Sabtu, 15 September 2018

EVALUASI PEMBELAJARAN: Makalah Karakteristik Alat Evaluasi (Semester 3)


KARAKTERISTIK ALAT EVALUASI



MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Evaluasi Pembelajaran MI/SD
Yang dibina oleh Dr. Hj. Sulistyorini, M.Ag.





unnamed (7)
 















Oleh:
Kelompok 4
1.      Laily Nur Sa’adah                      (17205153019)
2.      Lina Jinatul Falah                       (17205153015)
3.      Mohammad Dinul Islam            (17205153008)
4.      Risma  Nur Izzati                       (17205153002)






PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
September  2016




KATA PENGANTAR


Puji syukur alhamdulilah kami panjatkan kehadirat Allah swt. atas segala karunia-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga senantiasa abadi, tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. dan keluarga serta para sahabatnya.
Sehubungan dengan selesainya penulisan makalah ini maka kami mengucapkan terima kasih kepada:
1.    Dr. Maftukhin, M.Ag., selaku Rektor IAIN  Tulungagung,
2.    Dr. H. Abd. Aziz, M.Pd.I., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Tulungagung,
3.    Dr. Hj. Sulistyorini, M.Ag., selaku dosen pengampu mata kuliah  Evaluasi Pembelajaran MI/SD 1,
4.    Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Dengan penuh harap semoga jasa kebaikan mereka diterima Allah swt. dan tercatat sebagai amal shalih. Akhirnya, karya ini penulis suguhkan kepada segenap pembaca dengan harapan adanya kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi pengembangan dan perbaikan. Semoga karya ini bermanfaat dan mendapat ridha Allah swt.

Tulungagung, 24 September  2016



Penulis









DAFTAR ISI

Sampul Judul....................................................................................... i
Kata Pengantar.................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................ 1
A.      Latar Belakang.................................................................. 1
B.       Rumusan Masalah.............................................................. 1
C.       Tujuan................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................. 3
A.      pengertian karakteristik alat evaluasi…………………....3
B.       konsep validilitas…………………………………………3
C.       konsep reliabilitas………………………………………....6
D.      konsep daya pembeda……………………………………7
E.       konsep indeks kesukaran…………………………………8
F.        konsep efektifitas option………………………………….9
G.      konsep Objektivitas………………………………………10
H.      konsep pratikabilitas……………………………………..13
I.         konsep ekonomis…………………………………………13
BAB III PENUTUP........................................................................... 15
A.      Kesimpulan................................................ ………………15
B.       Daftar Pustaka…………………………………………...17







BAB I
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang
  Penilaian dalam pendidikan sekurang-kurangnya mencakup penilaian program atau kurikulum, penilaian proses pembelajaran, dan penilaian hasil belajar. Dalam pengertian yang luas penilaian diartikan sebagai suatu proses menentukan nilai dari suatu objek dengan menggunakan kriteria tertentu. Oleh sebab itu, ciri utama penilaiannya adalah adanya program yang dinilai dan judgment dalam menentukan nilai, dan adanya suatu keriteria dalam menentukan atau menetapkan keberhasilan penilaian.
Penilaian tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan, tapi juga sebagai bahan dalam melakukan perbaikan program. Jenis penilaian dapat dilihat atau dibedakan dari berbagai segi, antara lain dari fungsinya, alat yang yang digunakan, kualitasnya, sifat-sifatnya dan penyajiannya.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai karakteristik alat evaluasi. Karena keberhasilan mengungkapkan hasil dan proses belajar siswa sebagaimana adanya (objektivitas hasil penilaian) sangat bergantung pada kualitas alat penilaiannya.


B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian karakteristik alat evaluasi?
2.      Bagaimana konsep validilitas?
3.      Bagaimana konsep reliabilitas?
4.      Bagaimana konsep daya pembeda?
5.      Bagaimana konsep Indeks Kesukaran?
6.      Bagaimana konsep Efektifitas Option?
7.      Bagaimana konsep Objektivitas?
8.      Bagaimana konsep pratikabilitas?
9.      Bagaimana konsep ekonomis?


C.  Tujuan
1.      Untuk memahami pengertian karakteristik alat evaluasi.
2.      Untuk memahami konsep validilitas.
3.      Untuk memahami konsep reliabilitas.
4.      Untuk memahami konsep daya pembeda.
5.      Untuk memahami konsep indeks kesukaran.
6.      Untuk memahami konsep efektifitas option.
7.      Untuk memahami konsep Objektivitas
8.      Untuk memahami konsep pratikabilitas.
9.      Untuk memahami konsep ekonomis.



BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian karakteristik alat evaluasi
Karakteristik di sini yang di maksud yaitu kualitas tertentu atau biasa disebut dengan ciri-ciri yang khas dari sesuatu hal. Dalam kegiatan evaluasi dalam proses belajar mengajar karakteristik mempunyai hal yang penting. Di katakan penting karena  dalam dalam melakukan evaluasi pembelajar harus menguasai beberapa karakteristik alat evaluasi, sehingga nantinya mampu memberikan evaluasi sesuai yang diharapkan. Suatu evaluasi perlu memenuhi beberapa karakteristik alat evaluasi sebelum diterapkan kepada siswa yang kemudian direfleksikan dalam bentuk tingkah laku. Evaluasi yang baik harus mempunyai karakteristik alat evaluasi. Dalam hal ini akan diperjelas dalam sub bab yang ada di bawah ini.


B.    Validitas
 Validitas merupakan derajat kemampuan suatu tes yang mengukur apa yang hendak diukur. [1] Valid juga bias diartikan cocok atau sesuai. Suatu tes dikatakan valid, apabila tes tersebut benar-benar menyasar kepada apa yang dituju. Tes tersebut dapat memberikan keterangan atau gambaran tentang apa yang diinginkan. Semisal tes mengenai bahasa, maka tes tersebut harus memberikan gambaran tentang kemampuan dan keckapan anak dala hal bahasa dan bukan menunjukkan gambaran tentang kecakapan anak dalam hal ekonomi, ilmu bumi dan sebagainya. Guna menjelaskan pengertian valid, maka kita dapat ambil contoh sebagai berikut:
Jika kita ingin mengetahui berat dari suatu benda, maka kita menggunakan alat pengukur timbangan. Jika kita ingin mengetahui panjang suatu benda, maka kita menggunakan alar pengukur meteran.[2]
Terdpat tiga factor yang memengaruhi validitas hasil tes yaitu sebgai berikut:
1.    Faktor instrument evaluasi
Mengembangkan instrument evaluasi memang tidaklah mudah, apalagi jika seseorang evaluator tidak atau kurang memahami prosedur dan teknik evaluasi itu sendiri. Jika instrument evaluasi kurang baik, maka dapat brakibat hasil evaluasi menjadi kurang baik. Untuk itu, dalam mengembangkan instrument evaluasi, seseorang  evaluator harus memperhatikan hal-hal yang memengaruhi validiitas instrumen yang beerkaitan dengan prosedur penyusunan seperti silabus, kisi-kisi soal, petunjuk mengerjkan soal, pengisian lembar jawaban, kunci jawaban, penggunaan kalimat efektif, tingkat kesukaran, daya pembeda dan lainnya.
2.    Faktor administrasi evaluasi dan penskorn
Dalam administrasi evaluasi dan penskoran, banyak sekali terjadi penyimpangan seperti alokasi waktu mengerjakan soal yang tidak proporsional, memberikan bantuan kepda peserta didik denan berbagai cara, kesalahan penskoran dan lainnya.
3.    Faktor jawaban dari peserta didik
Faktor jawaban dari peserta didik, justru lebih banyak berpengaruh daripada dua factor sebelumnya. Factor ini cenderung peserta didik untuk menjwab secara cepat tetapi tidak tept, keinginan melakukan coba-cobadan lainnya.[3]



Secara metodologis validilitas tes dibedakan menjadi empat macam yaitu sebagai berikut:
a)    Validitas Isi
Validilitas isi sering digunakan dalam penialian hasil belajar. Tujuan utamanya untuk mengetahui sejuh mana peserta didik menguasai materi pealjaran yang telah disampaikan. Jika dilihat dari segi kegunaaan dala penilaian hasil belajar, maka validilitas isi sring disbut dengan validilitas kurikuler.
Validilitas kurikuler ini berkenaan dengan pertanyaan apakah materi tes relevan dengan kurikulum yang sudah ditentukan. Pertanyaaan ini timbul krena sering terjadi mater its tidak mencakup keseluruhan aspek yang akan diukur baik aspek kognitif, afektif mauun psikomotorik, tetai hanya pengetahuan yang bersifat fakta-fakta pelajaran tertentu.
b)   Validilitas Empiris
Istilah” validilitas empiris” memuat kata empiris yang artinya pengalaman. Sebuah instrumen dapat dikatan memiliki validilias empiris apabila sudah diuji dari pengalaman.
Validilitas ini biasanya menggunakan teknik statistika yaittu analisis kolerasi. Hal ini disebabkan validilitas empiris mencari hubungan antara skor tes dengan criteria ertentu yang merupakan suatu tolak ukur diluar tes yang bersangkuatn. Ada tiga macam validilitas empiris yaitu:
1)   validilitas prediktif
2)   validilitas kongkuren
3)   validilitas sejenis

Validilitas Predikitif adalah jika kriteria standar yang digunakan adalah untuk meramalkan prestasi belajar murid masa yang akan datang. Ini bermaksud memprekirakan perilaku peserta didik pada masa yang akan datang.[4] Ada juga yang mengatakan bahwa validilitas prediksi adalah derajat yang menunjukkan suatu tes yang dapat diprediksi tentang bagaimana baik seseorang akan melakukan sesuatu prospek tugas yang direncanakan.
Instrumen prediksi mmungkin bervariasi bentuknya tergantng beberapa factor contohnya kurikulum yang digunakan, buku pegangan yang dipakai, itensitas mengajar  dan letak geografis sekolah.[5]
Validilitas kongkuren adalah jika kriteria standar berlainan. Misalnya skor tes dala mata pelajar bahasa Indonesia dikolresikan dengan bahasa inggris sebaliknya, jika criteria standar sejenis, maka validilitas terebut disebut validilitas sejenis contohnya bahasa Indonesia dengan bahasa Indonesia.
c)    Validilitas Konstruk
Konstruk merupakan suatu sifat yang tidak dapat diobservasi, tetpi kita dapat merasakan pengaruhnya melalui salah satu indera kita. Konstruk tidak lai merupakan temuan atau suatu pendekatan untuk menerangkan tingkah laku. Konstruk arus istrik dalm suatu bend misalnya dapat dirasakan efeknya kita kta denggan sengaja atau tidak sengaja memegang dua kabel tersebut secara bersama-sama.[6]


C.     Reliabilitas
Reliabilitas berarti dapat dipercaya. Tes yang reliabilitas berarti bahwa tes itu dapat dipercaya. Suatu tes dapat dikatan dapat dipercaya apabila hasil yang dicapai oleh tes itu tetap.[7] Ada juga yang menyebutkan bahwa reliabilitas adalah tingkatan tau derajat konsisten dari suatu instrument. Suatu tes dapat dikatan reliabilitas jika selalu memberikan hasil yang sama bila diteskan pada kelompok yang sama pada waktu tau kesempatan yang berbeda.
Ada empat factor yang mempengaruhi Reliabiliitas yaitu sebagai berikut:
1.    Panjang tes
Ini berarti banyaknya soal tes. Ada kecenderungan, semakin panjang suatu tes akan lebih tinggi tingkat reliabilitas suatu tes, karena semakin banyak soal mmaka akan semakin banyak sampel yang diukur dan proporsi jawaban yang benar semakin banyak.
2.    Sebaran skor
Besarnya skor akan membuat tingkat reliabilitas menjadi lebih tinggi, karena koefisien reliabilitas yang besardiperoleh ketika peserta didik tetap pada posisi yang relative samma dalam satu kelompok pengujian ke pengujian berikutnya.
3.    Tingkat kesukaran
Dalam penilaian yang menggunakan pendekatan penilain acuan norma, baik untuk soal mudah maupun sukar,  cenderung menghasilkan tingkat reliabilitas yang rendah. Hal ini disebabkan antara hasil tes yang mudah dengan tes yang sukar keduanya dalam satu sebaran skor yang terbatas.
4.    Objektifitas
Peserta didik memperoleh hasil yang sama dalam mengerjakan suatu tes. Jika peserta didik memiliki tingkat kemampuan yang sama, maka akan mmperoleh hasil yang sama pada saat mengerjakan tes yang sama.[8]


D.     Daya Pembeda
  Daya pembeda (item discriminination) adalah untuk menentukan dapat tidaknya suatu soal membedakan kelompok dalam aspek yang diukur sesuai dengan perbedaan yang ada dalam kelompok itu. Indeks yang digunakan dalam membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah. Indek sini menunjukkan  kesesuaian antara fungsi  soal dengan fungsi tes secara keseluruhan.[9]
Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, disingkat D. Sepertihalnya indeks kesukaran, indeks diskriminasi (daya pembeda) ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Hanya bedanya, indeks kesukaran tidak mengenal tanda negatif (-), tetapi pada indeks diskriminasi ada tanda negatif.
Daya pembeda item itu dapat diketahui melalui atau dengan melihat besar kecilnya angka indeks diskriminasi item. Angka indeks diskriminasi item adalah sebuah angka yang menunjukkan besar kecilnya daya pembeda yang dimiliki oleh sebutir item. Daya pembeda pada dasarnya dihitung atas dasar pembagian siswa ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok atas yakni kelompok yang tergolong pandai, dan kelompok bawah, yaitu kelompok siswa yang tergolong bodoh. Dalam hubungan ini, jika sebutir item memiliki angka indeks diskriminasi item dengan tanda positif, hal ini merupakan mpetunjuk bahwa butir item tersebut telah memiliki daya pembeda, dalam arti bahwa siswa yang termasuk kategori pandai lebih banyak yang dapat menjawab dengan betul terhadap butir item yang bersangkutan, sedangkan siswa yang termasuk kategori bodoh lebih banyak yang menjawab salah.


E.       Indeks Kesukaran
Instrumen yang baik terdiri atas butir-butir instrument atau alat penilaian yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu  sukar. Butir soal yang terlalu mudah tidak mampu merangsang audience mempertinggi usaha memecahkannya dan sebaliknya kalau terlalu suka rmembuat audience putus asa serta tidak memiliki semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya. Di dalam isitlah evaluasi index kesukaran ini diberi simbol p yang dinyatakan dengan “Proporsi”.
Suatu tes tidak boleh terlalu mudah, dan juga tidak boleh terlalu sukar.  Sebuah item yang terlalu mudah  sehingga  dapat dijawab  dengan benar oleh semua siswa bukanlah merupakan item yang baik . begitu pula item yang terlalu sukar  sehingga tidak dapat dijawab oleh semua siswa juga bukan merupakan item yang baik. Jadi item yang baik adalah item yang mempunyai derajat kesukaran tertentu.[10]
   Menurut Witherington dalam bukunya berjudul psychological Education, mengatakan bahwa sudah atau belum memadainya derajat kesukaran item tes hasil belajar dapat diketahui dari besar kecilnya angka yang melambangkan tingkat kesulitan dari item tersebut. Angka yang dapat memberikan petunjuk mengenai  tingkat kesukaran item itu dikenal dengan istilah difficulty index ( angka index kesukaran item), yang dalam dunia evaluasi hasil belajar umumnya dilambangkan dengan  huruf P, yaitu singkatan dari kata proportion ( proporsi =proposa).

  
F.   Efektifitas Option
  Efektivitas memiliki arti berhasil atau tepat guna. Secara luas efektivitas dapat kita artikan sebagai suatu pengukuran akan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya secara matang. Di dalam evaluasi pembelajaran sendiri, efektivitas lebih memfokuskan pada akibat atau pengaruh.
  Sedangkan option adalah kemungkinan jawaban yang disediakan pada butir soal (tes), baik dalam tipe soal obyektif (pilihan ganda) maupun dengan cara memasangkan soal dengan jawabanuntuk dipilih oleh peserta tes sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Suatu option dapat dikatakan efektif jika telah memenuhi fungsi maupun tujuan dari option itu sendiri. Hal ini berarti bahwa setiap option yang disajikan masing-masing mempunyai kemungkinan yang sama untuk dipilih, jika testi menjawab soal itu dengan menerka-nerka (spekulasi). Option yang merupakan jawaban yang benar disebut option kunci, sedangkan option lainnya disebut option pengecoh. Agar suatu option yang disajikan efektif harus diusahakan homogen (serupa), baik dari segi isi (materi), notasi, maupun panjang-pendeknya kalimat pada option tersebut.[11]
Jadi yang dimaksud dengan efektivitas option adalah keberhasilan pilihan yang kita sediakan pada tes sesuai dengan tugas dan fungsi option tersebut pada mulanya. Adapun manfaat yang dapat kita peroleh dari memahami efektifitas option khususnya bagi calon pendidik adalah:
1.    untuk mengetahui apakah option yang kita buat sudah berfungsi secara efektif atau tidak.
2.    untuk mengetahui letak ataupun kedudukan siswa.
3.    untuk mengetahui taraf serap siswa terhadap masing-masing bidang studi yang telah diajarkan.
Uraian mengenai daya pembeda, derajat kesukaran, dan efektifitas option dimuka lebih dikenal dengan istilah analisis butir soal atau analisis item. Analisis butir soal bertujuan untuk mengidentifikasi soal-soal yang baik, kurang baik (cukup), atau jelek (buruk) sehingga hasilnya dapat diperoleh informasi tentang kualitas soal yang kita buat. Hal ini di perlukan untuk mengadakan perbaikan seperlunya, minimal kita (sebagai guru) dapat menginstropeksi diri terhadap kemampuan kita dalam membuat alat evaluasi.[12]


G.  Objektivitas
 Dalam pengertian sehari-hari telah dengan cepat diketahui bahwa objektif berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Lawan dari objektif adalah subjektif yang artinya terdapat unsur pribadi yang masuk mempengaruhi. Sebuah tes dikatakan memiliki objektifitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi. Hal ini terutama terjadi pada sistem skoringnya. Dalam pemeriksaan hasil tes, factor subjektif pemeriksaan biasanya berperan, apalagi bila tesitu berbentuk uraian. Meskipun demikian kita dapat mengurangi kelemahan ini, dengan cara seperti yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya. Sebuah tes hendaknya bersifat objektif, hal ini maksudnya adalah hasil dari tes tersebut harus selalu sama, meskipun diperiksa oleh orang yang berlainan. Agar harapan tersebut terpenuhi tes yang kita buat harus mempunyai jawaban yang jelas, tidak kabur, jawabannya tentu dan tidak terlalu memberikan jawaban yang beranekaragam. Meski divergen jawaban siswa akan berakibat penilaian kurang objektif. Itulah sebabnya mengapa pada pemeriksaan tes bentuk uraian hendaknya terlebih dahulu dibuat kunci jawabannya atau paling tidak pokok-pokok jawabannya. Langkah ini bukan saja sebagai pengecekkan ketepatan kalimat dalam soal, banyaknya waktu penyelesaian yang dibutuhkan, tetapi juga sekaligus memperkirakan sampai sejauh mana lingkup batasan jawaban siswa yang akan muncul.[13]
Besarnya skor yang diberikan kepada tes menunjukkan sampai sejauh mana tingkat penguasaan materi yang telah dimiliki siswat ersebut. Gambaran yang dinyatakan dengan skor ini hendaknya bersifat seobjektif mungkin. Karena itu tes yang memberikan nilai (skor) tersebut harus objektif dan benar-benar mengevaluasi kemampuan siswa secara tepat.
Jika dikaitkan dengan reliabilitas, objektifitas memberitekanan pada ketetapan system pemberian skor sedangkan reliabilitas memberikan penekanan pada ketetapan hasil. Jelas bahwa keduanya saling mempengaruhi atau saling ketergantungan, system pemberian skor mempunyai dampak terhadap ketetapan hasil.
Ada   yang penting yang bias mempengaruhi derajat objektifitas tersebut di atas, yaitu :


1.      Tipe Tes
Tes dengan tipe uraian akan lebih banyak mengurangi objektifitas dari pada tes tipe objektif. Soal bentuk uraian memerlukan proses pemeriksaan yang cukup memakan waktu, karena jawabannya bias panjang lebar sehinggas etiap proses (langkah) pengerjaan tes tidak di periksa. Disinilah sering kali muncul faktor yang mengurangi objektifitas tersebut. Lain halnya untuk soal tipe objektif yang jawabannya pasti.

2.      Penilaian/Pemeriksa
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi objektifitas dari  penilaian antara lain kesan penilain terhadap pribadi siswa, tulisan, bahasa, ataupun kerapian pekerjaan. selain dari pada itu kondisi penilai dan lingkungan bias juga mempengaruhi. Adapun kualitas objektivitas suatu tes dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan yakni:
a)    objektivitas dikatakan tinggi apabila hasil tes-tes tersebut menunjukkan tingkat kesamaan yang tinggi. contohnya: tes yang sudah distandardisasi, hasil penskoran tes tersebut terbukti sudah sangat objektif.
b)   objektivitas sedang, sebenarnya tes tersebut sudah distandardisasi hanya saja terkadang pandangan subjektif skor masih mungkin muncul dalam tahap penilaiannya.
c)    objektifitas fleksibel, misalnya dapat kita lihat di beberapa jenis tes yang digunakan oleh lpb (lembaga bimbingan dan penyuluhan) untuk keperluan konseling, misalnya tes yang bersifat open-end item (opend-end questionaries).[14]





H.     Praktikabilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes itu bersifat praktis (practicability), mudah untuk pengadminis-trasiannya. Tes yang praktis sebagai beerikut:
1.    mudah dilaksanakan, misalnya tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi kebebasan kepada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian yang dianggap mudah oleh siswa.
2.    mudah pemeriksanya, artinya bahwa tes itu dilengkapi dengan kunci jawaban maupun pedoman skoringnya. untuk soal yang obyektif, pemeriksaan akan lebih mudah dilakukan jika dikerjakan oleh siswa dalam lembar jawaban.
3.    dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan/ diawali oleh orang lain.[15]
           
Bersifat praktis mengandung pengertian bahwa tes hasil belajar tersebut dapat dilaksanakan dengan mudah, karena tes itu :
a)    bersifat sederhana, dalam arti tidak memerlukan peralatan yang banyak atau peralatan yang sulit pengadaannya.
b)   bersifat lengkap, dalam arti bahwa tes tersebut telah dilengkapi dengan petunjuk mengenai cara mengerjakanny, kunci jawabannya, dan pedoman scoring serta penentuan nilainya.[16]


I.       Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama, baik untuk memproduksinya maupun untuk melaksanakan dan mengolah hasilnya.
Dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tersebut, sewajarnya dapat dihasilkan alat tes (soal-soal) yang berkualitas yang memenuhi syarat-syarat dibawah ini :
1.    shahih (valid), yaitu mengukur yang harus diukur, sesuai dengan tujuan.
2.    relevan, dalam arti yang diuji sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
3.    spesifik, soal yang hanya dapat dijawab oleh peserta didik yang betul-betul belajar dengan rajin.
4.    tidak mengandung ketaksaan (tafsiran ganda) harus ada patokan; tugas ditulis konkret. apa yang harus diminta; harus dijawab berapa lengkap
5.    representatif, soal mewakili materi ajar secara keseluruhan
6.    seimbang, dalam arti pokok-pokok yang penting diwakili, dan yang tidak penting tidak selalu perlu.


BAB III
PENUTUP


A.  Kesimpulan
  Secara sederhana pengertian validitas adalah derajat kemampuan suatu tes mengukur apa yang hendak diukur. Ada bebrapa teknik untuk mengukur validitas tes, yaitu validitas tes isi, validitas konstrak dan validitas empiris.
  Reliabilitas mengacu pada keajegan hasil evaluasi, yakni konsistensi skor tes dari masa ke masa. Factor yang mempengaruhi reliabilitas antara lain, panjang tes, sebaran skor, tingkat kesukaran dan objektifitas.
Daya pembeda (item discriminination) adalah untuk menentukan dapat tidaknya suatu soal membedakan kelompok dalam aspek yang diukur sesuai dengan perbedaan yang ada dalam kelompok itu.
Instrumen yang baik terdiri atas butir-butir instrument atau alat penilaian yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu  sukar.
Efektivitas memiliki arti berhasil atau tepat guna. Secara luas efektivitas dapat kita artikan sebagai suatu pengukuran akan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya secara matang.
Diktakan objektif jika penilaiannya  sesuai dengan kemampuannya. Tidak mmandang siapa dia.
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes itu bersifat praktis (practicability), mudah untuk pengadministrasiannya.
Ekonomis ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama, baik untuk memproduksinya maupun untuk melaksanakan dan mengolah hasilnya.




B.  Kritik dan Saran
Kami sepenuhnya menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kami dengan senang hati menerima kritik maupun saran yang membangun dari para pembaca sekalian, agar makalah yang akan datang bisa lebih baik dari sebelumnya.


DAFTAR PUSTAKA


Arifin, Zainal. 2014.  Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Damyanti dan Mujiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: RinekaCipta.
Kuswana, Wowo  Sunaryo. 2011. Taksonomi  Berpikir. Bandung: Remaja Rosda karya.
Nana Sudjana dan Ibrahim. 2004. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sari,  Dwi Ivayana. 2015.  Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: E-book.
Sudaryono. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sudijono, Anas. 2003. Pengantar evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sukardi. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. 31
Sukardi.2009. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sulistyorini. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Teras.
Sulistyorini. 2009. Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Teras.


[1] Sukardi, Evaluasi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), hal. 31
[2] Sulistyorini, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal 163
[3] Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,  2014),  hal 247-248
[4] Ibid…, hal. 249
[5] Sukardi, Evaluasi Pembelajaran…hal. 36
[6] Ibid…hal. 33-34
[7] Sulistyorini, Evaluasi Pembelajaran…, hal. 161
[8] Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran…, hal. 258-259
[9]Damyanti dan Mujiono,  Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: RinekaCipta, 2006),  hal. 67
[10]Wowo  Sunaryo Kuswana,  Taksonomi  Berpikir,  (Bandung: Remaja Rosda karya,  2011),  hal.  45
[11] Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2004), hal. 171.
[12]Sudaryono, Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hal. 138.
[13]Dwi Ivayana Sari,  Evaluasi Pembelajaran, (Jakarta: E-book,  2015),  hal. 16
[14]Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal. 46.
[15] Sulistyorini, Evaluasi Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 165
[16] Anas Sudijono, Pengantar evaluasi Pendidikan, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 97

Tidak ada komentar:

Posting Komentar