PENGARUH KEBIASAAN BERMAIN GAME ONLINE TERHADAP MOTIVASI BELAJAR
SISWA MADRASAH IBTIDA’IYAH MUHAMMADIYAH KAMULAN
A. Latar Belakang
Judul penelitian diatas merupakan suatu wujud keprihatinan
peneliti atas maraknya fenomena kecanduan game
online pada siswa Sekolah Dasar.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi masa saat ini tidak
dapat dipungkiri mempengaruhi masyarakat, terutama setelah ditemukannya
internet yang kini semakin banyak digemari. Berbagai kemudahan bisa didapatkan
dengan hanya mengakses internet. Menurut penelitian yang dilakukan Mukodin pada
tahun 2004, fasilitas internet sendiri yang sering digunakan adalah 88% email,
84% world wide web, 79% chatting, 68% downloading file,
18% usenet newagroup dan game online sebesar 16%. Dalam beberapa
tahun ini, permainan elektronik atau yang lebih dikenal dengan permainan game online mengalami kemajuan yang
sangat pesat. Ini bisa dilihat dari semakin banyaknya warnet ataupun game
center yang bermunculan bukan hanya dikota-kota besar melainkan juga
dikota-kota kecil bahkan di desa saya yakni Kamulan. Memang tak dapat dipungkiri bahwa pada
dasarnya kegiatan bermain mempunyai fungsi penting untuk menggali sisi emosional
dan sosial anak. Melalui bermainlah anak dapat merasakan berbagai pengalaman
emosi, mulai dari rasa kecewa, bangga, marah, senang, ataupun sedih. Dengan
bermain pulalah anak dapat belajar memahami keterkaitan antara dirinya dengan
lingkungan sosialnya, belajar bergaul, dan memahami aturan dalam bergaul ketika
bermain. Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang untuk
mendapatkan kesenangan atau mencapai suatu prestasi yang diinginkan.[1]
Tapi
manfaat bermain tersebut hanya dapat dirasakan ketika permainan anak masih
terbatas pada permainan tradisional seperti monopoli, petak umpet, lompat tali,
dakon, betengan, dan lain sebagainya. Seketika petikan manfaat itupun hancur
begitu game online mulai digandrungi
oleh anak-anak. Game online sendiri
menurut Tracy Laquey adalah sebuah permainan yang pengoperasiannya memanfaatkan
media visual dan elektronik seperti PC ataupun smartphone.[2]
Anak
sekolah dasar merupakan kelompok yang mudah terpengaruh oleh game online. Pada mulanya hanya sedikit
anak yang menyukai permainan tersebut, tapi lambat laun jumlah pemain bertambah
seiring dengan meningkatnya kecakapan seorang gamer dan persainganpun yang menjadi lebih kuat. Seorang psikolog
yaitu Rahmat pernah mengatakan bahwa bermain game online sangatlah menyenangkan namun apabila kita lebih
mendalami permainannya, game online
memiliki kecenderungan bersifat candu bagi pemainnya. Ini dikarenakan dari segi
permainannya, game online sendiri
memiliki fitur yang menarik, berisi gambar-gambar, animasi-animasi, yang semakin
mendorong anak untuk bermain game. Selain
itu macam-macam game tersebut memang
dirancang khusus agar anak menjadi ingin terus bermain. Senada dengan
teori ini, saya menemukan sebuah fakta bahwa anak-anak Madrasah Ibtida’iyah
Muhammadiyah Kamulan juga ikut terbelit pada masalah ini. Mereka menyukai
berbagai game online seperti Point
blank, Lost Saga, Criminal Case, Clash
of Clans, The Sim, dan lain
sebagainya. Dan waktu yang dipergunakan anak-anak tersebut mulai
dari 2 jam sampai dengan 4 jam bahkan lebih. Ini dikarenakan permainan ini
berkelanjutan sehingga mengharuskan pemainnya untu bermain secara terus
menerus. Beberapa sebab yang membuat anak-anak kecanduan game online, salah satunya adalah karena adanya tantangan. Bila
pemain tidak bisa mengontrol dirinya sendiri, ia akan jadi lupa diri dan jadi
lupa belajar, bahkan saat belajar pun ia malah mengingat-ingat game onlinenya. Menurut Albert, game online akan mengurangi aktivitas
positif yang seharusnya dijalani oleh anak pada usia perkembangan mereka. Anak
yang mengalami ketergantungan pada aktivitas game, akan mempengaruhi motivasi belajarnya sehingga mengurangi
waktu belajar dan waktu untuk bersosialisasi dengan teman sebaya mereka. Jika
ini berlangsung terus menerus dalam waktu lama, diperkirakan anak akan menarik
diri dari pergaulan sosial, tidak peka dengan lingkungan, bahkan bisa membentuk
kepribadian asosial, dimana anak tidak mempunyai kemampuan beradaptasi dengan
lingkungan sosialnya. Dari sinilah, bermain yang pada awalnya merupakan
kegiatan yang menyenangkan berubah menjadi sebuah momok yang menakutkan, entah
itu bagi orang tua, guru, ataupun siswa itu sendiri. Sebab, kenyataannya akibat
game onlinelah berbagai masalah
timbul, seperti anak jadi lupa waktu, jenis permainan yang bebas mereka pilih
mengakibatkan anak mengkonsumsi permainan yang tidak tepat bagi usianya, dan
karena mereka bermain game online di
warung internet pengawasan dari orang tua juga kian terlepaskan.
Pemanfaatan
sarana permainan yang pada mulanya menjadi selingan atau obat kejenuhan
diantara aktivitas wajib seperti belajar menjadi berlebihan dan mengarah pada
perilaku yang cenderung tidak produktif. Apalagi didukung dengan banyaknya
ditemukan lokasi bermain game online di lingkungan sekitar sekolah. Hal ini
cukup mengkhawatirkan karena dengan fenomena yang ada, anak-anak yang sudah
kecanduan bermain game online lebih
banyak memilih untuk menghabiskan waktunya di warung internet ketimbang pergi
ke sekolah.
Berdasarkan
pengalaman di lapangan, dari segi positifnya game online dapat meningkatkan rasa bangga dan bersemangat jika gamer berhasil memecahkan tantangan pada
setiap level game yang dimainkan. Namun pada beberapa pengalaman lainnya
terlihata adanya penurunan kinerja siswa di sekolah akibat kurangnya
konsentrasi saat belajar. Hal ini dapat terjadi karena konsentrasi siswa lebih
tertuju pada level-level game yang
belum terselesaikan. Sebab, anak yang telah kecanduan game akan dapat menghabiskan waktunya dua kali lebih banyak untuk
bermain game ketimbang belajar. Dengan demikian, anak yang banyak menghabiskan
waktunya untuk bermain game memiliki
resiko lebih tinggi untuk mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran di
sekolah, mendapatkan nilai yang buruk, serta memiliki kesulitan dalam
mengontrol rasa kecanduannya dalam bermain game
online.
Semua
hal diatas dapat terjadi tak lepas dari karakteristik dan perkembangan
psikologis yang mereka miliki. Karakteristik anak pada usia sekolah ini sangat
rentan apabila dikaitkan dengan kebiasaan anak yang bermain game online secara berlebihan
dibandingkan dengan aktivitas belajarnya. Anak pada usia ini menyukai hal-hal
yang baru dan menantang sehingga motivasi dalam mencapai apa yang mereka mau
sangatlah tinggi. Selain itu, anak usia sekolah apabila sudah merasa tertarik
dan nyaman akan sesuatu apa yang dipikirkannya akan terus terfokus pada hal
tersebut. Keadaan ini akan sangat mengkhawatirkan apabila motivasi anak dalam
bermain game online lebih besar dari
motivasi mereka dalam belajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia belajar
didefinisikan sebagai proses berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, merubah
tingkah laku, berlatih, ataupun tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Motivasi belajar dari seorang anak dapat dilihat dari seberapa besar dorongan
dan kemampuan mereka untuk belajar sehingga bisa mencapai tujuan yang
diinginkannya.
Motivasi
belajar antara satu anak dengan anak yang lainnya berbeda-beda. Kuat lemahnya
motivasi belajar seorang anak sangat dipengaruhi oleh motif dan tujuan mereka.
Biasanya motivasi belajar bersifat majemuk dan saling berkaitan satu sama lain.
Motivasi memiliki manfaat yang sangat luas salah satunya yakni dapat
mengarahkan tingkah laku seseorang menuju kegiatan yang lebih bermanfaat sehingga
tak mudah terkena pengaruh dengan kegiatan yang tidak bermanfaat. Bagi seorang
siswa, motivasi dapat mengarahkan mereka untuk dapat mendahulukan tugas yang
utama yakni belajar.
Atas
dasar semua pertimbangan diataslah, saya tertarik melakukan penelitian pada
siswa Madrasah Ibtida’iyah Muhammadiyah Kamulan karena beberapa dari siswa di
sekolah tersebut megalami perubahan sikap dan motivasi belajarnya menurun. Ini
bisa dlihat dari pengamatan awal yang saya lakukan, saya melihat bahwa ketika
anak belajar di kelas ia lebih suka sibuk sendiri, berbicara dengan temannya,
melamun, dan tidak fokus untuk belajar bahkan nilai-nilai pelajaranpun
mengalami penurunan. Hal tersebut bisa dilhat dari banyaknya siswa yang nilai
pelajarannya tidak memenuhi standar yang telah berlaku, ini disebabkan karena
anak terpengaruh oleh game online
yang mereka mainkan, karena hampir semua anak menyukai permainan ini dan sering
memainkannya, ditambah dengan warnet yang ada disekitaran sekolah yang membuat
anak setelah pulang sekolah tidak langsung pulang ke rumah melainkan ke warnet terlebih
dahulu hanya sekedar untuk bermain game
online, hal tersebut saya amati pada saat saya melakukan pengamatan awal di
sekolah maupun di tempat mereka biasa bermain game online. Karena fenomena tersebutlah dalam hal ini yang saya
jadikan fokus penelitian adalah siswa Madrasah Ibtida’iyah Muhammadiyah Kamulan
yang rentang umurnya antara 7-12 tahun. Karena pada usia tersebut, menurut
Hurlock anak-anak lebih memahami dan masih suka bermain, bergerak, dan menyukai
permainan yang mempunyai peraturan dan bernuansa persaingan sehingga membuat
pemainnya akan bermain secara terus-menerus tanpa memperdulikan berapa lama
waktu yang dihabiskannya.
Selain
itu, pernah dilakukan pula penelitian pengaruh game online terhadap motivasi
belajar pada diri siswa pada salah satu sekolah dasar di Jakarta , namun dari
58 sampel anak yang masuk dalam kriteria objek penelitian di dapatkan suatu
kesimpulan bahwa tidak ada pengaruh yang bermakna antara kebiasaan bermain game
online dengan motivasi belajar siswa. Penelitian tersebut dilakukan oleh
seorang mahasiswi Universitas Indonesia bernama Inggrid Azizah pada tahun 2004.
Karena menemukan fenomena yang sama pada siswa Madrasah Ibtida’iyah
Muhammadiyah Kamulan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait
dengan “Pengaruh kebiasaan bermain Game
online Terhadap Motivasi Belajar Siswa Madrasah Ibtida’iyah Muhammadiyah
kamulan”. Untuk membuktikan ada tidaknya pengaruh kebiasaan bermain game online
dengan motivasi belajar siswa.
B. Rumusan Masalah
1.
Adakah pengaruh antara kebiasaan bermain
game online terhadap motivasi belajar
siswa Madrasah Ibtida’iyah Muhammadiyah Kamulan?
C. Teknik Pengambilan Sampel
Sebelum
menetapkan teknik pengambilan sampel apa yang akan saya gunakan dalam
penelitian ini, alangkah lebih baiknya kita memahami dulu apa yang diamaksud
dengan sampel itu sendiri. Sampel merupakan bagian dari populasi yang nilai
atau karakteristiknya diukur dan dipakai untuk menduga karakteristik dari
populasi.[3]
Dalam hal ini populasi yang saya gunakan dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa Madrasah Ibtida’iyah Muhammadiyah Kamulan. Adapun sampel yang diambil
untuk penelitian ini adalah sebagian siswa dari populasi yang memiliki kriteria
sebagai berikut:
a.
Siswa-siswi berusia 7-12 tahun
b.
Laki-laki maupun perempuan
c.
Bersedia menjadi responden secara
sukarela
Melihat populasi dan beberapa karakteristik
dalam pemilihan sampel, maka saya memutuskan untuk menggunakan teknik
pengambilan sampel jenis proportionate
stratified random sampling, alasan
utama mengapa saya menggunakan teknik ini adalah karena pada dasarnya semua
siswa Madrasah Ibtida’iyah Muhammadiyah Kamulan mempunyai kesempatan yang sama
untuk menjadi salah satu sampel dalam penelitian ini. Seperti yang kita tahu
bahwa proportionate stratified random
sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan apabila
populasi mempunyai unsur yang heterogen dan berstrata secara proposional.[4] Mengapa
saya katakana heterogen dan berstrata? Sebab pada dasarnya karakteristik yang
dimiliki oleh anak kelas I-VI tidaklah sama. Saya menggunakan teknik ini guna
mendapatkan sampel dari setiap tingkatan kelas yang ada sehingga didapatkan
perwakilan sampel dari setiap tingkatan. Dalam hal ini tiap kelas berkedudukan
sebagai sub populasi. Adapun jumlah seluruh siswa kelas I-VI adalah 120 siswa
dengan rincian:
Kelas
|
Jumlah
|
I
|
20
|
II
|
20
|
III
|
20
|
IV
|
20
|
V
|
20
|
VI
|
20
|
Total
|
120
|
Dengan
demikian, karena besarnya tingkat kesalahan yang saya ambil adalah 1% maka
diperolehlah jumlah sampel sejumlah 102. Maka:
Kelas
|
Penghitungan
|
Total
|
I
|
20 x
102
120
|
17
|
II
|
20 x
102
120
|
17
|
III
|
20 x
102
120
|
17
|
IV
|
20 x
102
120
|
17
|
V
|
20 x
102
120
|
17
|
VI
|
20 x
102
120
|
17
|
Total
|
102
|
Nah,
barulah dari masing-masing kelas tersebut kita ambil sampelnya sejumlah 17 anak
perkelas secara acak. Pengambilannya bisa dilakukan melalui undian dimana
setiap 17 nama yang keluar dari masing-masing kelas akan dijadikan sebagai
objek penelitiannya. Adapun instrumen penelitian yang saya gunakan adalah dalam
bentuk kuisioner.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar