PSIKOLOGI
PERKEMBANGAN
MAKALAH
Untuk
Memenuhi TugasMata Kuliah “Psikologi Umum”
Dosen
Pembimbing:
Germino Wahyu B.,M.Si.
Disusun
Oleh:
Kelompok
2
1.
Risma Nur Izzati (17205153002)
2.
Nila Arfida Okta .P (17205153010)
3.
Lia Novita Sari (17205153021)
4.
Yolanda Murtiningrum (17205153028)
5.
Rahma Trimukti M. (17205153043)
6.
Okta Vinanda K. (17205153049)
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
TULUNGAGUNG
2015
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
TULUNGAGUNG
2015
KATA
PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt.yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya
kepada kita semua. Sholawat serta
salam semoga tetap terlimpahkan
kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad saw.dan semoga kita akan selalu
mendapat syafaatnya baik didunia maupun di akhirat kelak.
Dengan pertolongan dan hidayah-Nya
penulis dapat menyusun makalah
ini untuk memenuhi tugas mata kuliah“PSIKOLOGI
UMUM” yang berjudul“DASAR
PSIKOLOGIS
DARI PERKEMBANGAN”.
Kami menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak penulisan makalah ini
tidak mungkin terlaksana dengan baik.Oleh karena itu penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1.
Dr. Mafthukin,
M.Ag. selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah memberikan
kesempatan kepada kami untuk menimba ilmu di IAIN Tulungagung ini.
2.
Germino Wahyu B., M.Si.
Selaku Dosen pengampu mata kuliah yang telah membimbing dan mengarahkan kami
dengan sabar agar mempunyai pemahaman yang benar mengenai mata kuliah ini.
3.
Semua pihak
yang telah membantu menyelesaikan penyusunan
makalah ini.
Kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaatdan membuahkan ilmu
yang maslahahfiidinniwadunyawalakhirah.
Tulungagung, 06 November 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman Judul............................................................................................ i
Kata Pengantar........................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................... 4
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 4
C. Tujuan............................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pertanyaan Dasar Tentang Perkembangan..................................... 5
B. Kapasitas
Neonatus........................................................................ 8
C. Perkembangan
Pada Masa Anak-anak......................................... 13
D. Perkembangan
Pada Masa Remaja.............................................. 25
E. Kasus
Yang diangkat................................................................... 25
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 28
B. Saran............................................................................................ 28
Daftar Pustaka......................................................................................... 29
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dari sekian banyak mahluk hidup yang
diciptakan oleh Allah swt.Di dunia ini, manusia adalah makhluk yang paling
imatur saat lahir khususnya diantara semua jenis mamalia. Yang dimaksud dengan
imatur disini ialah memerlukan periode belajar, berkembang, serta proses
interaksi yang lebih panjang sebelum dapat mencukupi dirinya sendiri. Semakin
kompleks sistem saraf
suatu organisme,
maka semakin panjang juga waktu yang diperlukan untuk mencapai kematangan.
Tetapi proses perkembangan seseorang tidak berakhir begitu saja setelah
seseorang mencapai kematangan fisik, melainkan terus berjalan seumur hidup.
Disini
Psikologi mencoba untuk menjelaskan dan menganalisis tentang keteraturan
manusia sepanjang hidupnya. Mulai dari masa dalam kandungan sampai masa lanjut
usia. Diharapkan dari pembahasan mengenai hal ini, untuk kedepannya seseorang
akan lebih bisa menghargai dan memanfaatkan masa demi masa dalam hidupnya
dengan sebaik-baiknya.
B. Rumusan
Masalah
1)
Bagaimana
Pertanyaan Dasar Tentang Perkembangan?
2)
Bagaimana
Kapasitas Neonatus?
3)
Bagaimana
Perkembangan Pada Masa Anak-anak?
4)
Bagaimana
Perkembangan Pada Masa Remaja?
C. Tujuan
1)
Untuk
Mengetahui Pertanyaan Dasar Tentang perkembangan.
2)
Untuk
Mengetahui Kapasitas Neonatus.
3)
Untuk
Mengetahui Perkembangan Pada Masa Anak-anak.
4)
Untuk
Mengetahui perkembangan Pada Masa Remaja.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pertanyaan Dasar Tentang
Perkembangan
Para
ahli psikologi perkembangan meneliti beberapa aspek perkembangan, diantaranya:
1.
Perkembangan
Fisik meliputi perubahan tinggi, berat badan, dan pencapaian
kemampuan motorik.
2.
Perkembangan
Preseptual meliputi perubahan dalam penglihatan dan
pendengaran.
3.
Perkembangan
Kognitif meliputi perubahan proses berpikir, memori, dan
kemampuan berbahasa.
4.
Perkembangan
Kepribadian Sosial meliputi perubahan konsep diri,
identitas jenis, dan hubungan interpersonal.
Pertanyaan
dasar yang biasa timbul mengenai sebuah perkembangan salah
satunya adalah “pada usia berapa anak rata-rata mulai berbicara?” karena data normatif tersebut sangat penting untuk
menilai perkembangan individual dan merencanakan program pendidikan seorang
anak. Tetapi para ahli psikologi perkembangan biasanya lebih cenderung untuk
menganalisis proses dan sebab dari data tersebut misalnya “Bagaimana perilaku
tersebut dapat
berkembang?” “Mengapa sebagian besar anak tidak mencelotehkan kata-kata
pertamanya sampai mereka berusia sekitar satu tahun?”. Selain itu para ahli
psikologi perkembangan juga mencoba untuk menemukan bagaimana suatu lingkungan
mempengaruhi perkembangan seseorang, misalnya “Bagaimana suatu tontonan
tayangan kekeraan di televisi
mempengaruhi tingkat agresifitas seorang anak?”.
Pada
dasarnya dibalik permasalahan spesifik di atas, hanya terdapat dua cakupan
masalah yang lebih mendasar dan lebih luas, yaitu:
a.
Interaksi
antara Alam dan Pengasuhan
Dahulu seorang ahli filsafat Inggris
pada abad ke-17 yang bernama John Locke
menolak sebuah pernyataan yang berlaku pada zamannya yang menyatakan kalau bayi
itu adalah orang dewasa miniatur
yang datang
ke dunia dengan kemampuan dan pengetahuan yang telah lengkap dan yang
semata-mata harus tumbuh menjadi dewasa agar karakteristik bawaan itu tampak.
Sebaliknya, ia yakin bahwa pikiran bayi neonatus adalah lembaran kosong (tabula rasa). Apa yang tertulis di
dalam lembaran itu adalah segala hal yang dialami oleh bayi yang meliputi apa
yang dia lihat, dengar, kecap, cium, dan rasakan.
Kemudian pada tahun 1859 muncul
teori evolusi Darwin yang menekankan dasar biologis perkembangan manusia
menghasilkan sudut pandang hereditas.
Berikutnya tokoh-tokoh Behaviorist
seperti John B. Watson dan B.F. Skinner berpendapat bahwa sifat manusia dapat
dibentuk melalui proses pengasuhan pada awal masa perkembangan tanpa memandang
hereditas anak itu.
Tetapi sekarang ini sebagian besar
ahli psikologi sudah sependapat bahwa bukan hanya alam dan pengasuhan yang
memiliki peran peting dalam perkembangan, melainkan keduanya berinteraksi
secara terus menerus untuk mengarahkan perkembangan. Bahkan tidak hanya itu
saja, perkembangan nampaknya juga dapat dipengaruhi oleh peristiwa lingkungan.
Mengapa demikian? Karena pada saat konsepsi banyak karakteristik psikologi
telah ditentukan oleh struktur genetik
sel telur yang terbuahi. Gen-gen tubuh memprogram pertumbuhan sel sehingga kita
berkembang menjadi manusia. Gen tersebut menentukan warna kulit, mata, rambut
dan lainnya. Determinan genetik
itu diekspresikan dalam perkembangan melalui proses maturasi, yakni urutan
pertumbuhan dan perubahan bawaan yang relatif tidak tergantung pada peristiwa lingkungan. Regularitas
perkembangan sebelum lahir itu mengilustrasikan apa yang kita artikan sebagai
maturasi.
Perkembangan motorik setelah lahir juga
mengilustrasikan interaksi antara genetik
dan lingkungan. Pada dasarnya semua anak mengalami urutan perilaku motorik yang sama, hanya saja dalam
menjalani urutannya itulah setiap anak mempunyai kecepatan yang berbeda-beda.
Lalu apakah proses belajar dan pengalaman memiliki peranan penting dalam
perbedaan tersebut?
Pada awalnya jawabannya adalah tidak,
hal ini didasarkan pada sebuah penelitian yang membandingkan dua kelompok anak
Hopi di Amerika Serikat sebelah Tenggara. Kelompok Anak Hopi yang pertama
dibesarkan oleh orangtua tradisional yang membebat kencang tubuh anaknya dan
meletakkannya di buaian yang datar selama beberapa bulan pertama. Karena anak
itu hanya dilepaskan dari bebatan satu atau dua kali setiap hari saat
dimandikan atau mengganti pakaian, anak itu memiliki sedikit kesempatan untuk
menggerakkan tubuhnya. Namun anak itu mulai berjalan tanpa bantuan di usia yang
rata-rata sama seperti Kelompok Anak Hopi yang orangtuanya kurang tradisional
yang tidak menggunakan papan buaian. Penelitian ini menyatakan bahwa
keterampilan motorik
ini tidak tergantung pada praktek orangtua untuk perkembangannya.
Lalu setelah itu jawabannya adalah
iya, hal ini didasarkan pada sebuah penelitian lebih akhir yang menyatakan
bahwa latihan atau stimulasi ekstra dapat mempercepat kemunculan perilaku motorik.
Perkembangan bicara memberikan
contoh terakhir interaksi anatara karakteristik yang ditentukan secara genetik dengan pengalaman yang diberikan
oleh lingkungan. Hampir semua bayi manusia lahir dengan kemampuan untuk
mempelajari bahasa
lisan. Tapi mereka tidak mampu berbicara sebelum mereka mencapai tingkat
perkembangan neurologis tertentu. Pada umumnya, bahasa yang diucapkan oleh seorang anak
adalah bahasa
kulturnya sendiri. Jadi, perkembangan itu memiliki 2 komponen, yakni genetik dan lingkungan.
b.
Stadium
dan Periode Sensitif dalam Perkembangan
Konsep Stadium dibuat saat kita
menganggap bahwa perjalanan hidup itu dibagi menjadi periode yang berjalan
berturut-turut. Mulai dari masa bayi, masa anak, masa remaja, dan masa dewasa.
Konsep stadium menyatakan bahwa:
1.
Perilaku pada stadium tertentu disusun
di sekitar tema dominan.
2.
Perilaku pada satu stadium secara
kualitatif berbeda dari perilaku yang tampak pada stadium lebih dini atau lebih
lanjut.
3.
Semua anak mengalami stadium yang sama
dengan urutan yang sama.
Faktor
lingkungan itu dapat mempercepat atau memperlambat perkembangan, tetapi urutan
stadiumnya tidak berubah. Anak tidak dapat mencapai stadium lebih lanjut tanpa
melalui stadium yang lebih awal.
Walaupun
sebagian ahli psikologi yakin bahwa teori stadium sangat berguna untuk
menjelaskan perkembangan, namun ahli lain tidak mengakui perubahan kualitatif
dalam perilaku yang dinyatakan oleh teori stadium.
Periode Kritis dalam perkembangan
manusia (periode waktu yang penting dalam kehidupan seseorang selama mana
peristiwa spesifik harus terjadi agar perkembangan dapat berjalan secara
normal) memiliki hubungan yang erat dengan konsep stadium. Periode Kritis ini
telah ditegakkan dengan kuat pada beberapa aspek perkembangan fisik janin
manusia.
Eksistensi periode kritis dalam
perkembangan psikologis anak belum dipastikan, kemungkinan lebih tepat
mengatakan terdapat periode sensitif,
yakni periode yang optimal untuk perkembangan tertentu. Jika perilaku tertentu
tidak berkembang secara baik selama periode sensitif tersebut, mungkin seorang anak
tidak akan berkembang sampai potensi maksimalnya.
B. Kapasitas Neonatus
Secara fisik bayi neonatus dianggap lemah dan tidak berdaya
saat mereka lahir, tetapi mereka memasuki dunia dengan semua sistem sensorik yang berfungsi dan siap
untuk mempelajari lingkungan baru mereka. Tetapi faktanya, bayi neonatus itu telah mulai mempelajari
sesuatu bahkan saat masih di dalam
rahim.
Metode dasar yang digunakan untuk
meneliti kapasitas sensorik dan kognitif janin adalah dengan memperkenalkan
beberapa perubahan di lingkungan bayi serta mengamati efeknya melalui respons
bayi.
Metode lain yang sering digunakan
tergantung pada proses habituasi dan dishabituasi. Suatu stimulus yang
diperhatikan neonatus
dipresentasikan secara berulang kali sampai bayi tidak memperhatikannya lagi.
Pola respons ini dinamakan habituasi, yakni penurunan kekuatan respons terhadap
stimulus yang berulang. Kemudian beberapa aspek stimulus diubah, jika bayi
terus mengabaikan stimulus, walaupun telah terjadi perubahan, maka dapat
disimpulkan bahwa perubahan itu tidak bermakna secara psikologis bagi bayi.
Tetapi jika perhatian baru bangkit kembali, maka dapat disimpulkan kalau bayi
memperhatikan perubahan pada stimulus. Membentuk
perjalanan perkembangannya di masa depan sedemikian rupa sehingga akan sulit
untuk mengubahnya di kemudian waktu.
Hal ini juga berhubungan dengan psikologi
kognitif sebagai studi tentang kognisi, proses-proses mental yang mendasari
prilaku manusia meliputi berbagai subdisiplin termasuk memori, belajar,
persepsi dan penyelesain masalah. Definisi ‘kognisi’
sendiri adalah kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan termasuk kesadaran,
perasaan dan sebagainya, atau usaha menggali sesuatu melalui pengalaman
sendiri. Proses pengenalan, dan penafsiran lingkungan oleh seseorang, hasil
pemerolehan pengetahuan.
Ada juga yang berpendapat kalau Kognisi itu adalah kepercayaan seseorang
tentang sesuatu yang di dapatkan dari proses berfikir mengenai suatu hal.
Proses yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan dan memanipulasi
pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami, menilai,
menalar, membayangkan dan berbahasa. Kapasitas atau kemampuan kognisi biasa
diartikan sebagai kecerdasan atau intelegensi. Bidang ilmu yang mempelajari
kognisi beragam, diantaranya adalah psikologi, filsafat, neurosains, serta
kecerdasan buatan. Kepercayaan atau pengetahuan seseorag tentang sesuatu
dipercaya dapat memengaruhi sikap mereka dan pada akhirnya memengaruhi perilaku
atau tindakan mereka terhadap sesuatu. Mengubah pengetahuan seseorang akan
sesuatu dipercaya dapat mengubah perilaku mereka.[1]
Perkembangan Sistem Sensorik pada
Bayi Neonatus :
a.
Pendengaran
Bayi
neonatus akan terkejut mendengar bunyi nyaring dan akan memalingkan kepalanya
ke arah sumber bunyi. Respon memalingkan kepala ini menghilang pada sekitar 6
minggu dan tidak timbul kembali sampai usia 3 atau 4 bulan. Menghilangnya
respon memalingkan kepala secara sementara ini dekendalikan oleh area
subkortikal otak yang secara volunter berupaya melokalisasi sumber bunyi.
Peneliti yang
menggunakan teknik habituasi-dishabituasi
telah membuktikan bahwa bayi neonatus juga dapat mendeteksi perbedaan antara
bunyi yang sangat serupa, seperti dua nada yang hanya terpisah satu tangga pada
not musik. Mereka dapat membedakan bunyi suara manusia dari bunyi lain, dan
membedakan sejumlah karekteristik penting pembicaraan manusia. Jadi, bayi
manusia lahir dengan mekanisme perseptual yang telah terarah ke sifat
pembicaraan manusia yang akan membantu mereka dalam menguasai bahasa.
b.
Penglihatan
Neonatus memiliki
ketajaman penglihatan yang buruk dan kemampuannya untuk mengubah fokus masih
terbatas, sehingga benda-benda tampaknya kabur. Kapasitas penglihatan bayi
membaik sangat cepat selama beberapa bulan pertama dan saat mereka mampu merangkak
sendiri pada usia 7 atau 8 bulan mereka dapat melihat hampir sama baiknya
seperti orang dewasa.
Neonatus menghabiskan
banyak waktunya untuk lebih aktif dalam melihat sekelilingnya. Mereka
menyapukan pandangannya dengan cara yang terorganisasi dan berhenti jika mata
mereka menemukan satu objek atau perubahan dalam pandangannya.
Bayi neonatus lebih
suka melihat pola tertentu dibandingkan pola lain. Neonatus lebih menyukai pola
yang kompleks dibanding pola yang polos, lebih menyukai pola dengan garis
melengkung dibandingkan dengan garis lurus dapat membedakan cetakan tulisan
yang halus dari permukaan kelabu, dan sangat tertarik pada wajah.
Riset selanjutnya
menunjukkan bahwa bayi tidak tertarik pada wajah itu sendiri tetapi terhadap
stimulus yang seperti garis lengkung, kontras yang tinggi, tepi yang menarik,
pergerakan dan kompleksitasnya yang semuanya dimiliki oleh wajah.
c.
Pengecapan
dan Penciuman
Respon
karakteristik terhadap cairan manis adalah ekspresi yang menyerupai senyum
kecil, kadang disertai dengan menjilat bibir. Sebagai respon terhadap cairan
pahit, bayi akan
membuka mulut dengan sudut mulut turun dan menjulurkan lidah seperti ekspresi
jijik. Neonatus juga dapat membedakan bau-bauan. Bayi ini cenderung lebih mampu dalam mendiskriminasikan perbedaan bau
yang samar-samar.
d.
Belajar
dan Memori
Habituasi sendiri
merupakan indikasi proses memori dasar. Bukti adanya proses belajar dan pengingatan
dini juga berasal dari penelitian yang secara eksplisit dirancang untuk menguji
proses tersebut.
Proses belajar dini ,
jika mainan dihubungkan dengan tubuh bayi sedemikian rupa sehingga gerakan bayi
akan menggerakkan mainan dengan tendangan yang tepat. Bayi berusia dua bulan
dapat belajar melakukan hal ini, tetapi segera lupa. Bayi yang berusia tiga
bulan dapat mengingat tindakan yang benar setelah beberapa hari.
Bayi memiliki sesuatu
yang telah dipelajari dan diingat dari pengalamannya didalam rahim. Mereka juga
lebih menyukai bunyi suara manusia daripada bunyi lain. Bayi juga lebih
menyukai bunyi detak jantung serta suara wanita daripada laki-laki. Mereka
lebih menyukai suara ibunya disbanding suara wanita lain.
Neonatus yang mendengar
bunyi denyut jantung normal lebih cepat naik berat badannya dan lebih jarang
menangis selama eksperimen empat hari dibandingkan neonates yang tidak
mendengar bunyi khusus. Neonates yang mendengar bunyi denyut jantung yang cepat
menjadi sangat merah sehingga peneliti menghentikan eksperimen.
e.
Tempramen
Karakteristik
kepribadian yang berhubungan dengan mood dinamakan temperamen, dan terdapat
beberapa bukti bahwa temperamen merupakan blok pembangun awal untuk kepribadian
individu.
Pandangan tradisional
adalah bahwa orang tua membentuk perilaku anak-anak mereka. Orang tua dari bayi
yang cerewet, misalnya cenderung menyalahkan diri mereka sendiri atas kesulitan
bayinya. Riset terhadap neonatus semakin memperjelas bahwa banyak perbedaan temperamen
adalah turunan dan bahwa hubungan antara orangtua dan bayi adalah timbale
balik, dengan kata lain perilaku bayi juga membentuk respon orang tua. Semakin
responsif bayi terhadap stimulasi yang diberikan oleh orangtua , semakin mudah
bagi orang tua dan anak untuk membentuk ikatan cinta.
Temperamen anak bukan
tidak dapat diubah atau kebal terhadap pengaruh lingkungan. Bayi dengan
temperamen sulit lebih sering mengalami masalah sekolah dikemudian hari
dibandingkan bayi dengan temperamen mudah. Bayi yang mudah dapat menjadianak
yang pemarah dan senang membanting. Temperamen bawaan mempredisposisikan bayi
untuk bereaksi dalam cara tertentu, tetapi temperamen dan pengalaman hidup
berinteraksi untuk membentuk kepribadian.
Bayi memasuki dunia
dengan memiliki persiapan untuk menerima dan memahami realita dan dengan cepat
mempelajari hubungan antara peristiwa yang penting bagi perkembangan manusia.
Ia bahkan memiliki titik awal untuk mengembangkan kepribadiannya yang
berbeda.
C. Perkembangan Pada Masa Anak-anak
1) Perkembangan
Kognitif
a.
Teori
Stadium Piaget
Sebagian orangtua
mengetahui perubahan intelektual yang disertai dengan pertumbuhan fisik anak, tetapi
mereka mungkin mengalami kesulitan dalam menjelasakan sifat perubahan tersebut.
Pandangan psikologi terhadap perkembangan kognitif anak didominasi oleh
perspektif biologi-maturasi, yang memberikan bobot hampir sepenuhnya pada
komponen alam dari perkembangan, dan oleh perspektif lingkungan belajar yang
memberikan bobot hampir sepenuhnya pada komponen “pengasuhan”. Sebaliknya,
piaget berfungsi pada interaksi antara kemampuan maturitasalami alami anak dari
interaksinnya dengan lingkungan. Piaget memandang anak sebagai partisipan aktif
didalam proses perkembangan ketimbang sebagai resipien aktif perkembangan
biologi atau stimuli eksternal.
Stadium Perkembangan Kognitif
menurut Piaget
Stadium
|
Karakterisasi
|
1. Sensorimotorik (lahir – 2
tahun)
|
·
Deferensiasi
self (diri) dari objek
·
Mengenali
self sebagai pelaku suatu tindakan dan mulai bertindak dengan sengaja :
misalnya, menarik tali mobil atau menggoyang goyangkan mainan untuk
menghasilkan bunyi.
·
Mencapai
kepermanenan objek : menyadari bahwa benda-benda terus ada walaupun tidak
lagi tertangkap oleh indra.
|
2. Praoperasional
(2 – 7 tahun)
|
·
Belajar
menggunakan bahasa dan untuk mempresentasikan objek dengan citra dan
kata-kata.
·
Peikiran
masih egosentrik : mengalami kesulitan dalam memandang dari sudut pandang
orang lain.
·
Mengklasifikasikan
objek dengan ciri tunggal : sebagai contohnya, mengelompokkan semua balok
merah tanpa memandang bentuknya atau semua balok persegi tanpa memangdang
warna.
|
3. Operasional konkret
(7 – 11 tahun)
|
·
Dapat
berfikir secara logis tentang objek dan peristiwa.
·
Mencapai
konservasi angka (usia 6), kelompok (usia 7), dan bobot (usia 9)
·
Mengklasifikasikan
objek menurut beberapa ciri dan dapat mengurutkannya secara serial mengikuti
dimensi tnggal, seperti ukuran.
|
4. Operational formal
(11 tahun dan lebih)
|
·
Dapat
berfikir secara logis tentang masalah abstrak dan menguji hipotensi secara
sistematik.
·
Memperhatikan
masalah hipotetik, masa depan dan idiologi.
|
1.
Stadium
Sensorimotorik
Memperhatikan
keterkaitan yang erat antara aktivitas motorik dan persepsi pada bayi, pieget
menanamkan 2 tahun pertama kehidupan sebagai stadium sensorik .selama periode ini bayi sibuk menemukan hubungan
antara tindakan mereka dan konsekuensi dari tindakan itu. Misalnya, berapa jauh
mereka harus meraih untuk mengambil sebuah benda. Permansensi objek, suatu kesadaran bahwa objek terus menerus ada
walaupun tidak terungkap oleh indra.
2.
Stadium
Properasional
Stadium ini merupakan
masa dimana anak mulai bisa menggunakan bahasa. Kata sebagai simbol dapat
mewakili benda atau kelompok benda, atau satu benda dapat menjadi simbol benda
lain. Jadi dalam permainan seorang anak usia 3 tahun meungkin memperlakukan
tongkat seperti kuda dan menungganginya dan berlari-lari disekeliling rumah.
Walaupun anak usia 3
dan 4 tahun dapat berpikir dalam pengertian simbolik, kata-kata dan bayangannya
masih belum terorganisasi secara logis. Piaget menyebut stadium perkembangan
kognitif antara 2 sampai 7 tahun sebagai praoperasional,
karena anak masih belum memahami aturan atau operasi tertentu. Suatu operasi adalah kebiasaan mental untuk
memisahkan, mengkombinasikan, dan mentransfermasikan informasi secara mental
dan logis. Piaget yakin bahwa ciri utama stadium preoperasional adalah untuk
tidak mampu memutuskan perhatian pada lebih dari satu aspek situasi pada suatu
waktu.
3.
Pertimbangan
Moral
Perkembangan kognitif
bukan hanya mempengaruhi pemahaman anak tentang dunia fisik, namun dunia sosial
juga terasuk. Karena pemahaman peratran moral dan sosial adalah penting dalam
seua masyarakat. Stadium pertama timbul pada awal periode praoperasional saat
anak mulai terlibat dalam permainan simbolik. Sebagai contohnya, seorang anak
mungkin memiliki kelereng dengan warna yang berbeda-beda, atau menggelindingkan
kelereng yang besar diikuti dengan semua yang kecil. Permainan tersebut
memiliki peraturan, namun anak sering mengubah peraturan itu sekehendak
hatinya, dan mereka tidak memiliki tujuan kolektif seperti kerja sama atau
kompetisi. Kesimpulannya, anak pada stadium ini memiliki realisme moral, yakni suatu kebingungan antara hukum moral dan
fisik.
4.
Stadium
Operasional
Sebuah stadium dimana anak mulai
menguasai berbagai konsep konservasi dan mulai melakukan manipuslasi logika
lain lagi. Mereka juga dapat menyusun benda-benda berdasarkan dimensi, seperti
tinggi atau berat. Pada sekitar usia 11 atau 12 tahun, anak sampai pada model
pemikiran dalam pengertian yang benar-benar simbolik. Piaget menyebut stadium
ini sebagai Stadium Operasional Formal. Dengan
mempertimbangkan semua kemungkinan dan mencari konsekuensi setiap hipotesis dan
menegakkan atau menyangkal.
b.
Penilaian terhadap Piaget
Teori Piaget merupakan pencapaian intelektual yang besar, ia telah
merevolusi cara kita berpikir tentang perkembangan kognitif anak dan telah
memberi inspirasi bagi banyak riset selama berpuluh-puluh tahun. Banyak
penelitian mendukung observasi Piaget tentang urutan perkembangan kognitif.
Tetapi metode yang lebih baru dan canggih dalam pengujian fungsi
intelektual pada bayi dan anak prasekolah mengungkapakan bahwa Piaget masih
menilai rendah kemampuan mereka. Seperti yang telah kita ketahui
sebelumnya, banyak dari tugas yang
dirancang untuk menguji teori stadium sesungguhnya memerlukan beberapa dasar
pengolahan informasi jika anak ingin berhasil mengerjakannya, seperti atensi,
memori dan pengetahuan factual spesifik. Seorang anak mungkin sesungguhnya
memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk menjalani pemeriksaan ini, tetapi
gagal mengerjakannya karena ia tidak memiliki keterapilan lain yang diperlukan
namun tidak relevan.
1. KEPERMANENAN
OBJEK
Diilustrasikan secara jelas dari penelitian
kepermanenan objek kesadaran bahwa suatu objek terus ada walaupun tidak
tertangkap oleh indra. Piaget yakin bahwa perkembangan kognitif dini tergantung
pada aktivitas sensorimotorik, ia tidak secara serius mencari kemungkinan bahwa
bayi mungkin mengetahui bahwa objek masih ada tetapi tidak mampu
mengungkapkannya melalui perilaku mencari tersebut, pikiran anak mungkin lebih
maju dibandingkan kemampuan motoriknya. Riset selanjutnya telah mempelajari
persyaratan memori dan aktivitas untuk tugas kepermanenan objek tersebut.
Persyaratan memori dipelajari dalam penelitian yang
menggunakan prosedur penyembunyian objek di lokasi A dan kemudian secara
kentara memindahkannya dan menunjukkannya di lokasi B sementara bayi mengamati.
Peneliti kemudian memberikan selang waktu sejenak sebelum anak diperbolehkan
mencari objek. Kelemahan teori Piaget tentang kepermanenan objek berasal dari sejumlah
penelitian yang tidak mengharuskan anak secara aktif mencari objek tersembunyi.
Bayi diuji dengan menggunakan prosedur habituasi.
2.
KONSERVASI
Tugas konservasi Piaget merupakan contoh kedua di mana
analisis yang cermat terhadap komponen keterampilan yang diperlukan untuk dapat
berhasil melakukan tugas mengungkapkan kompetisi yang lebih awal dibandingkan
yang diantisipasi oleh teori Piaget. Sebagai contohnya, jika kondisi tes
disusun secara cermat dalam eksperimen konservasi sehingga respon anak tidak
tergantung pada kemampuan berbahasanya serta dapat membedakan antara ciri-ciri
esensial, jumlah benda di suatu kumpulan, dan ciri yang tidak relevan, cara
bagaimana benda-benda itu disusun secara spasial.
3.
PERTIMBANGAN MORAL
Anak praoperasional adalah anak yang memperlakukan
sekehendak hati peraturan permainan dan kebiasaan social seperti pelajaran
moral yang tidak dapat diubah oleh persetujuan sederhana di antara partisipan.
Tetapi, riset terakhir menyaakan bahwa anak praoperasional dapat dan memang
membuat perbedaan antara kebiasaan social dan ajaran moral.
Dalam satu penelitian, misalnya, anak usia 7 tahun
diberikan daftar tindakan dan diminta untuk memilih mana yang salah walaupun
tidak ada peraturan yang menentangnya. Terdapat persetujuan luas di antara
anak-anak itu bahwa berbohong, mencuri, memukul dan egois adalah salah walaupun
tidak ada aturan yang melarangnya. Sebaliknya, mereka menganggap tidak salah
mengunyah permen karet di kelas, memanggil guru dengan namanya, anak laki-laki
memasuki kamar kecil anak perempuan, atau makan siang dengan jari, selama tidak
ada aturan yag melarangnya. Selain itu, mereka dapat membuat perbedaan lebih
lanjut antara peraturan yang mengatur tindakan yang mempengaruhi orang lain dan
peraturan yang mengatur tindakan yang hanya mempengaruhi diri sendiri.
c. Alternatif
terhadap Piaget
Terdapat kesepakatan umum di antara para ahli psikologi perkembangan
bahwa temuan yang telah kita tinjau disini secara serius menantang teori Piaget
dan menyatakan bahwa ia meremehkan kemampuan anak. Tetapi tidak ada consensus
tentang alternatife mana yang paling baik diikuti.
1. PENDEKATAN
PEMROSESAN INFORMASI
Kita telah banyak mengetahui bahwa banyak eksperimen
yang keberatan terhadap pandangan Piaget diilhami oleh peneliti yang memandang
perkembangan kognitif sebagai pencapaian beberapa keterampilan pemrosesan
informasi yang terpisah. Dengan demikian, mereka yakin bahwa tugas standard
Piaget gagal memisahkan beberapa keterampilan tersebut dari keterampilan
kritikal yang sedag dinilai oleh tugas. Tetapi selain dari itu, pendukung teori
pemrosesan informasi juga memiliki ketidaksepahaman di antara mereka sendiri tentang
apa keberatan yang ditimbulkan oleh pandangan mereka terhadap Piaget.
Sebagai contohnya, mereka tidak sependapat tentang
satu dari dua pertanyaan besar dalam bab ini : Apakah perkembangan sebaiknya
dianggap sebagai perubahan yang kontinu atau sebagai seurutan stadium yang
berbeda secara kualitatif? Sebagian percaya bahwa seluruh pendapat tentang
stadium harus ditinggalkan. Bagi mereka, terlihatnya diskontinuitas kualitatif
dalam perkembangan merupakan suatu ilusi yang timbul akibat percampuran yang
ceroboh tugas penilaian keterampilan pemrosesan informasi pada berbagai stadium
perkembang, keterampilan yang terpisah tumbuh secara halus dan kontinu.
Tetapi pendukung teori pemrosesan informasi lain
memandang diri mereka sebagai memodifikasi atau memperluas model stadium
Piaget, mereka yakin bahwa perubahan keterampilan pemrosesan informasi yang
bertahap dalam faktanya menyebabkan perubahan diskontinu seperti stadium dalam
pola pikir anak.
2.
PENDEKATAN PEROLEHAN PENGETAHUAN
Sejumlah ahli psikologi perkembangan yang
mempertanyakan eksistensi stadium kualitatif perkembangan kognitif yakin bahwa
setelah masa bayi, anak-anak dan dewasa pada dasarnya memiliki proses dan
kapasitas kognitif yang sama dan perbedaan di antara mereka terutama adalah
karena orang dewasa memiliki dasar pengetahuan yang lebih luas. Dengan
pengetahuan, mereka tidak hanya mengartikan kumpulan fakta yang lebih besar,
tetapi pemahaman yang lebih dalam bagaimana fakta dalam domain tertentu
diorganisasikan.
Bertambahnya pengetahuan tentang dunia ketimbang
pergeseran kualitatif pada pengembangan kognitif mungkin juga menyebabkan
peningkatan kemampuan anak untuk memecahkan tugas konservasi Piaget saat mereka
besar.
3. PENDEKATAN
SOSIOKULTURAL
Walaupun Piaget menekankan interaksi anak dengan
lingkungan, lingkungan yang ia miliki di pikirannya merupakan lingkungan fisik
yang terdekat. Anak melihatnya seperti seorang ilmuwan yang tugasnya dalah
mencoba menemukan sifat dunia sesungguhnya dan aturan universal pola pikir
logika dan ilmiah. Konteks sosial
dan kultural lebih besar di
mana anak berada tidak memiliki peran dalm teori Piaget. Diskusinya tentang
peraturan sosial dan moral menyatakan bahwa da cara yang “benar,” universal,
dan logis untuk memandang peraturan tersebut.
Tetapi tidak semua pengetahuan seperti ini. Sebagian
besar dari apa yang harus dipelajari oleh anak adalah cara tertentu dan
berubah-ubah dengan mana kulturnya memandang realita, apa peran yang diharapkan
dari orang yang berbeda dan jenis kelamin yang berbeda dan apa aturan serta
norma yang mengatur hubungan social di kultur tertentunya. Di bidang tersebut,
tidak ada fakta yang abash secara universal atau pandangan realita yang benar
yang harus ditemukan, Jadi, bagi ahli antropologi kulural dan ilmu sosial lain
yang melakukan pendekatan sosiokultural untuk perkembangan, anak harus
dipandang bukan sebagai ilmuwan fisika yang mencari pengetahuan “sejati” tetapi
sebagai pendatang baru ke sustu kultur yag mencoba menjadi ahli dengan
mempelajari bagaimana melihat pada realita sosial melalui kacamata kultur
tersebut.
2) Perkembangan
Sosial
Kontak sosial
pertama kita adalah orang
yang mengasuh kita pada masa bayi, biasanya orangtua. Cara bagaimana pengasuh
itu berespon terhadap kebutuhan bayi secara sabar,
dengan kehangatan dan perhatian, atau secara kasar, dengan sedikit kepekaan
akan mempengaruhi hubungan anak dengan orang lain. Sebagian ahli psikologi
yakin bahwa perasaan dasar seseorang untuk percaya pada orang lain ditemukan
oleh pengalaaman selam tahun-tahun pertama.
a.
Perilaku Sosial Dini
Pada usia dua bulan, rata-rata anak akan tersenyum saat melihat wajah
ibu atau ayahnya. Kemampuan bayi untuk tersenyum pada usia yang dini itu
mungkin telah berkembang secara historis karena hal ini memperkuat ikatan orang
tua dan anak. Senyum pertama mengatakan kepada orang tua bahwa bayi mengenali
dan mencintai mereka yang sesungguhnya tidak benar dalam pengertian pribadi
pada usia tersebut dan mendorong oarangtua untuk lebih mengasihi dan
menstimulasi bayi sebagai responnya. Bayi tersenyum dan “mengobrol” pada
orangtua, orangtua membelai, tersenyum dan membalas obrolan bayi, dengan
demikian menstimulasi respon yang lebih antusias lagi dari bayi. Dengan
demikian terbentuk dan terpeliharalah sistem interaksi sosial yang saling
memperkuat dan mendorong.
Pada usia tiga atau empat bulan, bayi memperlihatkan bahwa mereka
mengenali dan lebih menyukai anggota keluarga, dengan tersenyum dan mengobrol
lebih banyak pada saat melihat wajah yang akrab itu atau mendengar suaranya,
tetapi bayi masih cukup reseptif terhadap orang yang belum dikenal.
Pada usia 7 atau 8 bulan, penerimaan yang tidak pilih-pilih ini berubah.
Banyak bayi mulai menunjukkan kehati-hatian atau sangat khawatir saat didekati
oleh orang yang tidak dikenalnya (walaupun digendong oleh ibunya dan pada saat
yang sama, mereka memprotes kuat jika ditinggal di lingkungan asing atau
ditinggal bersama orang yang tidak dikenal. Pada saat berusia 3 tahun, sebagian
besar anak cukup aman tanpa kehadiran orangtua dan mampu berinteraksi secara
nyaman dengan anak dan orang dewasa lain. Muncul dan hilangnya dua rasa takut
tersebut tampaknya hanya sedikit dipengaruhi oleh kondisi pengasuh anak.
Cara mengetahui penentuan waktu kemunculan rasa takut yang sistematik
pada anak-anak yaitu, yang pertama adalah pertumbuhan kapasitas memori. Selama
akhir tahun pertama, bayi mencapai kemampuan untuk mengingat peristiwa masa
lalu dan untuk membandingkan masa lalu dan masa kini. Hal ini memungkinkan bayi
mendeteksi, dan kadang-kadang merasa takut, peristiwa yang tida lazim atau
tidak diperkirakan.
Kita juga telah mengetahui sebelumnya tentang kepentingan memori dalam
memperkuat kepermanenan objek. Saat anak mencapai akhit tahun pertama, mereka
lebih mampu mengingat keberadaaan suatu objek sebelumnya yang telah menghilang
dari penglihatannya.
Faktor yang kedua adalah pertumbuhan otonomi. Anak berusia satu tahun
masih sangat tergantung pada pengasuhan orang tua, tetapi anak berusia 2 atau 3
tahun dapat menuju makanan untuk makan atau keranjang mainan sendiri. Juga,
mereka dapat menggunakan bahasa
untuk mengomunikasikan perasaan
dan keingnan mereka. Jadi, ketergantungan kepada pengasuh pada
umumnya akan menurun, dan masalah kehadiran orangtua menjadi kurang kritis bagi
anak.
b.
Perlekatan
Bayi spesies lan
menunjukkan perlekatan pada induknya melalui beberapa cara yang berberda.
Misalnya : bayi kera menggendong ke dada induknya saat induknya bergerak , bayi
anjing menaiki satu sama lain untuk mencapai perut induknya yang hangat, anak
bebek dan anak ayam mengikuti kemana saja induknya pergi dan lain sebagainya.
c.
Identitas
Jenis dan Penggolongan Tipe Seks
Pencapaian perilaku dan
karakteristik yang dianggap kultur sebagai penyesuaian menurut jenis kelamin
yang dinamakan Penggolongan Tipe Seks. Mungkin seperti seorang anak perempuan
yang dengan kuat menerima dirinya sebagai wanita namun tidak mengadopsi semua
perilaku yang dianggap kulturnya sebagai feminim atau menghindari semua perilaku yang dianggap
maskulin.
1.
Teori
Psikoantalitik
Anak mulai memusatkan
perhatian pada genital pada sekitar umur 3 tahun, yang disebut awal stadium falik. Saat mereka semakin
dewasa, kedua jenis kelamin akhirnya memecahkan konflik ini melalui identifikasi dengan orangtua yang
berjenis kelamin sama, meniru perilaku mereka, sikap dan atribut kepribadian orangtua
tersebut sebagai upaya menjadi mirip dengan mereka.
2.
Teori
Belajar Sosial
Teori ini menekankan
pada hadiah dan hukuman yang diterima anak untuk perilaku yang sesuai atau
tidak sesuai dengan jenis kelaminnya, dan cara bagaimana anak mempelajari
perilaku yang sesuai dengan penggolongan tipeseks melalui observasi mereka
kepada orang dewasa. Tidak seperti teori psikoanalitik, teori belajar sosial
memperlakukan perilaku yang sesuai jenis kelamin seperti perilaku yang dipelajari
lainnya. Tidak ada prinsip atau proses psikologi khusus yang harus didalilkan
untuk menjelaskan bagaimana anak menjadi sesuai penggolongan tipe seks
Orangtua
secara berbeda memberikan hadiah atau hukuman terhadap jenis kelamin serta
fungsi modeling untuk merilaku maskulin dan feminim. Misalnya : orang tua
memberikan hadiah kepana anak perempuannya jika ia bermain sama seperti lainnya
contohnya bermain boneka dan begitu pula sebaliknnya. Namun mereka akan
mengritiknya ketika anak perempuan itu berdandan tomboi atau laki-laki yang
berdandan seperti banci. Orangtua mungkin tidak memberikan suport mereka
sendiri kepada anak-anaknya, tetapi semata-mata bereaksi terhadap perbedaa
bawaan.
3.
Teori
Perkembangan
Kognitif
Pada proses ini anak
ulai menunjukkan preferensi terhadap sebagian teman sebayanya dan aktivitas
permainan yang sesuai dengan jenis kelaminnya aat ereka masih berusia sekitar 2
tahun, sebelum mereka membentuk kesadaran konseptuat bahwa tindakan tersebut berkolerasi
dengan jenis kelaminnya. Pada teori ini usia 2 ½ tahun, kesadaran konseptual
yang lebih besar terhadap seks dan jenis kelamin yang muncul.
4.
Teori
Skema Jenis Kelamin
Sebagian besar kultur
menguraikan perbedaan biologis antara pria dan wanita ke dalam jaringan
keyakinan yang dan praktek yang memasuki hampir semua domain aktivitas manusia.
Namun kultr juga mengajarkan kepada anak pelajaran yang lebih dalam, yaitu
bahwa perbedaan antara pria dan wanita tidak sangat penting sehingga harus
menjadi sudut pandang untuk melihat segala hal.
D. Perkembangan Remaja
Batasan dewasa usianya
tidak ditentukan dengan jelas,
tetapi kira-kira berawal dari usia 12 tahun sampai selesai usia belasan, saat
pertumbuhan fisik hampir
selesai.
a. Perkembangan Seksual
Periode maturasi
seksual yang mengubah seorang anak menjadi orang dewasa yang matang secara biologis yang
mampu melakukan reproduksiseksual, terjadi pada periode sekitar 3 atau 4 tahun.
Periode menstruasi perama, terjadi relatif
lambat pada pubertas sekitar 18 bulan
setelah percepatan pertumbuhan wanita yang mencapai kecepatan puncaknya.
Ejakulasi pertam pada anak laki-laki biasanya terjadi sekitar 3 tahun setelah
dimulainya percepatan pertumbuhan.
Sebagian anak perempuan
mencapai menarche pada usia 11 tahun, yang lainnya selambat usia 17 tahyn ;
rata-rata usianya adalah 12 tahun, 9 bulan. Sedangkan anak laki-laki rata-rata
mengalami percepatan pertumbuhan dan matur 2 lebih lambat dibandingkan anak
perempuan lainnya. Mereka mulai mengalami ejakulasi dengan sperma yang hidup
disuatu saat antara usia 12 tahun dan 16 tahun ; rata-rata usianya adalah 141/2
tahun.
Efek Psikologis dari Pubertas
Pendapat umum
menyatakan bahwa masa remaja adalah periode “badai dan stres” yang ditandai
oleh kemurungan, kekacauan di dalam diri, dan pemberontakan. Pubertas memang
memiliki efek yang bermakna pada citra tubuh, harga diri, mood, dan hubungan
dengan orangtua dan anggota jenis kelamim jawan. Orang yang lebih dewasa satu
tahun lebih awal atau lambat dibandingkan rata-rata mempengaruh kepuasan remaja
itu dengan penampilan dan citra tubuhnya. Anak laki-laki yang dewasa lebih awal
cenderung lebih puas dengan berat badan dan penampilan mereka. Sebaliknya untuk
anak perempuan secara fisik leih matur biasanya kurang puas dengan berat badan
dan penampilan mereka dibandingkan teman sekelasnya yang belum dewasa.
b. Standar
dan Perilaku Seksual
Suatu perubahan
revolusioner dalam sikap terhadap aktifitas seksual terhadapsebagian masyarakat
barat.
c. Konflik Remaja dan Orangtua
Berkaitan dengan pandangan
tradisional bahwa masa remaja merupakan periode kekacauan personil yang tidak
dapat dihindari ialah harapan agar remaja dan orangtuanya menderita.
“kesenjangan organisasi”yang ditanadai oleh hubungan remaja-orangtua yang penuh
badai. Sebagai akibatnya, orangtua sering sekali mengantisipasi anaknya yang
endekati remaja degan ragu-ragu dan takut. Konflik biasanya melibatkan aspek
yang umum dari kehidupan keluarga, seperti pekerjaan rumah, pekerjaan salin,
kamar yang berantakan, musik yang hingar-hinga, penampilan pribadi, dan jam
tangan. Sebagian bersar orang tua dan remaja belajar berorganisasi bentunya
yang saling ketergantungan (Interdependen)yag
baru menjadi remaja mendapatkan lebih banyak otonomi, peran yang lebih
setingkat dalam keputusan keluarga, dan lebih bertanggungjawab.
d. Perkembangan Identitas
Tugas utama yang
dihadapi remaja adalah membentuh identitas individualitas, untuk meneukan
jawaban “siapa saya? Dan “kemana saya akan pergi?”. Identitas remaja berkembang
secara perlahan-lahan dari berbagai identifikasi pada masa anak-anak. Nilai dan
standar norma anak kecil sebagian
besar adalah nilai dan standar orangtuannya, perasaan harga diri mereka berakar
terutama dari sudut pandang orang tua terhadap diri mereka. Semua identitas
remaja tertentu mungkin berada pada stadium perkembangan yang berbeda.[2]
E. Kasus
yang diangkat
Perceraian sekarang ini sudah dianggap bukan suatu hal yang tabuh lagi,
baik itu dikalangan publik figur, pejabat, maupun masyarakat biasa. Tanpa
seseorang sadari, sebuah perceraian itu kalau diibaratkan seperti keluar dari mulut seekor buaya
dan masuk ke mulut harimau. Mengapa bisa demikian? Coba fikirkan, benar
seseorang memang sudah lepas dari permasalahan rumah tangga yang menjadi sebab
perpisahan itu, tapi untuk selanjutnya mereka akan menemui permasalahan yang
lebih besar lagi yakni masalah tentang keadaan psikologis si anak yang belum
bisa menerima perceraian dari kedua orang tuanya. Kita ambil contoh saja
perceraian yang menimpa salah satu kerabat saya, anak dari kerabat saya tersebut sekarang ini merasa minder dalam pergaulan, dia jadi
cenderung pendiam dan menutup diri sejak orang tuanya memutuskan untuk bercerai
beberapa tahun yang lalu. Prestasinya disekolahpun anjlok, padahal sebelum
perceraian itu dia tergolong anak yang pandai. Segala daya upaya yang dilakukan
oleh ibunya agar dia menjadi pandai
lagipun hasilnya nihil. Berbagai lembaga kursus yang dia ikutipun dirasa tidak
membuahkan hasil. Inilah bukti bahwa faktor lingkungan dapat membawa dampak
yang besar bagi perkembangan psikologis seseorang kedepannya.
Baik yang tampak maupun tidak tampak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ternyata, perkembangan psikologis seseorang itu sudah dimulai bahkan sejak
masih didalam rahim. Proses tersebut masih akan berlanjut selama seseorang
tersebut masih hidup.Pada dasarnya ada 2 faktor yang mempengaruhi perkembangan
psikologis seseorang, yakni faktor genetik dan faktor lingkungan.
Psikologi perkembangan ini juga berhubungan dengan Kognisi dalam hal faktor
pengaruh terhadap sikap seseorang.
B. Saran
Mengenai materi ini, saran dari kelompok kami hendaknya
dalam melalui setiap fase dari perkembangan ini sebaiknya kita lebih
memperhatikan setiap tingkah laku dan perbuatan kita, pastinya suatu saat kita
akan menjadi orangtua, nah agar anak kita dapat berkembang dengan baik marilah
kita jaga setiap sifat dan perbuatan kita sejak dini karena nantinya sifat yang
kita miliki itu pasti akan menurun kedalam diri anak kita (genetik).
Untuk makalah ini, pastinya masih terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari berbagai
pihak agar lebih baik kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku 1. Kognisi. Halaman:
58-62.
Buku 2.
Perkembangan Psikologis. Halaman: 121-198.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar