan menstimulasi bayi sebagai responnya. Bayi tersenyum dan “mengobrol” pada orangtua, orangtua membelai, tersenyum dan membalas obrolan bayi, dengan demikian menstimulasi respon yang lebih antusias lagi dari bayi. Dengan demikian terbentuk dan terpeliharalah sistem interaksi sosial yang saling memperkuat dan mendorong.
Pada usia tiga atau empat bulan, bayi memperlihatkan bahwa mereka mengenali dan lebih menyukai anggota keluarga, dengan tersenyum dan mengobrol lebih banyak pada saat melihat wajah yang akrab itu atau mendengar suaranya, tetapi bayi masih cukup reseptif terhadap orang yang belum dikenal.
Pada usia 7 atau 8 bulan, penerimaan yang tidak pilih-pilih ini berubah. Banyak bayi mulai menunjukkan kehati-hatian atau sangat khawatir saat didekati oleh orang yang tidak dikenalnya (walaupun digendong oleh ibunya dan pada saat yang sama, mereka memprotes kuat jika ditinggal di lingkungan asing atau ditinggal bersama orang yang tidak dikenal. Pada saat berusia 3 tahun, sebagian besar anak cukup aman tanpa kehadiran orangtua dan mampu berinteraksi secara nyaman dengan anak dan orang dewasa lain. Muncul dan hilangnya dua rasa takut tersebut tampaknya hanya sedikit dipengaruhi oleh kondisi pengasuh anak.
Cara mengetahui penentuan waktu kemunculan rasa takut yang sistematik pada anak-anak yaitu, yang pertama adalah pertumbuhan kapasitas memori. Selama akhir tahun pertama, bayi mencapai kemampuan untuk mengingat peristiwa masa lalu dan untuk membandingkan masa lalu dan masa kini. Hal ini memungkinkan bayi mendeteksi, dan kadang-kadang merasa takut, peristiwa yang tida lazim atau tidak diperkirakan.
Kita juga telah mengetahui sebelumnya tentang kepentingan memori dalam memperkuat kepermanenan objek. Saat anak mencapai akhit tahun pertama, mereka lebih mampu mengingat keberadaaan suatu objek sebelumnya yang telah menghilang dari penglihatannya.
Faktor yang kedua adalah pertumbuhan otonomi. Anak berusia satu tahun masih sangat tergantung pada pengasuhan orang tua, tetapi anak berusia 2 atau 3 tahun dapat menuju makanan untuk makan atau keranjang mainan sendiri. Juga, mereka dapat menggunakan bahasa untuk mengomunikasikan perasaan dan keingnan mereka. Jadi, ketergantungan kepada pengasuh pada umumnya akan menurun, dan masalah kehadiran orangtua menjadi kurang kritis bagi anak.

b.        Perlekatan
Bayi spesies lan menunjukkan perlekatan pada induknya melalui beberapa cara yang berberda. Misalnya : bayi kera menggendong ke dada induknya saat induknya bergerak , bayi anjing menaiki satu sama lain untuk mencapai perut induknya yang hangat, anak bebek dan anak ayam mengikuti kemana saja induknya pergi dan lain sebagainya.
c.         Identitas Jenis dan Penggolongan Tipe Seks
Pencapaian perilaku dan karakteristik yang dianggap kultur sebagai penyesuaian menurut jenis kelamin yang dinamakan Penggolongan Tipe Seks. Mungkin seperti seorang anak perempuan yang dengan kuat menerima dirinya sebagai wanita namun tidak mengadopsi semua perilaku yang dianggap kulturnya sebagai feminim atau menghindari semua perilaku yang dianggap maskulin.
1.     Teori Psikoantalitik
Anak mulai memusatkan perhatian pada genital pada sekitar umur 3 tahun, yang disebut awal stadium falik. Saat mereka semakin dewasa, kedua jenis kelamin akhirnya memecahkan konflik ini melalui identifikasi dengan orangtua yang berjenis kelamin sama, meniru perilaku mereka, sikap dan atribut kepribadian orangtua tersebut sebagai upaya menjadi mirip dengan mereka.
2.      Teori Belajar Sosial
Teori ini menekankan pada hadiah dan hukuman yang diterima anak untuk perilaku yang sesuai atau tidak sesuai dengan jenis kelaminnya, dan cara bagaimana anak mempelajari perilaku yang sesuai dengan penggolongan tipeseks melalui observasi mereka kepada orang dewasa. Tidak seperti teori psikoanalitik, teori belajar sosial memperlakukan perilaku yang sesuai jenis kelamin seperti perilaku yang dipelajari lainnya. Tidak ada prinsip atau proses psikologi khusus yang harus didalilkan untuk menjelaskan bagaimana anak menjadi sesuai penggolongan tipe seks
Orangtua secara berbeda memberikan hadiah atau hukuman terhadap jenis kelamin serta fungsi modeling untuk merilaku maskulin dan feminim. Misalnya : orang tua memberikan hadiah kepana anak perempuannya jika ia bermain sama seperti lainnya contohnya bermain boneka dan begitu pula sebaliknnya. Namun mereka akan mengritiknya ketika anak perempuan itu berdandan tomboi atau laki-laki yang berdandan seperti banci. Orangtua mungkin tidak memberikan suport mereka sendiri kepada anak-anaknya, tetapi semata-mata bereaksi terhadap perbedaa bawaan.
3.    Teori Perkembangan Kognitif
Pada proses ini anak ulai menunjukkan preferensi terhadap sebagian teman sebayanya dan aktivitas permainan yang sesuai dengan jenis kelaminnya aat ereka masih berusia sekitar 2 tahun, sebelum mereka membentuk kesadaran konseptuat bahwa tindakan tersebut berkolerasi dengan jenis kelaminnya. Pada teori ini usia 2 ½ tahun, kesadaran konseptual yang lebih besar terhadap seks dan jenis kelamin yang muncul.
4.    Teori Skema Jenis Kelamin
Sebagian besar kultur menguraikan perbedaan biologis antara pria dan wanita ke dalam jaringan keyakinan yang dan praktek yang memasuki hampir semua domain aktivitas manusia. Namun kultr juga mengajarkan kepada anak pelajaran yang lebih dalam, yaitu bahwa perbedaan antara pria dan wanita tidak sangat penting sehingga harus menjadi sudut pandang untuk melihat segala hal.




D.  Perkembangan Remaja
Batasan dewasa usianya tidak ditentukan dengan jelas, tetapi kira-kira berawal dari usia 12 tahun sampai selesai usia belasan, saat pertumbuhan fisik hampir selesai.
a.      Perkembangan Seksual
Periode maturasi seksual yang mengubah seorang anak menjadi orang dewasa yang matang secara biologis yang mampu melakukan reproduksiseksual, terjadi pada periode sekitar 3 atau 4 tahun. Periode menstruasi perama, terjadi relatif  lambat  pada pubertas sekitar 18 bulan setelah percepatan pertumbuhan wanita yang mencapai kecepatan puncaknya. Ejakulasi pertam pada anak laki-laki biasanya terjadi sekitar 3 tahun setelah dimulainya percepatan pertumbuhan.
Sebagian anak perempuan mencapai menarche pada usia 11 tahun, yang lainnya selambat usia 17 tahyn ; rata-rata usianya adalah 12 tahun, 9 bulan. Sedangkan anak laki-laki rata-rata mengalami percepatan pertumbuhan dan matur 2 lebih lambat dibandingkan anak perempuan lainnya. Mereka mulai mengalami ejakulasi dengan sperma yang hidup disuatu saat antara usia 12 tahun dan 16 tahun ; rata-rata usianya adalah 141/2 tahun.
Efek Psikologis dari Pubertas
Pendapat umum menyatakan bahwa masa remaja adalah periode “badai dan stres” yang ditandai oleh kemurungan, kekacauan di dalam diri, dan pemberontakan. Pubertas memang memiliki efek yang bermakna pada citra tubuh, harga diri, mood, dan hubungan dengan orangtua dan anggota jenis kelamim jawan. Orang yang lebih dewasa satu tahun lebih awal atau lambat dibandingkan rata-rata mempengaruh kepuasan remaja itu dengan penampilan dan citra tubuhnya. Anak laki-laki yang dewasa lebih awal cenderung lebih puas dengan berat badan dan penampilan mereka. Sebaliknya untuk anak perempuan secara fisik leih matur biasanya kurang puas dengan berat badan dan penampilan mereka dibandingkan teman sekelasnya yang belum dewasa.
b.      Standar dan Perilaku Seksual
Suatu perubahan revolusioner dalam sikap terhadap aktifitas seksual terhadapsebagian masyarakat barat.
c.       Konflik Remaja dan Orangtua
Berkaitan dengan pandangan tradisional bahwa masa remaja merupakan periode kekacauan personil yang tidak dapat dihindari ialah harapan agar remaja dan orangtuanya menderita. “kesenjangan organisasi”yang ditanadai oleh hubungan remaja-orangtua yang penuh badai. Sebagai akibatnya, orangtua sering sekali mengantisipasi anaknya yang endekati remaja degan ragu-ragu dan takut. Konflik biasanya melibatkan aspek yang umum dari kehidupan keluarga, seperti pekerjaan rumah, pekerjaan salin, kamar yang berantakan, musik yang hingar-hinga, penampilan pribadi, dan jam tangan. Sebagian bersar orang tua dan remaja belajar berorganisasi bentunya yang saling ketergantungan (Interdependen)yag baru menjadi remaja mendapatkan lebih banyak otonomi, peran yang lebih setingkat dalam keputusan keluarga, dan lebih bertanggungjawab.
d.      Perkembangan Identitas
Tugas utama yang dihadapi remaja adalah membentuh identitas individualitas, untuk meneukan jawaban “siapa saya? Dan “kemana saya akan pergi?”. Identitas remaja berkembang secara perlahan-lahan dari berbagai identifikasi pada masa anak-anak. Nilai dan standar norma anak kecil sebagian besar adalah nilai dan standar orangtuannya, perasaan harga diri mereka berakar terutama dari sudut pandang orang tua terhadap diri mereka. Semua identitas remaja tertentu mungkin berada pada stadium perkembangan yang berbeda.[2]
E.     Kasus yang diangkat
Perceraian sekarang ini sudah dianggap bukan suatu hal yang tabuh lagi, baik itu dikalangan publik figur, pejabat, maupun masyarakat biasa. Tanpa seseorang sadari, sebuah perceraian itu kalau diibaratkan seperti keluar dari mulut seekor buaya dan masuk ke mulut harimau. Mengapa bisa demikian? Coba fikirkan, benar seseorang memang sudah lepas dari permasalahan rumah tangga yang menjadi sebab perpisahan itu, tapi untuk selanjutnya mereka akan menemui permasalahan yang lebih besar lagi yakni masalah tentang keadaan psikologis si anak yang belum bisa menerima perceraian dari kedua orang tuanya. Kita ambil contoh saja perceraian yang menimpa salah satu kerabat saya, anak dari kerabat saya tersebut sekarang ini merasa minder dalam pergaulan, dia jadi cenderung pendiam dan menutup diri sejak orang tuanya memutuskan untuk bercerai beberapa tahun yang lalu. Prestasinya disekolahpun anjlok, padahal sebelum perceraian itu dia tergolong anak yang pandai. Segala daya upaya yang dilakukan oleh  ibunya agar dia menjadi pandai lagipun hasilnya nihil. Berbagai lembaga kursus yang dia ikutipun dirasa tidak membuahkan hasil. Inilah bukti bahwa faktor lingkungan dapat membawa dampak yang besar bagi perkembangan psikologis seseorang kedepannya. Baik yang tampak maupun tidak tampak.


BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Ternyata, perkembangan psikologis seseorang itu sudah dimulai bahkan sejak masih didalam rahim. Proses tersebut masih akan berlanjut selama seseorang tersebut masih hidup.Pada dasarnya ada 2 faktor yang mempengaruhi perkembangan psikologis seseorang, yakni faktor genetik dan faktor lingkungan. Psikologi perkembangan ini juga berhubungan dengan Kognisi dalam hal faktor pengaruh terhadap sikap seseorang.
B.  Saran
Mengenai materi ini, saran dari kelompok kami hendaknya dalam melalui setiap fase dari perkembangan ini sebaiknya kita lebih memperhatikan setiap tingkah laku dan perbuatan kita, pastinya suatu saat kita akan menjadi orangtua, nah agar anak kita dapat berkembang dengan baik marilah kita jaga setiap sifat dan perbuatan kita sejak dini karena nantinya sifat yang kita miliki itu pasti akan menurun kedalam diri anak kita (genetik).
Untuk makalah ini, pastinya masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak agar lebih baik kedepannya.








DAFTAR PUSTAKA

Buku 1. Kognisi. Halaman: 58-62.
Buku 2. Perkembangan Psikologis. Halaman: 121-198.


[1] Buku 1, Kognisi. hlm, 56-62.
[2]Buku 2, Perkembangan Psikologis. hlm, 121-198.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar